Dari Hasan ra : Rayah Nabi Saw berwarna hitam disebut al-'Uqab. (HR Ibn Abi Syaibah).
Â
Al-Liwa' dan ar-Rayah mempunyai fungsinya masing-masing, baik dalam kondisi perang maupun kondisi damai. Berdasarkan kajian terhadap berbagai peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw.dan para sahabat, dapat disimpulkan hukum-hukum syariah mengenai fungsi al-Liwa' dan ar-Rayah sebagai berikut :
Â
Pertama, dalam kondisi perang. Al-Liwa' selalu menyertai panglima angkatan bersenjata (amir al-jaisy) dimanapun dia berada. Pada dasarnya al-Liwa' tidak dikibarkan, tetapi dibawa dalam keadaan terikat dengan tombak. Al-Liwa' dapat dikibarkan jika setelah ada kajian strategis mengenai keamanannya. Adapun ar-Rayah dibawa oleh komandan pertempuran (qa'id al- ma'rakah) di medan perang. Jika Khalifah turut terjun di medan perang, Khalifah juga boleh membawa al-Liwa'.
Â
Kedua, dalam kondisi damai. Al-Liwa' menyertai para komandan pasukan (qa'id al-jaisy) dalam keadaan terikat dengan tombak (tidak dikibarkan). Namun, al-Liwa' boleh dikibarkan di markas-markas para komandan pasukan itu berada. Sementara ar-Rayah dikibarkan oleh masing-masing satuan pasukan, seperti batalion, kompi, dan sebagai nya. Setiap satuan itu dari segi administrasi boleh mempunyai rayah khusus yang dikibarkan di samping rayah yang standar.
Â
Hukum-hukum syariah di atas adalah ketentuan penggunaan al-Liwa' dan ar-Rayah untuk pasukan perang. Adapun untuk lembaga-lembaga negara Khilafah, seperti Baitul Mal (Kas Negara), Majelis Umat, termasuk instansi-instansi militer, maka yang dikibarkan hanya ar-Rayah saja. Kecuali di Darul Khilafah (Kantor Kekhalifahan), yang dikibarkan adalah al-Liwa' mengingat Khalifah berkedudukan sebagai komandan pasukan (qa'id al-jaisy). Dari segi administrasi, boleh pula di Darul Khilafah itu dikibarkan ar-Rayah di samping al-Liwa' mengingat Darul Khilafah adalah instansi tertinggi dari lembaga-lembaga negara yang ada.
Â
Adapun lembaga-lembaga swasta, termasuk masyarakat umum, boleh membawa dan mengibarkan ar-Rayah di kantor-kantor atau rumah-rumah mereka, khususnya pada momentum Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, atau pada saat pasukan Khilafah memperoleh kemenangan, dan pada momentum-momentum lainnya. (Ajhizah Daulah al-Khilafah (fi al-hukm wa al-idarah), hlm.175).