Pikirannya berkecamuk. Mike bingung, mau mengabaikannya seolah-olah tak mendengarnya, atau ia dengan cepat mendorong tombol merah dan menggesernya ke atas untuk menolak panggilan.
Tidak. Aku tidak boleh menolak panggilan ini. Aku biarkan saja berdering - nadanya kubiarkan memecah keheningan kamar kostku, batinnya.
Mike membiarkan handphonenya berdering di atas meja sampai panggilannya berhenti sendiri. Ia berjalan menuju kamar mandi lagi, mengambil handuk yang ia gantung di depan pintu kamar mandi semalam.
Ia sendiri bingung dengan sikapnya yang tiba-tiba ingin mandi padahal hari ini ia tidak kemana-mana. Mike berencana mempelajari ulang ilmu-ilmu kuliah yang telah ia dapatkan.
Handphone berdering lagi ketika ia sedang mandi. Persetan. Mike membiarkannya. Toh ia sedang mandi. Palingan Mega lagi yang menelpon, gumamnya dalam hati. Mike dengan cepat menyelesaikan mandiku. Tapi ia sendiri masih bingung dengan apa yang ia lakukan. Pokoknya mandi saja.
Pikirannya  tiba - tiba tertuju pada Mega lagi.
Mungkin saja Mega menelpon memintanya menemuinya. Ahh, apa-apaan. Tidak mungkin. Mike mulai bergulat dengan pikirannya sendiri. Ini kan masih liburan. Ada perlu apa mau ketemuan ? Tapi tunggu, puisi itu. Ya, dia pasti tahu Mike sudah membaca puisi yang mewakili isi hatinya itu. Apakah dia menelpon hanya untuk menanyakan kenapa Mike tak membalasnya ?
*****
Mike sudah rapi - mengenakan kaos oblong berwarna hitam, celana pendek yang panjang hanya sampai lutut; warnanya hitam juga.
Tiba-tiba handphone berdering lagi. Mike melotot berusaha membaca tulisan di layar handphone.
"Ibu,,," teriaknya pelan lalu dengan cepat meraih handphone, menggeser tombol hijau menjawab panggilan dari Ibunya.
"Hallo, Bu, " Mike dengan segera menyapa Ibunya di seberang dan terdengar suara wanita setengah tua itu. Suaranya berat dan putus-putus, mungkin pengaruh signal di kampungnya yang masih belum sebagus daerah lainnya.
"Hallo, nak," suara ibu dari seberang terdengar berat - agak kurang jelas tetapi Mike berusaha mendengarnya dengan baik.