Mohon tunggu...
fxfelly murwito
fxfelly murwito Mohon Tunggu... -

bapak satu istri dan satu putri.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Para Pria Makin Enggan Menikah

29 Juli 2018   10:13 Diperbarui: 29 Juli 2018   10:14 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nah, untuk yang 99% tersebut seorang pria harus (terpaksa, secara tradisi dan agama) melalui pintu pernikahan. Atau ada juga yang kelewat bekerja keras dalam meluruhkan busana perempuannya sampai-sampai lupa bahwa apa yang dikerjakannya berakibat pembuahan.

Cilakanya, (saya tidak ingin mengatakan perempuan itu 'gampangan') ketersediaan perempuan yang memaksa para pria untuk menikahinya sebelum mengawini kini semakin berkurang, boleh dibilang drastis. Akibatnya, kebutuhan laki-laki akan seksual terpenuhi tanpa harus mengikatkan diri pada ikatan pernikahan. Tapi bukan berarti para pria ini melakukannya tanpa cinta. Bukan. Para pria butuh cinta, butuh diperhatikan, butuh disenangkan, butuh dimanjakan, butuh permainan. 

Tong Kosong

Kalau para pria tidak bisa lagi menemukan kesenangan atau kebahagiaan dalam pernikahan, lalu buat apa menikah? Para pria itu bahagia jika punya waktu dengan teman-temannya. Pria itu bahagia jika sedang bercengkerama dengan hobinya, dari mulai hewan, sampai koleksinya. Pria itu berbahagia kalau sedang bermain. Pria itu suka membicarakan dan mengeksploitasi tubuh perempuan. Pria itu suka jika dihormati dan diperhatikan.

Sekarang, apakah pernikahan mengakomodasi kebutuhan pria? Jangan-jangan pernikahan itu hanya tong kosong. Sudah gak ada isi, masih ditambah lagi ketika periode bulan madu purna, harta yang dulunya ditabung untuk hidup pernikahan harus rela terpisah darinya. Atau bahkan harus rela meninggalkan rumah yang diangsurnya selama beberapa tahun dan yang masih akan tetap diangsurnya kemudian, demi harkat anak-anaknya. Rumah kost kemudian menjadi pelabuhan sementaranya.

Jadi, bagaimana? Maksud saya solusinya? Ada? Siapa yang bersedia mengalah untuk pria? Atau bersediakah pria mengalah untuk perempuan? Kalau tidak ada yang bersedia? Ya...mungkin para pria akan makin yakin bahwa pernikahan itu seperti ikan yang membutuhkan sepeda untuk mengarungi hidupnya.

hehehe... marilah kita #wahing saja.... whuaaaaahingggggg waterrrmelonnnn...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun