Sudah beberapa hari ini temanku mengajak healing. Tetapi karena aku sibuk, maka belum bisa menemani healing. Tentu saja dia jadi sering kirim pesan. Kalau tidak dibalas atau terlalu lama , dia pasti menelepon. Iya kalau aku nyimak ponsel, kalau tidak dia bakal meninggalkan jejak panggilan tak terjawab beberapa kali.
Seperti pagi ini setelah Pamanku sampai rumah, otomatis aku jadi tidak menyimak ponsel. Suara ponsel sengaja aku bisukan. Aku sibuk ngobrol bersama keluarga besar Paman hingga pukul 11.45.
Ketika Pamanku pulang, aku baru menyimak ponsel. Tentu saja setelah membersihkan dan merapikan tempat seperti semula.
"Hai, gimana kabar hari ini? Masih sakitkah?" tanyaku begitu ponsel ada di genggaman. Panggilan dari dia ada 5 dan pesan masuk ada 7.
"Tidak sehat, sakit terus...setengah kelenger." Pesan itu ditulis dengan diakhiri emotikon tertawa dengan mata terbuka.
Pesan itu juga pernah dia kirim 12 Januari 2023. Aku menanggapi dengan tertawa ngakak lewat emotikon juga. Dia protes jangan ditertawakan dan sssttt dalam emotikon.
Waktu itu aku belum paham sakitnya tidak sehat, setengah kelenger, tambah pincang. Aku perlu membayangkan dulu bukan?
Dia bilang, kelenger itu mati tidak hidup tidak.
"Oh, maksudnya kamu tidak semangat,"
"Lha, makanya dari tadi sudak aku we a dan juga ditelepon kok gak respon."
"Tadi ada Pamanku bawa pasukan. Ga mungkinlah aku nyambi pegang ponsel. Aku meluncur tempatmu sekarang."
Repot memang ngurusi orang sakit rewel pula. Yang betah hanya seseorang yang dia bayar bulanan. Ketika orang yang dia bayar itu punya hajatan di kampung dan cuti seminggu, begini jadinya. Anaknya sudah berkeluarga dan tinggal di kota lain, suami sudah lama meninggal.
Jadi sahabatnya yang sudah mengenal dia lama, harus bersabar. Sudah diberi tahu, kamu ikut grup senam, kalau kamu suka wisata ada kok trip khusus untuk para janda, atau ikut grup ngaji, atau kegiatan apa sajalah. Yang penting keluar rumah. Bersosialisasi paling engga ke tempat tetangga, sambil jalan-jalan atau kamu undang mereka kumpul-kumpul di rumahmu.
Jawabnya, " Nanti akhirnya ghibah."
"Ya sudah, kamu jadi penulis saja, kirim ke kompasiana." Soalnya aku ga tahu mesti ngomong apa lagi. Ini aku ke rumahnya ngajak dia nulis.
Mau atau tidak urusan dia. Sampai rumahnya yang jelas aku berencana menulis. Biar tidak ghibah bukan? Sambil menemani dia yang kesepian dapat makan siang dan jus alpokat gratis serta ditemani cemilan kriuk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H