Musim durian di Lhong baru saja berlalu. Banyak kenangan tersisa. Salah satunya ialah Ojek Durian. Inilah profesi yang baru saya tahu setelah hampir setengah abad hidup di bumi. Hingga saya berfikir apakah profesi ini juga ada di tempat lain di Indonesia? Ada nggak sih? Mohon infonya..
Durian adalah buah tropis yang sangat populer. Makanan para raja. Â Apakah dia mampu hidup dan berbuah di negara empat musim? Saya belum pernah mendengarnya. Seingat saya, waktu tinggal di Adelaide dulu, tidak pernah bertemu dengan buah berduri ini. Entah kalau suatu ketika, ada teknologi yang mampu untuk membuat dia hidup di sana.Â
Namun, waktu tinggal di Shanghai, saya pernah menemukannya di salah satu supermarket. Saya dengar, mereka dikirim dari Thailand dan Malaysia. Harganya pun "mehong" sekali. 50 yuan satu sisi buah, atau 100.000 rupiah. Di Lhong, harga segitu bisa dapat lima buah durian super, kualitas musang king lokal.Â
Anyway, di Lhong ternyata banyak sekali tipe durian. Orang kampung bilang sekitar 12 jenis. Dari tipe musang king yang kuning dan manis legit, hingga yang tidak ada nama, berwarna putih dan hambar. Yang paling keren yang tipe kaki gajah, duren super. Besar, harum, manis dan berdaging tebal. Harganya hingga 50.000 per buah. Sekali makan, langsung kenyang.
Sayangnya, durian yang besar, manis dan "indah" ini, biasanya ada di lokasi yang jauh dari kampung. Agak ke gunung. Susah naik, apalagi membawa turun. Sehingga diperlukan bantuan dari para "Ojek Durian". Mereka adalah para anak muda yang siap berjibaku membawa turun durian dengan resiko apapun. Agar bisa dinikmati para penyuka durian, dan uangnya untuk peningkatan ekonomi petani.
Mereka sangat dibutuhkan oleh petani, Â karena kondisi jalan di negara kita yang belum berpihak pada para petani. Jalan ke kebun duren atau ke lokasi pertanian lainnya biasanya adalah jalan setapak yang masih tanah liat. Hal ini mempersulit petani membawa turun hasil pertaniannya. Apalagi kalau musim hujan. Bisa sangat licin. Beresiko kecelakaan. Kalau mau memperkuat pertanian dan pariwisata, harusnya ke depan, pemerintah fokus membangun jalan-jalan akses ke lahan pertanian dan desa-desa wisata.Â
Anyway, kembali ke laptop, ups, ojek duren maksudnya. Begitu orang kampung memanggilnya. Mereka mematok harga bawa turun durian 1.000 hingga 3.000 per buah dari kebun hingga ke lapak durian. Tergantung dari jarak dan tingkat kesulitan perjalanan. Makin sulit, makin mahal. Ada uang, ada jalan, begitu kata kawan Shanghai saya.Â
Jadilah harga buah durian di kebun yang kecil biasanya 10.000 menjadi 11.000 hingga 13.000 sampai di lapak durian. Sekali bawa turun bisa 20-50 durian. Mereka bisa mendapatkan 50.000 hingga 100.000 rupiah. Tergantung berapa jumlah durian yang bisa mereka bawa turun. Satu hari mereka bisa mendapatkan penghasilan antara 300.000 hingga 500.000 rupiah. Selama 1-2 bulan panen, bisa hidup 3-6 bulan ke depan.
Untuk memperbanyak faktor kali, mereka biasanya menggunakan dua buah keranjang di bagian belakang sepeda motor. Keranjang ini bahasa Aceh disebut "raga". Â Sehingga kawan-kawan memberi mereka sebutan mulia: satu jiwa, dua "raga". Begitu lho.Â
Saat ini, kami dari Tim Desa Wisata Nilam ARC (Atsiri Research Center) Universitas Syiah Kuala sedang mengembangkan Desa Geunteut Baro dan Genteut Teungoh sebagai desa wisata nilam. Kami singkat jadi Geunara (Geunteut Nilam Aceh Aceh Raya). Musim Durian adalah entry point kami memulai program-program wisata.Â
Banyak hal yang akan kami lakukan didesa cantik ini. Diantaranya memberdayakan ekonomi lokal, Â membangun kapasitas SDM dan mempromosikan desa ini ke komunitas wisata. Sayangnya, Kementrian Pariwisata baru saja melakukan PHP disini. Dana pelatihan kecil untuk pelatihan guide lokal dan pengelola homestay dijadikan dana refocusing. Semoga kami bisa dapat dari sumber lain atau bisa diplot untuk tahun depan.Â
Namun demikian, alhamdulillah banyak tamu yang sudah mulai berkunjung ke sini. Dari pelaku wisata, para GM hotel hingga para seleb gram dan politikus. Banyak kawan kantoran juga yang membawa tamunya ke tempat ini untuk menikmati durian yang baru jatuh dari pohonnya. Tidak seperti di kota yang bercampur antara manis dan hambar. Malah banyak yang memesan untuk dibawa pulang atau jastip (jasa titip) diantar ke rumah.Â
Kabar baiknya, para anak muda ojek durian mulai belajar profesi baru lagi. Mereka menjadi guide lokal dan pengantar tamu dari lapak duren ke kebun. Pelatihan untuk penguatan kapasitas mereka sangat diperlukan.Â
Sekarang, durian di pintu rimba mulai berbunga lagi. Enam bulan dari sekarang, durian akan panen kembali. Saatnya kembali menggabungkan pertanian dan pariwisata. Selain durian, InsyaAllah harum nilam juga akan mewangi disini. Selain ojek durian, Anak-anak gadis akan kami latih meracik produk turunan nilam. Seperti parfum, hand sanitizer, sabun colek, dan banyak produk lainnya. Para ibu-ibu juga sudah siap untuk meracik makanan bagi para tamu yang berwisata kebun atau mandi di sungai. Kami tunggu anda untuk datang ke sini. Geunara, Desa wisata nilam dan durian Aceh Raya. Ditemani para ojek online: satu jiwa, dua "raga". Cu then. :)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H