Bulan suci Ramadhan menjadi salah satu pendongkrak semangat kaum muslim untuk beribadah, banyak sekali amalan-amalan yang disunnahkan saat bulan suci Ramadhan, salah satunya mengaji.
Nah, apa yang dimaksud mengaji disini?
Hampir di setiap pesantren yang ada di Indonesia memiliki kebiasaan mengadakan pesantren kilat atau ngaji kilatan yang dilaksanakan setiap bulan suci Ramadhan. Beda pesantren beda pula kegiatan ngaji kilatannya.
Bagi yang belum tahu, ngaji kilatan adalah mengkaji kitab-kitab turats ataupun kitab-kitab kontemporer selama bulan ramadhan yang didalamnya mengandung ilmu keagamaan, baik itu syariat, hakikat, tasawwuf, dan yang lain. Dalam satu hari ada beberapa kitab kuning yang dikaji.
Metode mengajinya adalah seorang kyai/ulama' membacakan kitab kuning, lalu para santri mendengarkan sembari "maknani" atau mengartikan kitab kuning tersebut, dalam Bahasa pesantren metode ini bernama "ngaji bandongan".
Biasanya kegiatan ngaji kilatan didominasi dengan ngaji kitab, dimulai setelah subuh hingga setelah tarawih. Setiap pesantren memiliki jadwalnya  masing-masing.Â
Nah, kebiasaan ini menimbulkan banyak pertanyaan seperti, apakah ngaji kitab dihukumi sama dengan ngaji al-qur'an? Lebih utama yang mana?
Yang perlu diperhatikan disini ngaji kitab kuning dapat diklasifikasikan sebagai sarana menuntut ilmu agama, karena didalamnya mengandung banyak sekali pembelajaran mengenai keagamaan islam.
Menuntut ilmu adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim, dijelaskan dalam Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu majah yang artinya: "menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim".
Setiap orang yang menuntut ilmu dihukumi sedang jihad dijalan Allah SWT. Dan setiap yang berjihad dihukumi ibadah.
Sedangkan membaca Al-qur'an juga dihukumi ibadah yang bersifat wajib, sehingga keduanya tidak bisa dibandingkan, karena dua-duanya adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan dan mengandung pahala.
Berbeda lagi ketika pertanyaannya diubah menjadi "lebih utama menuntut ilmu atau ibadah sunnah?"
Jelas yang lebih utama ketika dua-duanya mampu dijalankan. Akan tetapi bagaimana jika memang benar-benar tidak memiliki waktu? Mana yang lebih utama?
Dalam Majmu' karya Imam An-nawawi terdapat hadist yang diriwayatkan oleh Imam ibn majah yang artinya: "satu orang faqih lebih ditakuti setan ketimbang seribu ahli ibadah"
Dari hadist tersebut Imam An-nawawi menyimpulkan bahwa menuntut ilmu lebih utama ketimbang ibadah sunnah. Dalil lain yang menguatkan ditinjau dari segi kemanfaatannya, ilmu bisa bermanfaat terhadap orang banyak baik pemiliknya ataupun orang lain, sedangkan ibadah sunnah hanya bermanfaat bagi yang menjalankan saja.
Dalil ini juga yang menjadi alasan mengapa kebanyakan pondok pesantren lebih memfokuskan santrinya untuk ngaji kitab kuning dari pada beribadah sunnah saat bulan suci Ramadhan.
Akan tetapi pondok pesantren tidak serta merta meninggalkan perkara-perkara sunnah saat bulan Ramadhan, mereka juga tetap melaksanakan ibadah yang bersifat sunnah seperti sholat malam, sholat dhuha, dan yang lain sebagainya.
Secara keseluruhan kegiatan pesantren saat Ramadhan sudah dimulai sebelum sahur, banyak santri yang sholat malam. Setelah sholat subuh, ngaji kitab baru dimulai, biasanya akan ada jeda antara waktu dhuha hingga waktu dzuhur untuk beristirahat ataupun melaksanakan sholat dhuha dan ibadah lainnya.
Ba'da dzuhur ngaji kitab kuning dilanjut hingga menjelang ashar, akan ada jeda waktu ashar dan dilanjut lagi setelah sholat ashar hingga menjelang maghrib. Setelah maghrib diisi lagi dengan ngaji kitab hingga isya'. Setelah tarawih tetap dilanjut dengan ngaji kitab kuning.
Para santri akan melakukan kegiatan lain disela-sela pengajian kitab, sehingga selain mendapat ilmu keagamaan santri juga dilatih untuk mampu mengatur waktunya dalam 24 jam.
Ngaji kilatan di pesantren termasuk tradisi yang perlu dijaga kelestariannya, karena seiring berkembangnya zaman makin banyak aliran yang berasal dari luar yang bersifat radikal mulai masuk di Indonesia.
Dengan melestarikan pengajian kilatan di pesantren yang mengkaji kitab turats yang berhaluan aswaja merupakan bentuk perlawanan terhadap ideologi-ideologi islam yang ekstrim dan pertahanan dalam menjaga sanad keilmuan yang turun temurun dari ulama salafussholih.
Terakhir, ngaji tidak selalu tentang Al-qur'an tetapi juga mengkaji keilmuan agama lewat kitab-kitab karya ulama salaf maupun khalaf. Kedua juga tidak bisa dibandingkan karena sama-sama sebuah kewajiban dan memiliki keutamaannya masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H