Mohon tunggu...
Mursal Bahtiar
Mursal Bahtiar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hamba Allah

Orang Timur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Melilit Jalanan Ibu Kota, Di Tengah Lentingnya Omicron

9 Februari 2022   20:03 Diperbarui: 9 Februari 2022   20:06 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Waktu kecil, cerita tentang ibu kota memang selalu mengenyam ditelinga. Bukan pertama kali saya menginjakan kaki di ibu kota. Tapi kesekian kalinya berkunjung ke kota Metropolitan, kali ini berbeda. Bagi politisi, pengusaha, bahkan pekerja sudah tentunya bukan hal yang baru untuk datang ke ibu kota yang katanya ingin di pindahkan.

Sore itu saya dan beberapa teman setelah selesai dari kegiatan kewartawan, sedikit mencoba mengelayap . dari bundaran HI, stasiun Gambir dan mampir sebentar di depan galeri Nasional Indonesia menikmati seduan kopi pedagang jalanan.

Menyetir sedikit lirik lagu Iksan Skuter "gedung-gedung ditinggikan" namun beberapa pedagang asongan dijalanan depan galeri Nasional tak setinggi gedung-gedung para pengatur negara ditengah wabah varian baru Omicron. Saya tertawa melihat sedikit pemandangan yang ada.

"Negeri tempat lahir saya lebih makmur" kata hati saya sembari meneguk kopi diantar kepulan asap rokok dari mulut

Bukan membedakan antara Bacan dan Jakarta, namun Ibu dari kota yang ada di seluruh Indonesia yang harusnya menyusui seluruh kota yang ada seperti kekurangan asi. Apalagi aturan Pemerintah yang di desain berpusat ke kota. Sepertinya seluruh Kota Indonesia harus ke Jakarta untuk dapatkan ASInya.

"Ditengah Omicron yang mewabah, apa sih yang membedakan Jakarta dan Bacan? Tanya Rifal mencoba memaksakan dialeg orang Jakarta. Spontan, Ipul, Apik dan Adi tertawa mendengar celotehan si Rifal. Saya malah asik mengetik membuat cerita yang barusan terjadi dengan gedjet yang saya pegang.

Saya mulai terus menulis, mencari kata dan bahasa yang menggambarkan kenyataan suasana saat itu.

"Kita lagi di Jakarta, lagi nyantai bareng berlima menikmati kopi dijalan" sahut Rifal mebalas pertanyaan dari Abang Sarjan lewat Handphonenya.

Semakin diam menikmati kopi, Saya berhasrat menyolakan Omicron dan pengaruhnya di daerah, lagi-lagi tertahan dengan cemasnya mbak Siti yang lalu lalang tak tenang.

"Mbak Siti kenapa gak tenang? Tanya saya. "Saya baru dapat 20 ribu, soalnya dari pagi gak jualan dibubarin Tim satgas" jawab Mbak Siti sambil melipat kerudungnya yang kusut ke dahinya.

Dari jawban mbak Siti, saya mencoba membandingkan beberapa pedagang jalanan yang pernah saya jumpai sepanjang jalan Medan Merdeka Timur dengan pedagang jalanan yang ada di Bacan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun