Mohon tunggu...
fxfelly murwito
fxfelly murwito Mohon Tunggu... -

bapak satu istri dan satu putri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Media Sosial Bukan Tantangan tapi Peluang

10 Desember 2017   20:20 Diperbarui: 10 Desember 2017   21:05 1081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah karena dunia cyber, maka orang menjadi skeptic terhadap informasi dan berita? Menurut saya kok tidak. Bukinya setiap berita yang dibagikan di aplikasi percakapan makin ramai dan beragam. Memang menjadi tidak jelas sumber infonya, tapi bukan berarti tidak peduli apa lagi meragukan berita. Bagi yang meragukan, setelah membaca pasti di hapus atau tidak membagikannya lagi ke-grup atau rekan dan kawan.

Di era cyber ini, ferivikasi menjadi nomer sekian karena yang utama adalah kecepatan, judul berita yang sanggup memancing pembaca. Makanya dikalangan media daring, kata 'Inilah...', 'Bahaya..', 'Awas..' adalah kata-kata yang kastanya sejajar dengan tuhan. Dengan judul yang clickbait, klik meningkat, begitu juga dengan komen dan yang berujung pada penilaian tertinggi yaitu keterlibatan pembaca. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan pendapat Si Bung yang mengatakan bahwa karena berita-berita cenderung 'ngawur' lah maka pembaca menjadi enggan untuk menanggapi.

Nah, sekarang sampailah kita pada pembahasan terakhir. Dua sub tema 'Generasi milenial zaman now' dan 'Tantangan dan peluang milenial' akan saya jadikan satu bahasan karena intinya adalah bagaimana sikap generasi milenial menghadapi duni cyber. Sepembacaan saya dua topik ini tidak menyimpulkan tentang anak milenial yang skeptis. harusnya sih begitu. Namu ada pernyataan diatasnya yang mengatakan bahwa generasi milenial bakal menyulitkan perusahaan-perusahaan tempatnya bernauh. Ya, hal ini memang menjadi keluhan umum. Namun, bukan berarti benar.

Untuk menjawab masalah perusahaan yang kesulitan dengan generasi milenial, ada baiknya jika dimunculkan pertanyaan ini: Apakah karena perilaku dan kebiasaan generasi yang malas, yang selalu ribet dengan fasilitas di tempat kerja, kutu loncat (cari gaji yang lebih tinggi), berlagak bossy karenanya tidak mau dipimpin (didikte), maka sebuah perusahaan runtuh? Apakah karena mereka pula, toko-toko ritel berlomba menutup gerai? 

Jawabnya tentu tidak. Google bahkan telah membuktikan, bahwa dengan fasilitas yang luar biasa untuk karyawan, bahwa dengan membahagiakan karyawan, keuntungan perusahaan meningkat. Kalau ada perusahaan masa kini, zaman kini, jaman now, yang merasa keberatan dengan karyawan generasi milenial, hanya ada satu kata untuk itu, pelit!

Nah, sebagai penutup, saya sarankan Bung Muhamad Afifudin Alfarisi yang Mahasiswa Graduate Institute of Philosophy, dari National Central University di Taiwan, sila di baca buku-buku atau jurnal-jurnal tentang cyber culture dan study culture. Dan alangkah indahnya ketika sebuah tulisan semacam ini muncul dan diawali dari sebuah diskusi. Sepertinya akan lebih 'terpelajar'.  

salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun