Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Alumni Hubungan Internasional yang suka baca novel kritik sosial dan buku pengembangan diri. Sering menyukai sesuatu secara random.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menelusuri Angkernya Jembatan Teksas UI

12 April 2020   11:20 Diperbarui: 12 April 2020   13:18 4536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jembatan Teksas pada dini hari, sumber: dokpri

Jembatan Teksas, akronim dari Teknik dan Sastra merupakan jembatan yang menghubungkan antara Fakultas Teknik UI dengan Fakultas Ilmu Budaya UI (dulu namanya Fakultas Sastra). Dari sinilah sivitas akademika dan masyarakat umum menyebutnya Teksas karena lebih mudah diucapkan. Pun mirip Teksas yang ada di Amerika Serikat sana.

Jembatan Teksas ini berdiri di atas Danau Mahoni, satu dari beberapa danau yang ada di Universitas Indonesia. Jembatan Teksas menjadi tempat yang penting bagi mahasiswa dari Fakultas Teknik maupun Ilmu Budaya karena saling menghubungkan satu sama lain.

Tak hanya penting bagi mahasiswa di kedua fakultas tadi, bagi mahasiswa UI secara keseluruhan terutama yang menetap di Kutek (Kukusan Teknik), jembatan Teksas menjadi jalan alternatif tercepat yang bisa digunakan.

Loh bukannya di UI ada Bikun (bis kuning) yang setiap lima belas menit sekali mengantarkan mahasiswa dan masyarakat umum mengelilingi beberapa fakultas dan fasilitas di UI?

Di UI memang ada Bikun yang memudahkan mahasiswa menjangkau ke berbagai halte fakultas dan fasilitas umum seperti stasiun UI maupun Pondok Cina. Namun bis kuning ini hanya beroperasi dari pukul 7 pagi sampai sembilan malam, sementara di hari Minggu bis ini tidak beroperasi. Sementara kegiatan mahasiswa kadang sampai larut malam dan kadang harus ke suatu tempat di hari Minggu.

Saat bis kuning ini sedang tidak beroperasi, mau tak mau kita harus berjalan kaki (bisa sih menyewa sepeda kuning tapi lebih asik jika berjalan kaki saja). Apalagi jika kita ingin ke perpustakaan, masjid, atau ke stasiun UI. Jalan kaki menelusuri gedung-gedung berbata merah dengan rindangnya pohon di mana-mana adalah kenikmatan tersendiri.

Dan ketika berjalan, mau tidak mau saya harus melewati jembatan Teksas karena saya tinggal di Kutek (Kukusan Teknik), wilayah dengan tempat kos yang terkenal murahnya. Dan jembatan Teksas ini tidak bisa dilalui kendaraan apapun, hanya bisa dilalui dengan kaki.

Ketika sedang masa kursus di FIB sebelum kuliah pascasarjana, saya terbiasa berjalan melewati Teksas setiap pagi dan setiap sore. Kadang pulang malam dan kadang berangkat dini hari.

Jembatan Teksas di pagi hari, sumber: dokpri
Jembatan Teksas di pagi hari, sumber: dokpri

Jiwa jalan-jalan saya yang menggelora ini, membuat saya sering pulang malam. Selepas kursus, teman-teman selalu mengajak ke kafe di bilangan Jakarta. Pulang dari Jakarta Bikun sudah tidak tidak ada karena malam sudah sangat larut.

Sebenarnya kami bisa memesan taksi daring atau ojol begitu keluar dari Stasiun Universitas Indonesia tapi teman-teman mengajak jalan kaki saja. Apalagi pintu Kutek sudah ditutup sehingga tidak bisa dilalui motor sementara jika naik taksi daring maka kami harus memutar arah sangat jauh.

Semua teman-teman saya berdomisili di Kutek, searah dengan saya. Jadi ada teman mengobrol saat jalan pulang bersama. Itung-itung juga menghemat pengeluaran.

Malam itu tibalah kami berjalan menembus jalan hutan UI antara stasiun UI dan gedung FIB , temanku yang indigo terus saja bercerita horor sepanjang perjalanan, membuat kami takut.

Saya mulanya tidak percaya dengan cerita temanku yang indigo itu. Saya juga tidak begitu percaya pada hantu padahal sebelumnya saya sudah pernah melihat hantu secara langsung mulai dari pocong, hantu Belanda, kuntilanak, suster ngesot sampai kereta hantu.

Saya selalu menganggap hantu yang saya lihat hanya sebuah halusinasi saja. Saya juga percaya tidak ada hantu yang sejahat manusia. Jadilah saya tidak begitu percaya hantu.

Temanku bilang kalau sejak kecil dia memiliki jin penunggu yang menjaganya dari jin-jin jahat. Ia bahkan sering mengobrol dengan jin penunggunya itu. Sialnya, ia masih saja bercerita tentang jin penunggunya itu sejak di dalam KRL sampai ketika kami berjalan menelusuri FIB dan tibalah kami melewati jembatan Teksas.

Untuk menghilangkan rasa takut, kami mengobrol sambil nyemil jajan yang sebelumnya kami beli. Ia bercerita di atas angkernya danau. Di saat sepinya suasana waktu itu. Apalagi saat itu lagi musim liburan semester, di tengah malam pula.

Kami terus berjalan melewati jembatan Teksas. Angin malam dengan kerlap-kerlip lampu di kejauhan membawa suasana semakin menyeramkan. Bulu kudukku berdiri bersama dengan suara serangga malam.

Tiba-tiba ada suara orang menjerit, sangat keras. Kami semua lari. Sementara temanku yang indigo hanya tertawa. Ia tidak memiliki rasa takut pada hantu sama sekali. Sementara saya yang tidak begitu percaya hantu tapi masih saja ketakutan. Itu artinya saya masih setengah-setengah mempercayai hantu, setengah percaya setengah lagi tidak.

Ketika kami berhasil melewati jembatan, kami menghela napas lega. Kami tidak berani menatap ke belakang, ke arah gagahnya jembatan. Kami mempercepat langkah dan mengucapkan syukur begitu tiba dengan selamat di kos-kosan. Dan malamnya saya malah mimpi buruk bertemu pocong.

Dari situlah presentase kepercayaan saya terhadap hantu lebih besar ketimbang ketidakpercayaan saya kepada hantu karena hanya halusinasi. Saya pikir halusinasi terbentuk karena situasi nyata yang kita alami di depan kita.

Cerita menyeramkan di jembatan Teksas tidak hanya sekali dua kali. Setelah durasi kursus kami selesai, saya melanjutkan kuliah pascasarjana di UI. Sementara teman-teman saya melanjutkan di daerah Yogyakarta dan Jawa Timur. Saya berkuliah di UI Salemba tapi saya memilih tinggalnya di Kutek Depok.

Oleh sebab itu, jembatan Teksas menjadi jalan terpenting bagi saya terutama jika harus pulang larut malam dari Salemba.

Saya sering melewati jembatan Teksas di jam sebelas dan dua belas malam seorang diri. Saya memilih menyetel musik dan mendengarkannya melalui earphone. Cara ini kulakukan agar tidak parno terhadap hantu di Teksas.

Ada satu kisah lainnya yang lebih menyeramkan dari kisah sebelumnya. Jadi ketika saya berjalan seorang diri di jembatan Teksas, lagi-lagi bulu kudukku berdiri. Berkali-kali ada suara bisikan agar aku melompak dari jembatan itu.

Suara ini lebih horor karena hantu itu memanggil saya lewat air. Kalau saya menceburkan diri, habis sudah jiwa ini. Saya jadi teringat tenggelamnya salah satu mahasiswa berprestasi UI, Akseyna Ahad Dori yang tewas tenggelam di danau Kenanga dengan banyak batu di dalam tasnya.

Misteri kematian Akseyna masih menjadi tanda tanya besar karena banyak yang menduga Akseyna tewas dibunuh bukan bunuh diri. Meskipun Akseyna ditemukan di danau Kenanga, bukan di danau Mahoni, tetap saja ada aura mistis di setiap danau di UI terutama di jembatan Teksas yang berada tepat di atas danau Mahoni.

Jadi suara yang membisikkanku untuk mencebur ke danau itu begitu jelas. Saya sangat ketakutan. Berkali-kali saya melafalkan kalimat suci Quran. Saya berdoa cukup serius berharap ada orang yang lewat jembatan Teksas pada waktu itu sehingga saya tidak merasa sendirian.

Beberapa menit kemudian, dua orang berjalan dari belakang. Saya merasa lega. Saya mempercepat langkah. Saya sangat bersyukur begitu bisa melewati jembatan yang dianggap angker itu.

Setelah kejadian itu, saya memilih pindah kosan di dekat stasiun UI saja, jadi tidak perlu melewati jembatan Teksas lagi di malam hari. Sayangnya sebelum pindah, kuliah mulai dilakukan secara daring jadi saya memilih pulang kampung saja untuk sementara waktu.

Dan setelah Corona merajalela, saya memiliki pendapat lain bahwa Corona lebih menakutkan dari hantu dan manusia karena Corona membuat dunia semakin sepi dan sunyi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun