Lantas, sepuluh hari usai pernikahanku di Lumajang. Aku harus meninggalkan istriku untuk menunaikan kewajiban tersisa, baik menjadi Pendamping Sosial, maupun mengajar di kampus IAIN Bengkulu. Konsekuensi ini harus kami sepakati. Tadinya, hanya sampai akhir 2018. Namun, hingga Februari 2019, kami belum kembali bertemu. Proses mutasi kerja istriku tengah kami usahakan. Semoga Allah swt memudahkan proses mutasi tugas tersebut. Sehingga kami lekas kembali bersama. Aamiin
Aku anak seorang petani, putra asli tanah Transmigrasi
Sub judul tersebut menggambarkan bahwa aku berasal dari keluarga menengah bawah. Biasanya orang menyebut kami sebagai kaum proletarian. Bagaimana tidak? nenek moyangku bukanlah seorang abdi negara. Mereka semua petani dan pedagang kecil-kecilan. Tentu, hidupku serba penuh keterbatasan. Hal itu nyata adanya sejak 28 tahun silam, terlahir atas nama Musyaffa, di Giri Mulya (Bengkulu Utara), 28 Desember 1990.
Cerita derita panjang diriku menempuh pendidikan Magister di Jakarta, menjadi perhatian dan tanda bahwa begitu peliknya perjuangan. Jauh sebelum ini, aku dan keluarga bahkan harus mengadu nasib di tanah sebrang (kini Sumatera), dimana kami harus menyusuri derita kehidupan. Syukurnya, program transmigrasi telah memberi dampak signifikan bagi kami pendatang di rantauan.
Pada angkatan CPNS 2018 ini, terdapat putra-putri transmigran yang lulus seleksi akhir. Ada yang jadi Guru, ada yang jadi dokter, dan aku sendiri merupakan satu-satunya putra pertama anak transmigran lulus seleksi akhir formasi dosen di desaku. Semoga hal ini menginspirasi lainnya untuk tidak berhenti berjuang.
Saat ini aku masih tercatat sebagai Ketua Bidang Kerja Sama dan Otonomi Daerah Dewan Pengurus Daerah (DPD) Perhimpunan Anak Transmigran Republik Indonesia (PATRI) Provinsi Jambi.
SKBku Empat Hari
Berbeda dengan peserta lainnya, aku dan peserta lainnya harus mengikuti tahapan seleksi akhir ini hingga empat hari lamanya. Hal ini terjadi, karena salah satu penguji pada ujian praktik kerja, Prof. Dr. H. Rohimin, M.Ag sedang mengalami gangguan kesehatan pada hari ketiga. Lantas, kami harus memulai ujian akhir ini pada hari ke-empat, dimulai jam 07.00 pagi.
Bukan keberhasilanku, tapi keberhasilan kami