"Pakai obat tetes mata. Jangan kelamaan main. Ingat juga tanaman kamu jangan terlalu lama kehujanan. Nanti masuk angin. Apa kamu mau bawa juga tanaman kamu yang kehujanan terlalu lama ke taman itu biar ikutan healing."
Kali ini aku tersenyum. "Ken Dedes makin suka ke sini karena dapat paket tanaman." Bisikku ke Luna. Luna hanya mendengus.
Kami sibuk menyantap isi piring masing-masing sambil sesekali melontarkan cerita. Hujan yang tiba-tiba datang membuat kami kaget. Secerah itu, tiba-tiba mendung dan langsung hujan. Angin kencang mengiringi jatuhnya air hujan. Semua mata melihat ke jendela. Derasnya hujan menunda langkah kami. Harus bersabar sampai angin besar reda. Sekitar empat puluh tiga menit angin menemani kami di rumah makan Minang Meriah.
Selesai segala urusan di rumah makan Minang Meriah, perlahan kami meluncur pulang. Kali ini tidak mampir ke taman. Hanya lewat saja sambil pulang. Ternyata taman itu porak-poranda.
"Dewi, kamu tetap harus bawa beberapa tanaman kamu ke taman Putri Ken Dedes. Biar sehatnya tanaman kamu menulari tanaman di sana." Â Tulis Luna di hp.
"Ini artinya, Ken Dedes dan si ganteng kehujanan Luna...."
"Waaaah," hanya itu tanggapan Luna. Sampai bertahun-tahun tidak ada balasan lain dari Luna. Kami tak lagi pernah bertemu. Itu artinya..... Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H