Mohon tunggu...
Murni Prawitri
Murni Prawitri Mohon Tunggu... Guru - Calon Guru Penggerak Angkatan 6 Kabupaten Sukabumi

Seorang Guru Matematika di SMP Negeri 3 Cicurug Kab. Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Antar Materi Modul 2.3

15 Desember 2022   16:42 Diperbarui: 15 Desember 2022   16:48 1207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada kenyataannya, sering kali supervisi akademik ini dilihat sebagai proses yang bersifat satu arah, dan banyak yang melaksanakan supervisi akademik ini hanya terjadi satu tahun sekali baik di awal tahun pembelajaran maupun menjelang akhir tahun. Supervisi menjadi sebuah tagihan atau kewajiban kepala sekolah sebagai tanggung jawabnya untuk mengevaluasi para guru. 

Para guru pun menganggap supervisi sebagai bentuk penilaian dari kepala sekolah terhadap kepiawaiannya dalam menyelenggarakan pembelajaran di kelas. Padahal penerapan coaching pada supervisi akademik itu bersifat dua arah, dimana kepala sekolah sebagai supervisor berperan menjadi coach yang akan memberikan berbagai pertanyaan berbobot kepada guru yang di observasi (coachee) agar dapat menumbuhkan kesadaran diri sehingga guru tersebut dapat menemukan apa hal-hal yang sudah baik pada dirinya dalam menyelenggarakan pembelajaran di kelas beserta administrasinya, dan hal-hal apa saja yang masih harus diperbaiki sehingga guru tersebut dapat memperoleh ide-ide terbaru untuk menyelenggarakan pembelajaran yang lebih baik lagi, yang berpihak kepada siswa.

Coaching sebagai simbiosis mutualisme, Coaching menempatkan kedua belah pihak yang terlibat (antara coach dan coachee) memiliki posisi yang sama, dimana coach berperan sebagai pendengar yang aktif bagi coachee yang memiliki satu tujuan untuk dicapai. Sebagai pendengar aktif, coach menggali potensi coache dengan maksimal dalam rangka membantu coachee mewujudkan tujuannya, coachee memiliki kebebasan penuh dalam membuat keputusan yang akan diambil, coach tidak menginterfensi, melakukan judgement, dan memberikan asumsi apapun kepada coach. Tapi pada akhirnya baik coach maupun coachee mendapatkan keuntungan yang luar biasa, coachee medapatkan ide-ide cemerlang untuk mewujudkan tujuannya dan coach mendapatkan pembelajaran yang bermakna dari pengalaman coachee.

Sebelum mendapatkan materi tentang coaching, saat saya menangani siswa yang bermasalah maka saya selalu bersikap dominan untuk memberikan nasihat meskipun saya tetap memberikan kesempatan kepada siswa tersebut untuk mengungkapkan pendapat. Begitu pula saat saya berinteraksi dengan rekan sejawat yang sedang memiliki masalah, saya akan memberikan banyak masukan untuk membantu mencari solusi dari permasalah tersebut. Dengan adanya pendekatan coaching, maka interaksi dengan siswa maupun rekan sejawat akan menjadi lebih bermakna karena penemuan solusi dari permasalahan akan muncul dari pemilik masalah (coachee) yang didorong oleh peran coach dengan menerapkan kehadiran penuh, mendengarkan aktif, dan memberikan pertanyaan berbobot. Hal tersebut tidak hanya menguntungkan coachee saja karena coach juga mendapatkan banyak hal berguna, sehingga terjadi komunikasi dua arah.

Pada modul 2.1 dan 2.2 tentang pembelajaran berdiferensiasi dan Pembelajaran Sosial Emosional (PSE), jika dihubungkan dengan materi coaching maka akan memperoleh kesimpulan yaitu pada pembelajaran berdiferensiasi dimana guru harus berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang terdiri dari kesiapan belaajr, minat belajar, dan profil belajar siswa. 

Nah untuk memetakan kebutuhan individu siswa tersebut, guru bisa berperan sebagai coach untuk melakukan proses coaching dengan siswa sebagai coachee. Hal tersebut mampu mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri siswa sehingga akan menemukan cara terbaik dalam memenuhi kebutuhan individu siswa. Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) yang harus dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah untuk menumbukan kompetensi tentang kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab pada diri siswa. Proses coaching sejalan dengan PSE karena kompetensi sosial emosional tersebut dapat diterapkan oleh guru dalam proses coaching kepada siswa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun