Mohon tunggu...
Muslimah Peradaban
Muslimah Peradaban Mohon Tunggu... Jurnalis - Analisis

Pengamat dan Penganalisis isu dari sudut pandang Islam.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Liwa' Rayah, Panji dan Bendera Tauhid Warisan Rasululah SAW

18 Desember 2018   00:11 Diperbarui: 18 Desember 2018   01:02 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Reuni 212, yang di gelar di kawasan Monumen Nasional (Monas) dihiasi dengan bendera berwarna-warni bertuliskan kalimat tauhid. Tidak hanya bendera berwarna hitam dan putih. Cnn.Indonesia.com

 

Terkait bendera berwarna hitam dan putih yang bertuliskan kalimat Tauhid, hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw dan beliau adalah  uswah hasanah bagi umat Islam.

 

Allah SWT berfirman:

 

   

 

"Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah."

(QS. Al-Ahzab 33: Ayat 21)

 

Apa saja yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. wajib untuk diikuti oleh umat Islam. Sebaliknya umat Islam haram menyelisihi Beliau. Bendera (al-a'lam) termasuk perkara yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw, juga Khulafaur-Rasyidin sesudah beliau.

 

Al-Liwa' dan ar-Rayah adalah nama bendera dan panji Rasulullah Saw. Walaupun sama-sama disebut sebagai bendera (al-a'lam), keduanya memiliki karakteristik dan fungsi yang berbeda.

 

Al-Liwa' berwarna putih dengan tulisan khath berwarna hitam "La ilaha illalLah Muhammad RasululLah." Al-Liwa' disebut juga ar-rayah al-a'zhim (panji agung); berfungsi sebagai bendera negara atau simbol kedudukan pemimpin. Panji ini tidak dipegang kecuali oleh pemimpin tertinggi peperangan atau komandan brigade pasukan (amir jaisy), yakni Khalifah atau orang yang menerima mandat dari Khalifah sebagai simbol kedudukan komandan pasukan. Al-Liwa' menjadi pertanda posisi amir atau komandan pasukan tersebut.

 

Adapun ar-Rayah adalah panji berwarna hitam, dengan tulisan khath berwarna putih, " La ilaha illalLah Muhammad RasululLah. " Ukuran bendera ini lebih kecil daripada al-Liwa' ; digunakan sebagai panji jihad para pemimpin detasemen pasukan (satuan-satuan pasukan). Bendera ini tersebar sesuai dengan jumlah pemimpin detasemen dalam pasukan sehingga berjumlah lebih dari satu.

 

Banyak hadits yang menjelaskan tentang al-Liwa' dan ar-Rayah ini, diantaranya dari Ibn Abbas ra: Bendera (Liwa') Rasulullah Saw. berwarna putih dan panji (Rayah)-nya berwarna hitam (HR al-Hakim, al- Baghawi dan at- Thirmidzi).

Dari Ibn Abbas ra juga menyatakan: Panji (Rayah) Rasulullah Saw. berwarna hitam dan bendera (Liwa')-nya berwarna putih, tertulis padanya "La ilaha illalLah Muhammad RasululLah". (HR ath- Thabrani).

Dari Jabir bin Abdullah ra : Sungguh Nabi Saw. itu Liwa'-nya pada Hari Penaklukan Kota Makkah, berwarna putih. (HR Ibn Majah, al-Hakim dan Ibn Hibban).

Dari Hasan ra : Rayah Nabi Saw berwarna hitam disebut al-'Uqab. (HR Ibn Abi Syaibah).

 

Al-Liwa' dan ar-Rayah mempunyai fungsinya masing-masing, baik dalam kondisi perang maupun kondisi damai. Berdasarkan kajian terhadap berbagai peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw.dan para sahabat, dapat disimpulkan hukum-hukum syariah mengenai fungsi al-Liwa' dan ar-Rayah sebagai berikut :

 

Pertama, dalam kondisi perang. Al-Liwa' selalu menyertai panglima angkatan bersenjata (amir al-jaisy) dimanapun dia berada. Pada dasarnya al-Liwa' tidak dikibarkan, tetapi dibawa dalam keadaan terikat dengan tombak. Al-Liwa' dapat dikibarkan jika setelah ada kajian strategis mengenai keamanannya. Adapun ar-Rayah dibawa oleh komandan pertempuran (qa'id al- ma'rakah) di medan perang. Jika Khalifah turut terjun di medan perang, Khalifah juga boleh membawa al-Liwa'.

 

Kedua, dalam kondisi damai. Al-Liwa' menyertai para komandan pasukan (qa'id al-jaisy) dalam keadaan terikat dengan tombak (tidak dikibarkan). Namun, al-Liwa' boleh dikibarkan di markas-markas para komandan pasukan itu berada. Sementara ar-Rayah dikibarkan oleh masing-masing satuan pasukan, seperti batalion, kompi, dan sebagai nya. Setiap satuan itu dari segi administrasi boleh mempunyai rayah khusus yang dikibarkan di samping rayah yang standar.

 

Hukum-hukum syariah di atas adalah ketentuan penggunaan al-Liwa' dan ar-Rayah untuk pasukan perang. Adapun untuk lembaga-lembaga negara Khilafah, seperti Baitul Mal (Kas Negara), Majelis Umat, termasuk instansi-instansi militer, maka yang dikibarkan hanya ar-Rayah saja. Kecuali di Darul Khilafah (Kantor Kekhalifahan), yang dikibarkan adalah al-Liwa' mengingat Khalifah berkedudukan sebagai komandan pasukan (qa'id al-jaisy). Dari segi administrasi, boleh pula di Darul Khilafah itu dikibarkan ar-Rayah di samping al-Liwa' mengingat Darul Khilafah adalah instansi tertinggi dari lembaga-lembaga negara yang ada.

 

Adapun lembaga-lembaga swasta, termasuk masyarakat umum, boleh membawa dan mengibarkan ar-Rayah di kantor-kantor atau rumah-rumah mereka, khususnya pada momentum Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, atau pada saat pasukan Khilafah memperoleh kemenangan, dan pada momentum-momentum lainnya. (Ajhizah Daulah al-Khilafah (fi al-hukm wa al-idarah), hlm.175).

 

Al-Liwa' dan ar-Rayah adalah simbol persatuan umat Islam yang dicontohkan dan di wariskan oleh Rasulullah saw, sudah menjadi  kewajiban bagi umat Islam untuk hidup di bawah naungannya, di bawah bendera yang sama.

 

Wallahu 'alam bishowab.

 

Titin Kartini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun