Mohon tunggu...
Murtiyarini Murtiyarini
Murtiyarini Murtiyarini Mohon Tunggu... Blogger / PNS -

Penulis Lepas

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Dari Santap Bersama, Kumengenalmu

28 Agustus 2016   22:34 Diperbarui: 28 Agustus 2016   23:13 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam keluarga kecil saya saat ini, tidak ada aturan baku yang kami ikuti baik dari latar belakang saya maupun suami. Kami padu padan saja dan mengalir sesuai situasi dan kondisi. Jika suami telah siap untuk makan, maka beliau mengambil bagiannya. Tetapi jika anak-anak sudah mendesak laparnya, kenapa mesti ditunda-tunda. Toh pilihan masing-masing telah tersedia.

Makan tidak berbicara. Kami meyakini aturan itu sangat benar baik dari segi etika maupun kesehatan. Makan melibatkan gerakan saluran cerna di tenggorokan, di mana terdapat persimpangan dengan saluran napas. Jika kita makan sambil berbicara, akan beresiko untuk mengalami tersedak yang bisa membahayakan jiwa. Karena itu, makan tidak berbicara adalah aturan yang wajib kami terapkan.

Hingga saat ini tidak mudah menerapkan aturan ini. Pasalnya, si adik sifatnya banyak bicara dan mudah tertawa. Kami harus telaten mengingatkan bahwa dia harus menyelesaikan kunyahannya. 

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
Lantas kapan bicaranya? Tentu saja boleh berbicara maupun berdiskusi karena saat santap bersama inilah kesempatan kita bertukar pikiran. Tapi, pastikan ketika berbicara sudah tidak ada makanan di mulut yang harus dikunyah. Dan itulah sesi yang paling ditunggu-tunggu. Sambil meredakan perut yang mengeras karena kenyang, kami ngobrol banyak hal tentang apa saja. Wajar jika kemudian saat santap bersama ada cerita-cerita baru, ada komentar satu sama lain, dan ada rencana-rencana.

Yang saya tulis ini hanya sebagian cerita bagaimana kami mengenal satu sama lain dalam kegiatan santap bersama. Perbedaan tidak harus dijadikan sama. Perbedaan selera, kebiasaan, etika hingga cerita-cerita membuat kami saling memahami. Dan akhirnya, beda biarlah tetap beda. Yang penting, kebersamaan tetap terjalin.

Facebook arin.murtiyarini

Twitter @arin_murti

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun