Mohon tunggu...
Penaku
Penaku Mohon Tunggu... Mahasiswa - Anak-anak Pelosok Negeri

Menulis adalah Bekerja untuk keabadian. Awas namamu akan abadi dalam tulisannya

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tentang Diri Ini

5 Juli 2022   17:21 Diperbarui: 5 Juli 2022   17:40 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetapi semua itu raib, lagi abstrak, Tuhan sedang sengaja untuk mengukur indikator manusia siapa yang betul-betul mau bersungguh-sungguh. 

Diri ini berangkat dari rumah pedesaan yang masih ada sedikit sopan santunnya dari pada yang ada di kota. Tapi jauh sebelum itu tubuh ini dengan tertatih-tatih belajar merangkak atau meringis kesakitan saat terjatuh. Untungnya ada manusia rahim yang ditiupkan perasaan kasih dan sayang dari Tuhan kepadanya. Siapa kalau bukan ibu. 

Lingkungan pedesaan yang masih asri, dominan hijau, masih bisa mendengarkan simfoni semesta pada pagi, siang, sore, malam pun seterusnya. 

Kebahagiaan bercokol dalam sanubari pada pedesaan yang adalah diri ini tumbuh dan berkembang disana. Sekarang mengenang bahkan mengucurkan air mata, tetapi barangkali, dua dekade menghembuskan nafas di dunia ini masih sangat merindukan masa-masa belum mengenal cinta. 

Satu hal yang pasti bahwa ternyata menjadi dewasa kejam ternyata. Sikap Lugu di desa, dibawah kemasyarakatan urban, jadi lagu-lagu pinggiran keserakahan. 

Kalau seperti ini barangkali terlalu cepat diri untuk menjadi dewasa atau manusia yang berlumuran dosa ini belum siap dengan hiruk pikuk kehidupan, semua hanya bayang-bayang fatamorgana. 

Bagaimana tidak mengejar sesuatu yang tidak pasti kata manusia-manusia yang sok suci itu, menyerahkan diri selalu kepada-Nya, sedangkan amplop sudah dikantonginya, menjual ayat-ayat Tuhan dengan murah dan sembarangan. Lalu kemudian suka menyesat-sesatkan orang dengan justifikasinya. Barangkali ini hanyalah prasangka buruk tapi semoga tidak sampai kebetulan. 

Bingung sendiri jadinya, ada banyak jalan yang mesti ditempuh, bercabang pula. Mana dulu yang diprioritaskan atau mana yang tidak perlu diikuti? Ah, semua tujuannya sama tapi jalan yang ditempuh beda-beda. 

Bukankah nash Nabi dalam ucapannya bahwa satu golongan yang akan selamat dari puluhan kelompok yang terjatuh dalam kesengsaraan, masing-masing mengaku golongan itu tapi neraka adalah diluar dari pada yang selamat itu. 

Bukankah ini rumit untuk dijelaskan dan hakikat kebenaran yang bagaimana yang mesti diikuti? Lah, manusia memang suka bertanya-tanya. 

Apapun jadinya, esensi kebenaran akan datang dan diketahui mana yang berada dalam jalan yang lurus, Tuhan Tunjukilah kami jalan yang lurus yang telah Engkau Ridhoi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun