Banyak orang menyukai taman dekat pos kamling. Suasana di sana teduh rimbun dengan aroma lembut, wangi maskulin, segar dan memberi rasa nyaman. Kenyamanan untuk healing. Saking nyaman dan bagusnya, tempat ini sering dijadikan tempat nongkrong gratis dan selfi. Itu termasuk aku dan teman-teman. Kami pasang gaya sesuai selera masing-masing. Jepret jepret lalu melihat hasil foto sejenak. Hanya untuk memastikan diri kita ada di foto itu.
Pagi ini Lusi memberi kabar gaya fotoku yang aneh.
"Aneh gimana Lus," tanyaku ingin tahu.
"Perasaan sebelah kanan kamu ga ada siapa-siapa. Tapi di foto itu kamu sama seseorang gandengan. Jumlah wajah kita pas. Kita bertujuh bukan? Pas aku lihat  lagi ternyata ada orag lain. Wajahnya wajah putri yang cantik seperti Ken Dedes."
"Ah, yang bener."
"Bener!"
"Oke deh, aku lihat dulu. Makasih info Ken Dedes yang cantik."
"Kamu kok malah santai. Ga takut waktu itu kamu didekati arwah."
Aku diam saja. Tak membalas ucapan sahabatku itu. Aku  bergegas membuka galeri. Tak menemukan hal aneh malah aku berpikir, Lusi terbayang-bayang sesuatu atau gangguan mata saja."
Merasa tidak ada yang aneh, tangan ini melanjutkan lagi kegiatan pagi rutin sebelum berangkat kerja. Memindah beberapa pot ke posisi lain. Mengubah tatanan taman agar tersiram air hujan. Air hujan banyak vitamin untuk tanaman. Sayang kalau tidak digeser ke tepi jalan setapak menuju teras. Mumpung sudah mulai gerimis. Hujan saat ini, hujan pertama setelah seminggu puasa. Memang, sekarang musim hujan, tapi mendung tak selalu bakal turun hujan.
Sudah beberapa hari ini aku melupakan Ken Dedes yang dimaksud Lusi. Pertemuanku dengan Lusi di rumah makan Minang Meriah mengingatkan aku soal Ken Dedes.