Lagi pula selain menghalangi lalu-lalang orang yang lewat di pinggir jalan, sholat di pinggir jalan juga rawan akan najis seperti kotoran atau air kencing hewan sehingga bisa-bisa sholatnya menjadi batal.Â
Rupa-rupanya social experiment ini dilakukan oleh si content creator sebagai upayah dakwah atau mengenalkan Islam ke khalayak ramai sebagaimana argumen mereka di sosial media miliknya.Â
Kalau begitu alasannya, kenapa mereka mengumpulkan pundi-pundi dolar lewat video dakwah yang diaktifkan monetisasinya tersebut? Itu sama saja dengan menjual agama hanya untuk uang. Dan jika demikian adanya maka itu adalah perbuatan dosa. Kecuali jika akun mereka tidak dimonetisasi, baru mungkin orang akan percaya bahwa mereka murni berdakwah, bukan mencari uang lewat adsense.
Terakhir, semuanya kembali ke niat awal si content creator. Setiap perbuatan dihitung pahala atau dosa berdasarkan niatnya. Jika si content creator murni berniat berdakwah maka ia tentu akan mendapat pahala (uang iklan sebagai nomer kesekian) sementara sebaliknya jika uanglah tujuan mereka maka tentu saja dosa dan sanksi sosial yang akan mereka dapatkan. Tapi siapa yang bisa membaca niat seseorang selain mereka sendiri dan Tuhan Yang Maha Kuasa?
Saya sebagai penonton setia Daud Kim mencoba berpikir positif namun yah kok sulit? Apa karena makin ke sini makin terlihat bahwa kontennya selalu mengumbar-umbar kegiatannya ketika sedang beribadah?Â
Beribadah adalah urusan manusia dengan Tuhan bukan manusia kepada manusia. Meski begitu saya masih mendukung konten lainnya yang tidak berhubungan langsung antara Tuhan dan hamba-Nya seperti informasi makanan halal, wisata halal dan kehidupan sosial di Korsel. Pun berlaku kepada youtuber-youtuber lainnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H