Mohon tunggu...
Musyaffa M Sos
Musyaffa M Sos Mohon Tunggu... Dosen - When we should change, there is chance

We never die, couse always think and show writting....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mustofa Madda

30 Oktober 2020   11:15 Diperbarui: 6 November 2020   15:07 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Segala puji dan rasa syukur kepada Allah Swt, atas Kuasa-Nya mengizinkan kami untuk menjaga dan mendidik salah satu hamba ciptaan-Nya. Sholawat beriring salam tercurahkan kepada junjungan agung Nabi Muhammad Saw, keluarga dan para sahabat seluruhnya.

Terkabulnya harapan dan do'a dari berbagai pihak, merupakan akumulasi doa agar kami cepat diberi amanah berupa keturunan yang sholih/sholihah. Puncaknya, setelah setahun lebih tiga bulan dari pernikahan, maka Allah Swt tumbuhkan benih janin dalam kandungan Istri. Tepatnya,  dua tahun lebih seminggu usia pernikahan kami, lahir putra yang dinanti. 

Menelisik rekam medis dari otoritas terkait, bahwa sang bayi lahir diperkirakan pada akhir Oktober atau awal November 2020. Salah seorang dokter kandungan inisial DF menyebut bahwa bayi lahir pada 31 Oktober 2020. Sementara itu, hasil pemeriksaan bidan, bayi akan lahir pada akhir Oktober atau pekan pertama November 2020, tertulis pada buku pink, buku Kesehatan Ibu dan Anak, bayi lahir pada 1 November 2020. Disisi lain, kami juga memperoleh keterangan dari dokter kandungan lain berinisial FR, bahwa bayi lahir paling tidak pada 25 Oktober, atau maksimal 15 November 2020. Keterangan berbeda juga ditunjukkan oleh dokter spesialis kandungan yang cukup senior, berinisial DI, ia menyebut bayi lahir pada 2 November 2020. 

Sejak Minggu Subuh sekitar jam 5 pagi mulai terjadi kontraksi. Ibunya bertahan hingga jam 9 pagi, sebelum akhirnya dibawa ke Klinik Persalinan terdekat. Setiba diklinik jam 9 pagi, tim bidan melakukan pemeriksaan awal, dan bidan menyebut bahwa sudah pembukaan seluruhnya. Dua jam lebih dua puluh menit, maka bayi berjenis kelamin laki-laki lahir dengan selamat dan sehat, dengan berat badan 2,7 kg

Allah Swt atas segala ketentuanNya, menghendaki bayi lahir tepat pada hari Minggu, 25 Oktober 2020, Pukul 11.20 Wib. Atau, bertepatan pada Minggu Wage, 8 Mulud 1954, atau 8 Rabi'ul Awal 1442 H di Kota Bengkulu.

Rasa syukur kami bertambah, karena kelahiran bayi kami bersamaan dengan bulan kelahiran Rasulullah SAW, yakni Rabi'ul Awal. Allahumma sholli 'ala sayyidina wa maulana wa habiibina Muhammad, wa 'ala aalihi wa shohbihi wabaarik wa saalim ajma'in.

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami sematkan nama kepadanya, 'Mustofa Madda'.  

Nama depan 'Mustofa' dipilih berdasarkan pada  gelar lain dari Rasulullah Saw. Diketahui, bahwa ada banyak sekali nama atau sebutan lain dari Nabi Muhammad SAW, salah satunya al-Mustofa, yang bermakna 'manusia terpilih'. Nama ini dipilih, salah satunya karena bertepatan dengan bulan kelahiran Rasulullah SAW, yakni Rabi'ul Awal. 

Disisi lain, nama depan 'Mustofa' didasarkan pada harapan besar, bahwa ia merupakan bagian dari do'a yang selalu didawamkan dari kondisi wabah yang kompleks. Saat ia dalam kandungan ibunya, dari fase atau masa awal kandungan hingga sepanjang proses kehamilan, bahkan sampai persalinan, nyatanya berada di tengah ancaman wabah pandemi virus Korona. Kondisi yang tidak biasa-biasa saja, dimana ada 216 negara di dunia mengalami krisis kesehatan dan krisis ekonomi akibat pandemi ini.  Keadaan itu sangat mengkhawatirkan banyak pihak. Keadaan seperti ini memang bukan pertama kali dalam sejarah kehidupan manusia. Tetapi, paling tidak hal ini hampir sama dengan keadaan atau peristiwa yang dialami oleh ulama terdahulu. Pada masa lalu, wabah seperti ini dikenal dengan istilah 'Pagebluk' (Istilah Wabah di Tanah Jawa). 

Contohnya, pada masa pendiri Nahdlatul Ulama' (NU), KH. Hasyim Asy'ari. Saat itu terjadi wabah Pagebluk, keadaan saat seorang sakit di pagi hari dan meninggal di sore hari, dan saat seorang sakit di sore hari, dan meninggal di pagi hari. Tetapi, hal ini tidak berlangsung lama, tidak seperti pandemi virus Korona yang berlangsung berbulan bulan. Guna upaya preventif terhadap wabah pagebluk itu, Kiai Hasyim lantas mengijazahi kepada kaum nahdliyin, untuk mendawamkan atau membaca secara istiqomah 'Jimat Molimo', 'Wirid Lima Pusaka', atau 'Sholawat Li Khamsatun'. Berikut bacaannya;

Li Khomsatun uthfii biha, Harrol waba il hathimah, Almusthofa wal murtadlo, Wabnahuma wa Fathimah
(Dengan wasilah derajat luhur lima pribadi yang mulia yang aku punya. Aku berharap diselamatkan dari panas derita yang bikin sengsara. (Yakni) Baginda nabi Muhammad Almusthafa SAW sayyidina ali al-murtadha. Dan kedua putra (Hasan dan Husain) serta sayyidatina Fatimah Azzahra binti Rasulullah SAW)

Atas dasar hal itu, saya dan istri serta keluarga terus mendawamkan bacaan tersebut, sebagai salah satu benteng batin untuk menangkal serangan dan menjauhi ancaman virus Korona. Jika diperhatikan dengan seksama, terdapat kata  'al-Musthofa', yang merujuk pada nama Muhammad Rasulullah Saw. Harapan besarnya, mudah-mudahan anak kami dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, menjadi manusia terpilih, dan bertahan dalam keadaan apapun, serta terhindar dari berbagi musibah, bala', bencana, dan wabah. Tentu, pentingnya doa itu menjadi pengingat bagi siapa saja, terutama kami berdua, bahwa  menyebut 'al-musthofa' sebagai bagian dari susunan doa agar salah satunya terhindar dan selamat dari Pandemi Virus Korona 2020.

'Al-Musthofa' juga bermakna manusia terpilih, karena hal ini menegaskan bahwa putra kami bagian dari sebuah dzat terpilih yang telah memenangkan persaingan ketat. Sebelum ia menjadi janin, ada proses panjang yang luar biasa. Bersama dengan ribuan atau bahkan jutaan sel sperma, Ia harus bisa bertahan dan berjuang agar dapat masuk ke satu sel telur sang ibu. Hanya satu sel sperma saja yang terbaik dan terpilih untuk dapat masuk dan terikat oleh sel telur. Pada akhirnya, menjadi cikal bakal tumbuhnya janin hingga terbentuk zat sempurna yang Allah kehendaki untuk lahir ke bumi, dengan membawa panji dan amanah agama Allah SWT. Semoga, semangat juang, bertahan, dan menjadi manusia terpilih, akan terus melekat sepanjang hayat pada putra kami, hingga menjadi manusia paripurna yang bermanfaat baginya, keluarganya, agama, bangsa dan negaranya, Aamiin.

Selesai penjabaran tentang 'al-Musthofa', atau nama depan Mustofa. Selanjutnya, nama belakang, 'Madda'. 'Madda' diambil dari bahasa Arab, bermakna memperpanjang, menjaga, atau memelihara (tergantung konteksnya). Madda atau Mada juga berasal dari bahasa sankskerta atau bahasa jawa yang bermakna  berani, cerdas, dan bekerja keras. 

Sebagai putra asli keturunan Jawa, maka penting untuk memperteguh nama kejawaan yang melekat padanya (Meskipun, 'Madda' berasal dari bahasa Arab juga). Mengingat,  keluarga besar merupakan asli keluarga Jawa. Ia harus dapat memahami adat-istiadat, silsilah, dan keluruhan nenek moyang Jawa. Di mana saja berada, dan sampai kapanpun, ia tidak serta merta melupakan jati dirinya sebagai putra dari suku bangsa terbesar di Nusantara.

Pilihan nama belakang 'Madda' juga lebih condong dari sebuah harapan, agar ia tumbuh menjadi ksatria dan pemimpin besar seperti Patih Gadjah Mada. Patih Gadjah Mada tercatat dalam sejarah, namanya dalam keabadian setelah berupaya menyatukan kerajaan-kerajaan di nusantara saat itu. Sebagaimana Muhammad Yamin tulis dalam karya bukunya berjudul, "Gajah Mada: Pahlawan Persatuan Indonesia". Seorang patih yang handal dari kerajaan Majapahit, telah mampu mewujudkan harapan dan cita-cita besarnya, mewujudkan kesatuan dan persatuan Nusantara. Ia mempunyai komitmen dan memperteguh keinginan itu salah satunya melalui i'tikad dan kesungguhan yang tertuang pada  "Sumpah Palapa (Amukti Palapa)". Sumpah itu berbunyi "Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, Samana isun amukti palapa." Artinya, "Jika telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikian saya (baru akan) melepaskan puasa." 'Puasa' menjadi tanda komitmen dalam berjuang mewujudkan cita-citanya. 

Sri Wintala Achmad dalam bukunya, menyebutkan bahwa konsep penyatuan nusantara sudah ada sejak Kertanegara (Raja Singoshari terakhir). Namun pada kenyataannya, Gajah Mada mampu mengoptimalkan hasil dari Gagasan Nusantara sehingga Majapahit menjadi kerajaan terbesar. artinya Gajah Mada mampu memelihara, menjaga, melestarikan gagasan leluhurnya untuk menyatukan nusantara. 

Mengingat Gajah Mada lahir disekitaran gunung Arjuna dan atau sekitaran bantaran sungai Brantas. Hal ini menjadi menarik, karena orang tua dan neneknya berasal dari wilayah yang tak jauh dari tempat yang dimaksud. Ibu dan keluarganya juga berasal dari Lumajang, Jawa Timur, dan bapak serta keluarga besarnya juga berasal dari Blitar Jawa Timur. Terlihat ada  benang merahnya, terlebih sebagai pengingat asal usul geografis orang tua dan nenek moyangnya. Meskipun, kakeknya berasal dari tanah keresidenan Demak (Saat ini Purwodadi, Jawa Tengah).

Mahapatih Amangkabumi Majapahit Gadjah Mada ternyata mempunyai kepribadian luhur. Dalam Encyclopedia Britannica (2015), Gadjah Mada dikenal sebagai orang yang fasih, tajam bicaranya, jujur dan berpikir jernih. Walau, ia dilahirkan dari orang biasa, lantas ia diangkat sebagai patih karena dedikasi dan loyalitasnya terhadap raja dan kerajaan. Kebetulan, saat ini, saya juga tengah menjadi staf pimpinan  di sebuah institusi negeri.

Guna mengenang nama besar Gajah Mada, banyak pihak menjadikannya sebagai nama beberapa infrastruktur penting. Sumpah Palapa menginspirasi nama satelit pertama Indonesia, 'Satelit Palapa'. Begitu juga dalam dunia pendidikan, pemerintah Republik Indonesia dan kesultanan Ngayogjakarta juga memilih namanya sebagai nama kampus terbaik di Indonesia, yakni Universitas Gadjah Mada. Belum lagi, beberapa ruas jalan di kota besar di Indonesia juga banyak dijumpai nama besar, Gajah Mada.

Nama Mustofa Madda, merupakan pengejawantahan dari nuansa Islam dan nuansa Jawa. Bukan tidak mungkin, akulturasi nama yang ada merupakan wujud dari Islam Nusantara yang cenderung berislam tanpa meninggalkan adat-istiadat luhur bangsa Jawa, asalkan tidak bertentangan dengan syariat Islam. 

Nama Mustofa Madda, juga merupakan pengejawantahan dari meleburnya nama Bapaknya, Musyaffa', dan ibunya, Asih Nurwahyuni. Musyaffa' juga merupakan nama dan atau gelar lain yang disandang oleh Nabi Muhammad Saw. Sedangkan nama ibunya lebih cenderung tersadur dari nuansa kental Jawa. Tentu, Mustofa Madda lahir dari Bapak dan Ibu yang biasa saja. 

Setelah kami menelisik dengan seksama, nama Mustofa Madda dapat dimaknai sebagai orang terpilih yang melestarikan sesuatu yang baik, orang terpilih yang selalu melestarikan, menjaga, memperpanjang kebaikan. Semoga ananda Mustofa Madda menjadi manusia pilihan, cerdas, berani, komitmen teguh, pantang menyerah, menyatukan banyak pihak, jujur, fasih, dan berpikir jernih dan terhindar dari berbagai mara bahaya, bala', bencana, musibah, dan wabah. Serta,  ia kelak menjadi pemimpin terbaik bagi dirinya sendiri, keluarga, agama, bangsa dan negara, aamiin. 

Semoga Mustofa Madda dapat melestarikan kebaikan-kebaikan dengan semangat Islam dan Kebangsaan. Menjadikan perjuangannya sebagai perangkat amal kebajikan (Amal Jariyahnya), mendapatkan pengakuan dan syafaat dari baginda Nabi Muhammad Saw, fii dunia wal akhirat. Aamiin.

Walimatul Tasmiyah dan Aqiqah

Walimatul tasmiyah dan aqiqah atas Mustofa Madda dilakukan pada hari ke sebelas setelah kelahiran.  Hal ini didasarkan pada banyak pertimbangan. Salah satunya menunggu keputusan saudara dari Bengkulu Utara (Giri Mulya). Sebelumnya, sempat berencana tasyakuran di Jambi, mengingat dari acara tiga bulanan hingga tuju bulanan diselenggarakan di Jambi. Bahkan, sempat ingin tasyakuran di Bengkulu Utara, mengingat sebagai tanda terima kasih kepada warga di sana, mengingat saya dulu lahir dan kecil di sana. 

Akhirnya diputuskan di Bengkulu, dengan tujuan salah satunya merekatkan tali persaudaraan antar jiran tetangga terdekat. Sekaligus, bagian dari upaya penghormatan kepada tokoh dan warga sekitar, mengingat bakal tinggal selamanya di Kota Bengkulu. 

Alhamdulillah kegiatan yang dilakukan pada Rabu Malam (Ba'da Isya') 4 November 2020, berlangsung khidmat dan lancar, dihadiri oleh Jamaah Yasinan dan warga sekitar RT. 19 Kelurahan Pagar Dewa, Kota Bengkulu. Beberapa sahabat dan kolega terdekat juga turut hadir memberikan doa terbaiknya. 

MUSTOFA MADDA BIN MUSYAFFA' BIN ACHMAD DJAELANI BIN YADEN BIN PARTODOPO 

mustofa-madda-jpg-5f9b05a5d541df3cdf0a2492.jpg
mustofa-madda-jpg-5f9b05a5d541df3cdf0a2492.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun