Jakarta keras. Tak kerja maka tak makan."
*
*
*
Mike sama seperti kebanyakan orang lainnya yang memilih Jakarta sebagai tempat untuk merantau. Tujuan datang ke Jakarta pun mungkin sama seperti kebanyakan orang - untuk kuliah, juga untuk bekerja.
Ketika menginjakan kaki pertama di Jakarta - kota yang tak pernah tidur - Mike masih seperti orang yang baru pertama kali merantau padahal ia pernah meninggalkan kampung halamannya dan pergi merantau ke Jayapura, di Tanah Papua.
Mike pernah merantau ke tanah Papua, di Jayapura. Sejak menyelesaikan pendidikannya di bangku SMA, Mike memutuskan pergi ke sana menerima tawaran dari salah satu sepupunya yang sudah lebih dahulu merantau dan bekerja disana.
Ia masuk kerja mengikuti saudaranya yang adalah seorang operator alat berat di sebuah perusahaan kontraktor, PT. Agung Mulia Iriana. Hari-harinya ia habiskan dengan bekerja, keluar masuk hutan mengerjakan jalan penghubung Trans Papua dari Kabupaten Abepura hingga Kabupaten Keerom.Itulah sebabnya ia merasakan hal yang baru ketika tiba di Jakarta.
Beruntungnya Mike adalah orang yang cepat bergaul sehingga ia betah dan memiliki banyak teman yang adalah putra asli tanah Papua.
Hampir dua tahun Mike mengabdikan dirinya bekerja disana, hingga suatu ketika terpapar penyakit malaria yang menyebabkan Mike dirawat di rumah sakit selama satu mimggu lebih.
"Kalau kamu tidak segera angkat kaki, kamu akan mati disini. Malaria disini ganas," kata salah seorang rekan kerjanya waktu itu sehingga ia memutuskan meninggalkan Papua dan pindah merantau ke Jakarta.
Mike kebingungan pasalnya Jakarta benar-benar baru baginya. Simpangnya banyak. Sedikit saja ruas jalan yang dilewati dua jalur kendaraan sekaligus. Semua masing-masing arah. Ada jalan seperti jalan tingkat - ada kendaraan yang berjalan di bawah, ada kendaraan yang berjalan di atas.
Bangunannya serba tinggi. Kotanya indah apabila kita melihatnya di malam hari. Semua itu benar-benar menakjubkan bagi anak kampung sepertinya.
Hal yang paling tak ia sukai ialah ketika melihat pemandangan banjir di kota ini. Air tergenang di mana-mana. Banyak kendaraan yang terganggu perjalanannya bahkan sampai hanyut terbawa air. Rumah-rumah warga digenangi air, tak sedikit pula yang sampai  rubuh diterpa banjir.
Pemandangan ini terkadang membuatnya berpikir bahwa lebih baik ia kembali ke kampung saja. Disana banjir mengalir di kali yang memang hanya bisa dialiri air saat hujan. Banjir tidak menerobos masuk ke rumah-rumah tanpa permisi. Banjir tidak menyeberangi jalanan dan mengganggu perjalanan. Disana pokoknya aman dari banjir.
Dan hal yang paling menyenangkan ialah disini banyak sekali perkumpulan-perkumpulan orang-orang satu daerah. Mereka membentuk kelompok arisan, komunitas bahkan organisasi kedaerahan. Disinilah keinginannya untuk melanjutkan kuliah muncul.
Mike menemukan banyak sekali teman-teman yang satu daerah dengannya. Mereka ada yang bekerja, ada yang bekerja sambil kuliah dan ada yang hanya kuliah saja dengan biaya dari orang tua.
Mike mendapatkan semangat dari mereka ketika ia melihat mereka begitu semangat dan pandai memanage waktu mereka untuk pergi ke tempat kerja untuk bekerja dan pergi ke kampus untuk kuliah.
Ada juga yang sempat mengatakan padanya bahwa Jakarta ini keras. Tak kerja maka tak makan. Tak sekolah maka tetap bodoh. Lalu ia pun memutuskan untuk bekerja sambil kuliah.
Berkat bantuan salah seorang kenalannya, Mike mendapat sebuah kesempatan untuk mengikuti pelatihan bersertifikat Gada Pratama - penyalur tenaga satuan pengaman atau security.
Mike kemudian mecoba melamar kerja pada sebuah hotel bintang lima sebagai seorang security dan ia diterima berkat sertifikat Gada Pratama yang ia miliki.
Merlynn Park Hotel, menjadi tempat ia berlabuh mencari rezeki untuk bertahan hidup di Jakarta dan juga upah dari kerjanya ia pergunakan untuk membiayai kuliahnya.
Merlynn Park Hotel terletak di Jalan KH. Hasyim Azhari daerah Jakarta Pusat. Bandara terdekatnya ialah Halim Perdana Kusuma, hanya 14Â km. Tapi tentu saja itu tidak menjamin cepat atau lambatnya orang akan sampai ke Merllyn Park Hotel karena kondisi Jakarta yang tidak bisa dihindarkan dari kemacetan.
Jarak hotel tempat Mike bekerja pun tidaklah terlalu jauh dengan kost, tempat berlindung Mike di Jakarta. Hanya butuh beberapa menit saja dengan mengendarai sepeda motor.
Mike mendiami sebuah kost yang berada di daerah Salemba Bluntas, Jakarta Pusat. Tentu saja ia mencari kostan yang harganya bisa ia jangkau dengan hasil kerjanya sendiri. Ia tidak mengharapkan kiriman dari orang tuanya. Apalagi ibunya hanya sendiri di kampung, ayahnya telah meninggal dunia.
Kostnya berada di antara beberapa kost lain. Kiri dan kanan kostnya, masih banyak kamar kosong. Total deretan kost tempat ia tinggal sekitar sepuluh kamar kost, enam kamar telah terisi, hanya tersisa empat kamar yang belum diisi.
Ada pintu gerbang sebelum memasuki area kostan. Pemilik kost tidak tinggal disitu, mereka memiliki tempat tinggal yang juga tak jauh dari kost tempat Mike tinggal.
Setiap awal bulan, para penghuni kost termasuk Mike membayar kost via trasnfer ke rekening pemilik kost. Namun ada beberapa juga yang langsung bertemu pemilik kost bila ada uang cash di tangan.
Mike memberitahu ibunya - yang ia punya hanya ibu - bahwa ia ingin bekerja sambil kuliah. Ibunya mendukungnya. Asalkan Mike harus pandai membagi waktu untuk bekerja dan juga untuk kuliah. Itu saja pesan dari ibunya.
Sembari menunggu pendaftaran masuk dibuka, ia mulai mengumpulkan uang hasil kerjanya untuk uang pendaftaran. Mike mulai mengurangi kebiasaan merokoknya.
Kegiatan rutin setiap malam Minggunya - pergi ke warung kopi sekedar menumpang sambungan wifi dan juga agar lebih mendapaatkan suasana yang nyaman untuk bisa merangkai puisi pun ia kurangin.
Pokoknya semua kegiatan yang mengeluarkan biaya ia kurangin. Mike memilih berdiam diri di kamar, mendengar musik dan menulis.
Mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi daerahnyapun ia kurangin jika tidak terlalu penting baginya.
Mike benar-benar berniat mengubah semua kebiasaannya hanya demi kuliahnya.
Dukungan dari Ibu-lah, salah satu alasannya untuk mengambil langkah ini. Dan ia pastikan semua demi kebahagiaan Ibu.
"Aku yakin, suatu saat nanti jika sudah tiba waktunya Ibu akan datang ke kota ini untuk mendampingiku di wisudaku nanti," batinnya.
Mike sungguh menyayangi ibunya yang ia tinggalkan sendirian di kampung.
"Tuhan, semoga langkahku ini tepat dan jika waktunya tiba nanti, aku ingin Ibu tersenyum bahagia datang ke kota ini".
Mike menulis kalimat ini pada secarik kertas lalu ia letakkan pada pojok doa di kamarnya - Â ini tak pernah ia lewatkan ketika ia ingin meminta sesuatu pada Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H