Teringat akan alunan suaramu saat lantunkan ayat mengimami makmum dibelakangmu
Masih ku ingat jelas sepatumu yang coklat tak bertali
Rotan didekat kursi dan kapur tulis dimejamu
Sedang kau sesekali menahan sakit menahun yang setiap hari yang kau bawa berjalan.
Dibawah nyiur itu kau bergumam sendu merangkai cerita
Membilir menyeru menanam bibit yang kau semai
Sembari sesekali kau ceritakan kisah lucu yang setuju
Hingga tujuh ayat yang kau ajarkan padaku menuju waktu
Pada subuh itu, kau menemani ibu merawat dapur
Memegang gerobak bekas yang terlihat Kumu
Kau paksakan itu agar tergantikan baru
Sampai malam tiba kau ajak kerabat mu menabuh rebana membaca kitab barzanji.
Sore yang cerah dan matahari mulai memerah
Mendekati Magrib saat ajalmu mendekat
Engkau meminta dibukakan jendela kamar
Hanya untuk melihat sercecah cahaya dari luar dan menikmati tiupan angin dari fananya dunia dan tanganmu didada
Selama hidupmu ada Bidadari yang tegar sabar menjamu makan malamu
Ada sosok kuat yang tak kenal lelah saat membakar tangannya demi "Sagu lempeng sarapan kita"
Dia kini Masih Bersamaku menjajal pesanmu wahai ayah untuk anak-anakmu.
"Allah meridhoimu Bapakku yang telah lama wafat"
Sehat dalam ridho serta panjangakanlah usia Ibuku... Amin!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H