Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Alumni Hubungan Internasional yang suka baca novel kritik sosial dan buku pengembangan diri. Sering menyukai sesuatu secara random.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Percakapan dengan Tuan Corona

11 April 2020   19:47 Diperbarui: 11 April 2020   19:44 1371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar pedagang dengan gerobak, sumber: pixabay.com

"Pak, tidak boleh jualan di tempat ini karena mengundang banyak kerumunan datang! Ini juga kan lagi masa PSBB alias Pembatasan Sosial Berskala Besar akibat ganasnya pandemi. Lebih baik Bapak jualan di daerah lain saja," perintah seorang petugas keamanan yang berkeliling mengamankan orang yang nekat berkumpul ria.

"Kan saya hanya jualan, Pak. Mereka saja yang tidak mau membungkus makanan jualan saya. Ngomong-ngomong nih, Pak, tuan corona itu datangnya jam berapa saja, sih? Dan kapan pulangnya? Biar saja hajar dia dengan jurus andalan saya," jawab Udin dengan rasa percaya dirinya yang tinggi. Udin merupakan pedagang makanan di ibu kota. Ia baru datang ke Jakarta beberapa hari ini. Dan ia sama sekali tidak tahu apa itu Corona.

***

Udin berasal dari sebuah kabupaten yang terletak di pelosok negeri, tanpa sinyal dan tanpa listrik. Sebenarnya ada listrik di kabupaten tempat ia tinggal namun karena rumahnya jauh dari perkampungan warga, jadi listrik tidak bisa menjangkau rumah kecilnya di tengah hutan.

Sehari-hari Udin hanya berburu di hutan. Ia hidup sederhana. Semua kebutuhannya bisa didapat langsung dari sana. Kadang ia juga menjual hasil buruannya ke pasar di kabupaten.

Tibalah hari di mana Udin yang hidup sebatang kara diajak merantau ke Jakarta oleh kakaknya. Kakaknya sudah lebih dulu merantau dan memiliki rumah sederhana di pusat Jakarta. Hanya saja ia sedang sakit, dirawat di sebuah rumah sakit di sana. Kakaknya tidak tahu harus membayar perawatannya dengan apa jika tidak berjualan.

Akhirnya kakaknya itu menyuruh Udin datang ke Jakarta. Kakaknya memiliki usaha gerobak nasi goreng. Kakaknya benar-benar minta tolong kepada Udin agar menggantikannya sementara waktu.

Udin tidak tahu apa-apa soal corona. Bagaimana ia bisa tahu corona, ia saja hidup di pedalaman. Ia juga belum bisa lancar menggunakan bahasa Indonesia. Kesehariannya selalu memakai bahasa daerah. Ia juga tidak bisa baca dan tulis. Mana ada TV di rumah tanpa listriknya. Sempurna sudah.

Akhirnya Udin pun berangkat ke Jakarta, sebuah tempat zona merah karena banyak warga yang positif corona berasal dari sana. Aneh memang, di saat semua orang memilih mudik ke kampung halamannya, Udin malah memilih merantau ke Jakarta.

Udin menaiki sebuah kapal lalu disambung bis dan mobil pribadi. Di Jawa, tepatnya di Karawang, Udin memiliki saudara sepupu. Di sanalah ia meminta diantarkan oleh saudara sepupunya itu ke rumah kakaknya. Apalagi banyak bis yang hanya berhenti sampai Karawang.

Udin yang masih buta soal corona malah dijahili oleh saudara sepupunya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun