Mohon tunggu...
Musa Al Kadzim
Musa Al Kadzim Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa UIN Malang Jurusan Teknik Informatika

Penulis baru

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

AI dan Hak Cipta: Tantangan Hukum di Era Digital

4 September 2024   21:06 Diperbarui: 4 September 2024   21:07 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

AI dan Hak Cipta: Tantangan Hukum di Era Digital

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) telah mengubah banyak aspek kehidupan, termasuk di bidang hukum hak cipta. Artikel oleh Bagus Gede Ari Rama, Dewa Krisna Prasada, dan Kadek Julia Mahadewi dalam Jurnal Rechtens menyoroti urgensi pengaturan AI dalam konteks hukum hak cipta di Indonesia. 

Perkembangan AI yang pesat telah memungkinkan terciptanya karya-karya baru yang dihasilkan secara otomatis oleh sistem AI, seperti yang dilaporkan pada tahun 2023 oleh Google, di mana MusicLM, sebuah AI, dapat menciptakan musik berdasarkan pelatihan dari 280 ribu jam data musik. 

Dalam konteks global, hal ini memunculkan tantangan signifikan bagi regulasi hak cipta, mengingat bahwa hukum di banyak negara, termasuk Indonesia, belum mengakui AI sebagai subjek hukum. Sebagai contoh, meskipun Inggris melalui Copyright Act telah mengakui AI sebagai pencipta di bawah konsep "Work Made For Hire," Indonesia masih belum memiliki regulasi yang serupa. 

Dengan demikian, artikel ini menyoroti pentingnya adopsi regulasi yang lebih inklusif dan adaptif terhadap perkembangan AI, sehingga mampu mengakomodasi kebutuhan hukum yang semakin kompleks di era digital ini. Mengingat bahwa pasar AI global diperkirakan akan mencapai $190,61 miliar pada tahun 2025 (Statista, 2021), urgensi untuk memperbarui undang-undang yang ada menjadi semakin mendesak. Tanpa regulasi yang jelas, Indonesia berisiko tertinggal dalam pengelolaan hak cipta yang berhubungan dengan teknologi AI, yang pada akhirnya dapat menghambat inovasi dan pertumbuhan ekonomi berbasis teknologi.


***


Dalam artikel oleh Rama, Prasada, dan Mahadewi, dikemukakan bahwa regulasi hukum di Indonesia masih belum mengakui kecerdasan buatan (AI) sebagai subjek hukum, yang menjadi hambatan utama dalam perlindungan hak cipta untuk karya-karya yang dihasilkan oleh AI. 

Perkembangan AI yang begitu pesat membuat pengaturan hukum menjadi hal yang mendesak. Sebagai contoh, pada tahun 2022, Indonesia mencatat pertumbuhan 12% dalam penggunaan teknologi digital, termasuk AI, di berbagai sektor ekonomi (Badan Pusat Statistik, 2023). Pertumbuhan ini memperkuat urgensi bagi pembuat kebijakan untuk menyesuaikan regulasi yang ada dengan realitas teknologi yang sedang berkembang.


Lebih jauh, artikel ini juga menyoroti bahwa konsep "Work Made For Hire," yang diadopsi di Amerika Serikat dan Inggris, memberikan dasar yang kuat untuk mengakui AI sebagai pencipta dalam konteks hak cipta. Konsep ini memungkinkan AI untuk diakui sebagai entitas yang dapat menghasilkan karya, namun hak cipta tersebut tetap dipegang oleh individu atau perusahaan yang mengoperasikan AI.

Pengakuan ini memberikan jaminan hukum dan kepastian bagi pemilik hak cipta serta melindungi mereka dari potensi pelanggaran. Tanpa adopsi konsep seperti ini, Indonesia berisiko menghadapi kekosongan hukum yang dapat menyebabkan sengketa hukum berkepanjangan, seperti yang terjadi di Amerika Serikat, di mana AI bernama Stability Diffusion menghadapi gugatan karena menyalin miliaran gambar tanpa izin pemegang hak cipta (Kompas, 2023).


Selain itu, penting untuk dipahami bahwa AI tidak hanya menghasilkan karya seni atau musik, tetapi juga berperan dalam menciptakan konten digital lainnya yang memiliki nilai ekonomi signifikan. Misalnya, pada tahun 2021, sektor kreatif Indonesia menyumbang sekitar 7,38% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dengan nilai kontribusi mencapai Rp1.153,4 triliun (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2022). Dengan integrasi AI yang semakin dalam di sektor ini, potensi peningkatan kontribusi ekonomi sangat besar, namun hanya jika dilengkapi dengan kerangka hukum yang memadai.


Pada akhirnya, artikel ini menegaskan bahwa pengaturan AI dalam hukum hak cipta bukan hanya soal perlindungan terhadap karya-karya digital, tetapi juga merupakan upaya strategis untuk memastikan bahwa Indonesia dapat terus berinovasi dan bersaing di panggung global. Dengan memperkuat regulasi terkait AI, Indonesia dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan, sambil tetap menjaga keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam penciptaan karya.

***

Menghadapi era digital yang terus berkembang, Indonesia tidak dapat mengabaikan urgensi pengaturan kecerdasan buatan (AI) dalam hukum hak cipta. Artikel oleh Rama, Prasada, dan Mahadewi menggarisbawahi bahwa tanpa regulasi yang jelas dan komprehensif, Indonesia berisiko tertinggal dalam melindungi hak cipta di era di mana AI semakin mendominasi penciptaan karya. 

Pengakuan AI sebagai subjek hukum, melalui adopsi konsep seperti "Work Made For Hire," bukan hanya langkah untuk melindungi karya cipta, tetapi juga strategi untuk mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Mengingat potensi besar AI dalam meningkatkan kontribusi sektor kreatif terhadap PDB, pembuat kebijakan perlu segera merespons dengan pembaruan hukum yang relevan. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya akan mampu melindungi hak cipta, tetapi juga memperkuat posisinya sebagai pemain utama di kancah ekonomi digital global.

Referensi

Rama, B. G. A., Prasada, D. K., & Mahadewi, K. J. (2023). Urgensi pengaturan artificial intelligence (AI) dalam bidang hukum hak cipta di Indonesia. Jurnal Rechtens, 12(2).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun