Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... Penulis - M Musa Hasyim

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita di Balik Toga

18 Januari 2018   15:49 Diperbarui: 18 Januari 2018   19:29 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: http://www.kebudayaanindonesia.com/2016/05/fakta-menarik-dibalik-atribut-wisuda.html

Hari Wisuda

Taman rindang sebuah kampus negeri di Jakarta menjadi saksi dari hari penuh sejarah bagi Maesarah. Ratusan wisudawan dan wisudawati memasang senyum gembira sambil berfoto ria karena perjuangan beberapa tahun di bangku perkuliahan akhirnya bisa terselesaikan. 

Berbeda dengan Maesarah. Landmark fakultas seperti runtuh dan meruntuhkan segenap hati Maesarah. Maesarah tidak percaya semuanya akan terjadi seperti ini. Maesarah hanya diam seribu bahasa sambil melihat toga itu. Toga itu seperti macan yang hendak menerkam kepalanya. Panggilan dari teman-temannya tidak terdengar di telinga Maesarah. Beberapa teman mendekati Maesarah namun selanjutnya ia tidak tahu karena dunia baginya hitam dan seketika itu ia tak sadarkan diri. Bahkan Maesarah berharap malaikat maut menjemputnya.

Sebelum Hari Wisuda

Senja itu diiringi suara klakson mobil dan motor yang terjebak kemacetan menjadi sahabat baginya sepulang kuliah. Para pengemudi motor dan mobil ingin segera berjumpa dengan keluarganya setelah seharian bekerja atau menimba ilmu di ibukota. Dia Maesarah, mahasiswi jurusan Teknik Informatika itu segera meninggalkan ruang sidang skripsi. 

Maesarah tidak buru-buru karena ingin berjumpa dengan keluarganya di rumah karena dia tahu rumahnya sangat jauh yakni di ujung pulau sumatera sana. Siapa yang hendak ditemuinya sepulang kuliah selain dua teman kosannya yang juga sama-sama mahasiswi perantauan dari sumatera meski beda kota. 

Namun berita mengenai kelulusannya harus sesegera mungkin ia kabarkan untuk keluarganya via telepon. Baginya mendengarkan suara klakson bagaikan irama hatinya betapa ia merindukan keluarganya di ujung sumatera sana. Dan inilah saatnya bukan lagi mendengarkan suara klakson tapi suara harmoni dari keluarganya sebagai pengobat rasa rindu.

Maesarah belum pernah pulang kampung selama ia kuliah, sekarang ia sudah hampir wisuda. Baginya kuliah adalah investasi masa depan baginya. Bagaimana tidak ayah dan ibu Maesarah hanya seorang buruh tani lulusan SMP. Kuliah adalah jembatan baginya untuk mengubah nasib keluarganya apalagi Maesarah adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Maesarah ingin adik-adiknya bisa melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya dan membanggakan kedua orangtuanya. 

Maesarah ingin membangun rumah yang mewah untuk keluarganya kelak karena rumah yang ditempati keluarga Maesarah sering kebocoran jika hujan dan hanya berpagar bambu. Ironis memang. Kuliahpun Maesarah mendapatkan beasiswa dari pemerintah setempat sehigga mampu meringankan beban orangtuanya. Selain mengandalkan uang beasiswa, Maesarah juga mengajar dan bekerja untuk mendapatkan uang tambahan lalu uang itu bukan untuk dirinya melainkan untuk keluarganya di rumah.

"Hallo! Assalamualaikum, Mak?" tanya Maesarah via telepon begitu sesampainya di kosan tercinta.

"Mak, Maesarah lulus dengan predikat cum laude! Bulan depan Maesarah wisuda. Emak, bapak dan adik-adik datang ya, sudah Maesarah belikan tiket pesawat pulang pergi buat kalian," lanjut Maesarah penuh kegirangan sementara emaknya diam membisu seperti ada hal yang tidak biasa sedang terjadi.

"Emak, ada apa? Bagaimana kabar, Mak dan keluarga?"

"Baik, Nak! Sudah ya emak mau masak dulu takut gosong masakan emak. Emak bangga kok sama Kamu, Nak. Nanti emak kabarin lagi. Jaga kesehatan ya, Nak!"

"Oh begitu, ya sudah, Mak! Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

***

Sudah dua minggu lamanya Maesarah tidak menghubungi keluarganya di rumah. Hal ini dikarenakan Maesarah sangat sibuk mengurusi administrasi wisuda. Di saat itu ada kiriman paket datang. Entah dari siapa karena nama pengirim tidak tertulis di bagian depan.

"Tidak mungkin keluarga di rumah yang mengirim paket ini," pikir Maesarah namun dugaan Maesarah keliru ketika melihat isi dalam paket yang tertulis dengan tinta merah kalau paket itu berasal dari ayahnya. Toga berwarna hitam pekat.

"Mana mungkin Bapak mengirimkan toga, toga dan baju wisudakan sudah disediakan di kampusku," pikir Maesarah lagi namun ia masa bodoh yang terpenting ternyata selama ini ayahnya peduli kepadanya sampai-sampai mengirimkan toga kepadanya di saat keadaan ekonomi rumah yang sedang memburuk.

***

Malam hari sebelum hari wisuda datang, Ibu Maesarah menelponnya. Awalnya pembicaraan hanya sebatas konfirmasi dari ibunya bahwa ia dan keluarganya sudah siap-siap menuju Jakarta naik pesawat menghadiri acara wisuda akbar. Namun malam itu pembicaraan semakin melebar hingga rencana Maesarah untuk kuliah master ke luar negeri sempat pupus ketika ibunya menasehatinya agar tidak usah melanjutkan pendidikan ke luar negeri. 

Ibunya hanya ingin Maesarah cepat-cepat kembali ke kampung halamannya dan mengabdi sepenuhnya bagi tanah kelahirannya. Maesarah bersikukuh keras bahwa ia tidak ingin mengabdi di kampung halamannya yang isinya orang-orang yang suka mengejek dan menghina keluarganya karena miskin. Menurutnya Maesarah hanya ingin menjadi orang kaya yang bisa membangun rumah mewah untuk keluarganya dan menyekolahkan adik-adiknya sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Bukankah sekarang masyarakat di kampung halamannya hanya melihat seseorang dari sisi materinya saja. Ibunya tetap bersikukuh keras agar Maesarah cepat-cepat untuk mengabdi.

Akhirnya terjadilah pertengkaran mulut via telepon di antara keduanya. Ini adalah kali pertama Maesarah berkata kasar pada ibunya bahkan Maesarah mengatakan kalau ibunya tidak tahu apa-apa arti ilmu dan perjuangan sehingga ibunya hanya berijazah SMP. 

Maesarah hanya bisa mendengar suara tangisan ibunya lalu ibunya hanya bilang pasrah dan menyerahkan keputusan pada anaknya. Ada yang aneh memang, kenapa ibunya ingin cepat-cepat dirinya pulang kampung, apa karena ibunya sudah lama sekali tidak berjumpa Maesarah, memang Maesarah tidak pernah sama sekali pulang ke kampung halamannya semenjak ia kuliah, di sisi lain karena biaya pesawat yang tidak murah tapi juga kesibukan dirinya mengikuti organisasi ini itu dan kesibukan mengajar serta bekerja sehingga ibunya rindu setengah mati pada dirinya dan tidak ingin jauh-jauh darinya.

Hari Wisuda

Maesarah berdandan sangat cantik setibanya di Auditorium utama kampus dengan memakai baju wisuda dan toga yang dikirimkan oleh ayahnya. Maesarah tidak bersedih lagi. Ia bahkan sudah menyiapkan kata-kata maaf untuk ibunya karena semalaman ia bertengkar dengan ibunya. Namun ada yang aneh karena ibunya dan keluarganya belum tiba juga di Bandara Soekarno-Hatta. Seharusnya mereka sudah tiba subuh tadi. Berkali-kali ia menelpon mereka namun anehnya telepon mereka tidak aktif. Rasa cemas menghantui Maesarah. Ia mencoba baca berita pagi ini melalui smartphonenya karena baca berita merupakan hobi Maesarah setiap pagi.

"TERJADI KECELAKAAN PESAWAT LOYAL AIR DENGAN NOMER PENERBANGAN 944 RUTE ACEH-JAKARTA SETELAH SEBELUMNYA HILANG KONTAK DI PERAIRAN SUMATERA. SETELAH DILAKUKAN PENCARIAN TERNYATA PESAWAT LOYAL AIR TENGGELAM SAMPAI SAAT INI TIDAK DITEMUKAN KORBAN YANG SELAMAT."

Seketika smartphonenya jatuh dan air mata menghapus make upnya. Maesarah hanya diam seribu bahasa sambil melihat toga itu. Toga itu seperti macan yang hendak menerkam kepalanya. Panggilan dari teman-temannya tidak terdengar di telinga Maesarah. Beberapa teman mendekati Maesarah namun selanjutnya ia tidak tahu karena dunia baginya hitam dan seketika itu ia tak sadarkan diri. Bahkan Maesarah berharap malaikat maut menjemputnya. Namun Tuhan berkehendak lain dan membiarkan Maesarah hidup sebatang kara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun