Bukan Donald Trump namanya jika belum membuat sensasi. Trump kerap kali membuat pernyataan yang tak pernah terduga-duga sebelumnya. Trump juga sering melemparkan kekesalannya secara terang-terangan lewat Twitter dan media lainnya.Â
Tidak seperti tipikal orang Indonesia pada umumnya yang sering menutupi kekesalan karena takut tidak mengenakkan orang lain, orang Amerika cenderung sangat jujur dalam mengungkapkan kekesalannya meskipun dengan umpatan kata-kata kasar.
Trump merupakan representasi orang Amerika maka tak heran jika ia kerap kali mengungkapkan kekesalannya itu seperti yang terjadi baru-baru ini.
Kekesalan Trump pertama adalah ketika Trump menganti nama virus Covid-19 menjadi Virus China. Dasar kekesalan ini sangat sederhana yakni virus Covid-19 bermula dari China.Â
Amerika Serikat yang masih agak panas-panasnya perang dagang dengan China beberapa tahun ini semakin meruncing dengan pernyataan Trump terkait sebutan Virus China. Sementara Mike Pompeo, Menlu AS, menyebutnya sangat spesifik "Virus Wuhan".
Kekesalan Trump tak berhenti sampai di situ. Kali ini tak hanya China yang menjadi sasaran tapi juga WHO. Trump menganggap WHO terlalu China centric padahal menurut Trump, dana-dana WHO berasal dari Amerika Serikat. Trump juga bersyukur telah mengabaikan imbauan WHO untuk tetap membuka perbatasannya dengan China di awal-awal virus ini mulai merajalela.
WHO benar-benar gagal, sebagian besar kebutuhan WHO didanai oleh Amerika Serikat, namun justru sangat berpihak kepada China. Kami akan mengawasinya. Untungnya saya menolak saran mereka (WHO) supaya perbatasan kami tetap terbuka bagi China sejak awal. Mengapa WHO memberi kami rekomendasi yang salah?
Lagi-lagi China dibawa di sini. Tapi Trump tidak sepenuhnya salah. Pada 31 Januari 2020, WHO tetap menyarankan negara-negara di dunia membuka gerbang perbatasannya bagi China meski ada wabah Corona dari sana. Akibatnya persebaran virus sampai kemana-mana.
Harusnya WHO mengkaji lebih dalam akan rekomendasi tersebut. Sekarang dunia sudah mulai tersadarkan untuk membatasi dan menutup pintu bagi China (bahkan negara-negara lainnya) sementara waktu karena bagaimanapun juga virus ini berasal dari China.Â
Coba per 31 Januari 2020, negara-negara sangat ketat terhadap epidemi Covid-19 dari China ini sehingga tidak menyebar ke mana-mana. Dan epidemi tidak berubah menjadi pandemi global.
WHO juga plin-plan soal masker. Sebelumnya orang sakit saja yang diimbau memakai masker sekarang ketika masker sudah mulai sangat langka semua orang wajib memakai masker atas saran dari WHO.
Sekarang, WHO mulai ketar-ketir. Pasalnya sumber pendanaannya akan ditahan oleh Amerika Serikat karena WHO dinilai gagal. Langkah ini juga disebabkan oleh terus meningkatnya kasus kematian di AS. Bahkan kasus positif Covid-19 di AS merupakan yang terbanyak di dunia. AS ketar-ketir apalagi WHO.Â
Lalu apa benar WHO tidak menjalankan tugasnya dengan baik?
Masalah baik atau tidaknya, kita tidak bisa menilai dengan subjektif karena di saat kondisi dunia yang tidak stabil ini memang sangat sulit untuk melakukan yang terbaik. Kasus mereka yang positif Covid-19 ini sudah menyentuh angka jutaan, apa WHO itu pahlawan super yang bisa menolak takdir ini?
WHO pun belum pernah meraskan seriusnya sebuah persebaran virus sebelumnya. Setelah mengumumkan Covid-19 sebagai pandemi, pekerjaan rumah WHO semakin besar.Â
Sementara WHO pun berpusat di Swiss bukan di China (asal mula Covid-19). Beberapa langkah WHO dalam mengupdate jumlah korban patut diapresiasi terlepas dari soal plin-plannya WHO.
Saya yakin setiap negara juga masih sedikit bergantung kepada WHO terkait berbagai informasi valid yang perlu disebarluaskan kepada warga negaranya.Â
Lalu apa Amerika Serikat mau menjadi pahlawan super atas bencana ini? Saya rasa juga Amerika Serikat lebih peduli warga negaranya sendiri sementara WHO peduli seluruh negara karena memang tugasnya seperti itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H