Belum lagi, tingkat partisipasi mereka masih jauh dari kondisi semestinya pada aspek layanan kesehatan. Selain, menurut mereka, persoalan akses layanan kesehatan tertumpu pada akses jangkauan dan kekhawatiran biaya.
Sementara, pada aspek layanan pendidikan, terjadi karena kondisi sekolah yang jauh, dan ketidaktahuan mereka pada usia awal anak sekolah. Pada aspek pendidikan, banyak dari mereka baru menyekolahkan pada usia di atas sepuluh tahun.
Setidaknya, penulis menjumpai satu unit fasilitas pendidikan dan satu unit fasilitas kesehatan, selama ekspedisi berlangsung. Fasilitas pendidikan di daerah tersebut masih terbilang cukup memprihatinkan.
Sementara itu, kondisi apa adanya juga terjadi pada fasilitas kesehatan. Hal inilah, semestinya segera memperoleh perhatian besar dari pemerintah dan pihak terkait, apalagi di usia Indonesia memasuki 73 tahun.
Perjalanan ekspedisi ini menarik bagi penulis, selain perhatian pada SAD, juga merupakan perjalanan pertama kali menjelajahi bagi penulis selama bertugas di daerah ini. Berikut, penulis jabarkan melalui sub-sub tema ekspedisi kali ini.
Daerah ekspedisi kali ini berada di area tapal batas. Sebelah Selatan dan Timur berbatasan dengan Bayung Lincir, Musi Banyu Asin, Sumatera Selatan. Sebelah Barat perbatasan dengan Bungku, Bajubang, Kab. Batang Hari. Sebelah Utara perbatasan dengan Desa Adipura Kencana, Bahar Selatan, Kab. Muaro Jambi. Namun, setelah dilakukan pengamatan lebih lanjut, daerah tersebut berada pada titik koordinat wilayah administrasi desa Bungku, Kec. Bajubang, Kab. Batang Hari.
Saat penulis, mengikuti rapat koordinasi forum kepala desa, didapati informasi dari Camat Bahar Selatan, bahwa daerah tersebut secara administrasi masih menjadi sengketa dan sedang dalam proses perundingan di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Menurutnya, proses diskusi pun tengah berlangsung antara pejabat teras Kab. Muaro Jambi dan Kab. Batanghari. Meskipun, hingga saat ini, dampak sengketa berimplikasi kepada akses dan infrastruktur penunjang ekonomi masyarakat di sana.
Selanjutnya, saat menyusuri daerah tersebut. Penulis mendapati kondisi infrastruktur yang memprihatinkan. Akses produksi berupa jalan dan jembatan belum dikelola secara maksimal. Perjalanan dari desa Tanjung Sari, Bahar Selatan, menuju dusun Kubangan dapat dilalui kendaraan roda empat.
Namun, memasuki wilayah dusun Komunitas Adat, penulis mulai mendapati kondisi jalan setapak, lengkap dengan kondisi jembatan bermaterial kayu dan dalam kondisi yang memprihatinkan. Sebelum akhirnya penulis memasuki Gapura Adat, lalu berhenti sejenak di rumah Ketua RT. 11, Amir Hamzah. Â Amir Hamzah selanjutnya menemani penulis berekspedisi.