Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Alumni Hubungan Internasional yang suka baca novel kritik sosial dan buku pengembangan diri. Sering menyukai sesuatu secara random.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Andi Taufan Dimintai Mundur dari Stafsus, Bagaimana dengan Belva Devara CEO Ruangguru?

15 April 2020   13:28 Diperbarui: 20 April 2020   21:40 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Andi Taufan CEO PT.Amartha, sumber: kompas.com/Ambaranie Nadia

Baru-baru ini Staf Khusus milienial bikin heboh. Pasalnya Andi Taufan Garuda Putra membuat surat dengan kop sekretariat kabinet. Pertanyaan muncul, apakah Staf Khusus adalah sebuah instansi atau hanya sebagai pemberi arahan kepada presiden?

Kalau staf khusus adalah sebuah instansi, lalu di mana kantornya dan siapa saja bawahannya? Bagaimana seleksinya dan bagaimana kinerjanya?

Setelah saya ubek-ubek, staf khusus ini lebih tepatnya masuk ke dalam KSP atau kantor staf presiden. KSP memiliki tugas memberikan dukungan kepada presiden dan wakilnya dalam melaksanakan tugas atau program prioritas nasional.

Struktur KSP ini cukup banyak, terdiri dari 11 bagian. Di antara 11 bagian itu masuklah Andi Taufan Garuda Putra beserta teman-teman milenial lainnya.

Staf khusus hanyalah seorang yang ditunjuk oleh presiden untuk memberikan masukan dan arahan terkait kebijakan. Tentu saja staf khusus ditunjuk berdasarkan keahlian tertentu supaya kebijakan presiden tidak asal-asalan yang malah menyengsarakan rakyat.

Terbukti ketika mengeluarkan sebuah surat, staf khusus ini masih bertengger kepada sekretariat kabinet. Kalau begini, staf khusus tidak bisa main-main dan tidak bisa asal membuat kebijakan karena kebijakan itu harusnya dikeluarkan oleh presiden atau minimal sekretariat kabinet langsung.

Pertanyaanya, kenapa ada tanda tangan Andi Taufan Garuda Putra dalam sebuah surat sekertariat kabinet itu? Terlebih lagi surat tersebut tercium bau-bau rupiah.

Pasalnya, Andi Taufan Garuda Putra mengintruksikan camat di seluruh Indonesia untuk bekerjasama dengan perusahaan Fintech miliknya. Perusahaan bernama PT. Amartha ini sontak diburu banyak warganet yang penasaran.

Bagaimana bisa staf khusus bermain tender dan masih menjabat CEO aktif?

Cara yang dilakukan Andi Taufan Garuda Putra ini sarat akan kepentingan pribadi. Padahal seharusnya, Andi menghindari kepentingan pribadi di atas kepentingan ratusan penduduk Indonesia.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana surat dengan Nomor : 003/S-SKP-ATGP/IV/2020 ini bisa lolos. Kenapa Andi tidak berpikir panjang dan melewati banyak instansi. Secara tidak langsung Andi melangkahi Kementerian Dalam Negeri di mana di dalamnya ada gubernur, walikota, sampai bupati.

Cara melangkahi ini rentan terhadap tindak korupsi karena hanya ingin menang sendiri. Bagaimana jika surat tersebut tidak viral, tentu saja KPK siap bekerja lebih keras dalam mengusut tuntas permasalahan itu.

Namun yang menjadi pertanyaan besar, bagaimana dengan Belva Devara yang juga CEO Ruangguru yang mana dijadikan partner dalam Kartu PraKerja?

Tak tanggung-tanggung, ada kucuran dana 20 triliun rupiah untuk menyukseskan program yang menjadi alat kampanye Jokowi sebelum akhirnya menjadi presiden itu.

Harusnya Jokowi bisa lebih bersikap dewasa dalam menanggapi desakan warganya. Jokowi harusnya lebih bijak lagi terkait isu sensitif ini. Jokowi harusnya mencopot seluruh staf khusus yang menyalahgunakan wewenangnya untuk memperkaya atau memuluskan bisnis milik mereka sendiri jika itu terbukti di lain hari. Kalau sudah begini akan sedikit rumit karena ada juga menteri yang sebelumnya seorang CEO.

Tujuan mereka tentu mulia, yakni untuk memudahkan implementasi kebijakan melalui digitalisasi teknologi. Tapi jika pundi-pundi keuntungan mengalir deras sementara di sisi lain mereka masih menjabat sebagai pejabat, apa itu sebuah tindakan etis?

Dari sinilah muncul desakan agar staf khusus yang masih menjabat sebagai CEO untuk melepaskan jabatannya itu selama masih aktif sebagai staf khusus. Bagaimanapun juga selama ada jabatan yang melekat pada mereka, konflik kepentingan pribadi tidak dapat dielakan apapun prosedurnya.

Kasus yang terjadi pada Andi Taufan dapat dijadikan pelajaran berharga. Andi Taufan sudah minta maaf, apa maaf saja cukup?

Lalu bagaimana dengan staf khusus lainnya yang masih memiliki kepentingan di perusahaan miliknya? Mau menjadi staf khusus atau mau oportunis dengan aktif staf khusus sekaligus aktif di perusahaannya. Gaji di staf khusus didapat, keuntungan di perusahaannya yang semakin mengalir deras juga masih bisa didapat.

Harusnya staf khusus fokus saja sebagai pemberi arahan kepada presiden. Kalau ingin membesarkan perusahaannya, seharusnya mundur saja sebagai staf khusus. Masih banyak milenial yang berintegritas tinggi dan tidak oportunis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun