Mohon tunggu...
Murni Rianti
Murni Rianti Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan SMK Yudya Karya Kota Magelang

Membaca, menulis, traveling, berkebun, bertanam, kurator, olah raga jalan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malam Jumat

27 Januari 2023   01:51 Diperbarui: 27 Januari 2023   01:53 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru saja aku turun dari bis yang mengantarku pulang. Begitu mendekati perempatan jalan Ahmad Yani, aku bersiap berdiri.

Begitu turun, diseberang sana tampak segerombolan pemalak seolah siap mendatangiku.

Dengan santai aku mengikuti kakek tua menyeberangi jalan. Dia berjalan bersama bocil dan seperti nya dua yang lain anak pesantren.

Kupikir, pemalak itu bukan hanya memalakku saja. Juga bakal memalak kakek itu.

Yang aku herankan, rombongan pemalak tiba-tiba kabur sambil berteriak.

"Setan!  Setan!  Setan!!"

Kaburlah 5 orang di sebelah kananku.

Aku melihat mereka menjauh mendekati toko kelontong dekat ojegan.

Melihat ke depan, baru kusadari kakek tadi sudah jauh di depan sana.

Segera aku mengejarnya. Tetapi langkahku kalah cepat. 

Merasa sekarang lebih aman, aku melambatkan jalanku.

Suasana magrib sangat terasa. Orang mulai jalan menuju masjid. Beberapa malah sudah siap di dalam sana.

Aku ikut magiban di masjid ini. Perjalanan sampai ke rumah masih lima belas menit lagi.

Teringat tadi pemalak berteriak  setan, aku jadi berpikir, daripada diganggu setan,aku ikut magriban saja.

Tak ku sangka di dalam sana sudah ada kakek bersama bocil dan dua dua anak yang tampaknya dari pesantren.

Aku merasa  rombongan kakek di de panku. Tapi begitu selesai, aku malah melihat tetanggaku. Kemana si kakek?

Karena aku kenal, maka aku menegurnya.

"Tumben kita ketemu di sini."

"Iya, saya habis dari makam. Mau pulang kok pas magrib di sini, jadi magriban di dulu di sini."

Jadi terpikir soal kakek tadi. 

Aku jadi terdiam, ingat tadi pemalak bilang setan. Pas aku keluar, kakek itu ada dekat motor tetanggaku. Padahal tetanggaku masih di dalam masjid. Sedang ngobrol dengan seseorang. 

Aku melihat kakek itu bersama bocil dan dua orang yang kusebut seperti anak pondok.

Mereka menatapku. Aku juga menatap ke arah mereka. Aku terdiam. empat orang itu menunduk dan menghilang.

Mungkin benar kata pemalak tadi, itu setan. Tetapi yang jelas kakek itu sudah melindungiku.

Mungkin juga yang di maksud tetanggaku dari makam adalah makam kakek dan bocil serta dua remaja ini. Baru saja di makamkan. 

Melihat tetanggaku masih di dalam, aku memutuskan pulang saja. Besok atau lain waktu kalau bertemu tetanggaku itu baru bertanya siapa yang meninggal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun