Aku melangkah masuk dengan perlahan. Yumiko sedang duduk sambil menundukkan kepalanya, membenamkan wajahnya di meja.
“Yumiko…,” panggilku sambil membelai rambutnya.
Yumiko mengangkat kepalanya. Kini wajah cantiknya basah oleh airmata. Aku tak mengerti.
“Satoru menolakku, Manami! Aku sangat menyesal menyatakan cinta padanya. Benar-benar tidak tahu diri! Apa coba kekuranganku sampai ia tak menerima cintaku?” Satoru jahat, sok cakep dan munafik!” jerit Yumiko.
“Hentikan, Yumiko! Tasukete (Tolong)! Kak Satoru tidak begitu,” belaku yang membuat Yumiko terbelalak. Aduh, kenapa aku membela Kak Satoru. Bisa-bisa perasaanku dapat dibaca Yumiko.
“Kenapa Manami membela Satoru?” tanya Yumiko mulai menangis lagi.
Aku membawa tubuh Yumiko ke dalam pelukanku. Mencoba menenangkannya.
“Yumiko, bukankah katamu pada saat festival malam ini akan menyatakan cinta pada Kak Satoru. Lalu kenapa kamu lakukan sekarang?” tanyaku setelah Yumiko cukup tenang.
“Aku ingin Satoru segera jadi kekasihku. Jadi malam nanti tinggal merayakannya. Tapi keinginan itu tidak terwujud. Aku heran ada apa di pikiran Satoru sampai-sampai ia menolakku,” jelas Yumiko dengan sinis karena ia tak menerima penolakan Kak Satoru.
Aku terdiam. Yumiko terlihat begitu marah dan sedih. Wajar saja karena lelaki pilihannya menolak cintanya, padahal banyak lelaki lain yang menginginkan cintanya.
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, aku memikirkan kejadian antara Kak Satoru dan Yumiko. Perasaanku sekarang tak menentu. Ada rasa bahagia karena ternyata Kak Satoru tidak memiliki perasaan apa-apa pada Yumiko. Tapi sebaliknya aku juga merasakan kesedihan karena sahabat yang kusayangi menangis. Hati kecilku mulai bereaksi. Lebih baik Kak Satoru menerima Yumiko saja, biar Yumiko tetap bahagia dengan senyumannya terukir indah di wajahnya yang cantik. Walaupun hati ini pedih namun bila Yumiko bisa bahagia, tak apalah.
***
Jam dinding kamarku menunjukkan pukul 8 malam. Surat berwarna jingga sedang kugenggam. Haha mengatakan jika sekitar pukul 4 sore tadi surat itu tergeletak di dekat pagar. Tertulis namaku di sana, maka haha mengambilnya. Aku ragu untuk membaca isi surat itu karena takut hanya akan berisi olokan atau ejekan untukku. Sebab dulu pernah dua kali aku mendapatkan surat dan isinya berupa cacian untukku dan haha.
Handphone-ku bergetar, ada pesan masuk dari Yumiko. Setelah membacanya, aku mengganti pakaian yang agak tebal dan merapikan rambutku lalu turun ke bawah untuk menemui haha.
“Bu, Manami izin keluar ya. Yumiko mengajak Manami untuk melihat Festival Gozan no Okuribi,” bujukku pada haha yang sedang asyik menonton televisi.
“Oke, tapi pulangnya jangan lewat pukul 12, Manami sayang. Iterasshai!”
Aku mengangguk lalu mencium pipi kanan haha. “Konbanwa dan Oyasumi nasai (Selamat malam dan selamat tidur), Bu!”
Dengan langkah ringan kutembus suasana malam di luar. Yumiko menyuruhku tidak usah membawa sepeda di pesannya tadi. Berjalan kaki lebih seru katanya. Kami janjian bertemu di restoran udon, Merogame Seimen, untuk makan udon bersama. Baru setelah itu kami akan berjalan keliling merasakan kemeriahan api yang dinyalakan penduduk Kyoto.
Aku memasuki Merogame Seimen yang ramai. Mataku berkeliling mencari Yumiko. Kutemukan Yumiko yang duduk berhadapan dengan Kak Satoru. Aku bingung kenapa bisa ada Kak Satoru di sini. Apakah Yumiko mengajak Kak Satoru juga. Atau Kak Satoru tidak jadi menolak Yumiko dan kini mereka telah jadian. Ah, berbagai macam pertanyaan berloncatan di benakku.
“Konbanwa (Selamat malam), Yumiko dan Kak Satoru!” sapaku pada mereka yang sedang terdiam.
Kak Satoru terkejut dengan kehadiran diriku. Yumiko memandangku dalam-dalam lalu pergi meninggalkan kami. Aku hendak menyusul Yumiko, tapi jemari Kak Satoru menggenggam lenganku. Aku menoleh ke arah Kak Satoru dan mata kami bertatapan. Matanya yang indah seolah menenggelamkan energi tubuhku. Aku terduduk di kursi tempat Yumiko duduk tadi.
“Manami sudah membaca suratku?” tanya Kak Satoru gugup sambil menatap mataku.
“Surat apa, Kak?” jawabku ikutan gugup. Ah, ada apa ini. Apa yang sebenarnya terjadi. Kok Kak Satoru terlihat gugup begitu. Kenapa matanya tak lepas untuk menatapku terus-terusan.
“Surat berwarna jingga. Sebenarnya ingin kuberikan langsung padamu di sekolah tadi, Manami. Tapi aku belum memiliki keberanian. Jadinya aku ke rumahmu saja dan menyelipkannya di dekat pagar,”
Aku mendengarkan penjelasan Kak Satoru. Berarti surat itu yang ditemukan haha dan belum kubaca. Kini aku tertunduk, tidak tahan ditatap terus oleh mata bening dan teduh milik lelaki pujaanku.
“Emm, suratnya sudah Manami terima. Tapi Manami belum membacanya, Kak. Gomen nasai (Maaf),”
“Daijobu desu (Tidak apa-apa), Manami. Seharusnya aku yang minta maaf karena tanpa seizinmu aku menyayangimu. Aishiteru (Aku cinta kamu), Manami…”
“Kak Satoru bilang apa sih? Salah tidak, Kak?” karena begitu gugupnya aku berkata sekenanya saja.
Kak Satoru menggelengkan kepala. Tangannya mengangkat kepalaku dan membelai daguku sambil menggenggam jemariku dengan tangannya yang hangat. Badanku rasanya lemas. Sesaat kemudian dikecupnya jemariku dengan bibir merahnya. Aku merasakan kehangatan mengalir pada seluruh tubuhku. Aku memberanikan diri menatap wajah Kak Satoru untuk mencari kesungguhan dalam sikapnya.
“Apakah ini mimpi, Kak?” tanyaku lirih, hampir menangis.
“Ini nyata, Manami. Aku sungguh menyukaimu bahkan mencintaimu.” jawab Kak Satoru. Kulihat matanya memerah dan sedikit keluar bulir bening dari sana.
Kini kami berdua tengah duduk di taman. Ditemani cahaya api dari beberapa gunung, kami berbicara panjang lebar dengan bahagia. Beberapa menit lalu, aku telah menerima cinta Kak Satoru di Merogame Seimen dan kini kami sudah menjadi sepasang kekasih. Surat jingga yang belum kubaca ternyata berisi tentang perasaan Kak Satoru padaku.
“Sejak Manami masuk klub tenis, aku mulai menyukai Manami yang gigih berlatih dan tidak segan-segan membantu kohai membersihkan lapangan. Itulah saat itu aku pernah berusaha mendekati Manami dengan membantu membersihkan lapangan tenis. Tapi Manami malah menjauh karena Yumiko datang. Asal Manami tahu, aku mendekati Yumiko hanya untuk dekat pada Manami. Tapi ternyata Yumiko salah mengartikan,”
Aku sangat bahagia mendengar penuturan dari Kak Satoru.
“Yumiko bagaimana, Kak? Apa dia membenciku setelah tahu ini?”
“Tenang saja, Sayangku. Yumiko sudah tahu semuanya jika aku mencintai Manami. Dia mau menerimanya dan tidak akan membenci Manami,”
Aku tak bisa menahan tangis lagi. Kini airmataku tumpah. Kak Satoru memelukku. “Mulai malam ini panggil aku dengan Satoru saja, Manami!” bisiknya di dekat telingaku.
“Iya, Sa… toru,” jawabku di sela-sela tangisku.
Aku tak tahu harus bersyukur seperti apa untuk semua keindahan yang kudapatkan malam ini. Sungguh ini seperti mimpi.
“Manami jangan lagi merasa kurang dengan apa yang ada pada diri Manami. Tubuh tinggi Manami, kulit dan wajah Manami atau mungkin keadaan keluarga Manami, itu semua bukan kekurangan. Itu jalan Tuhan agar Manami mensyukuri nikmat-Nya. Perbedaan Manami dari gadis yang lain telah membuat hatiku memilih Manami. Tetaplah seperti ini, Manami!”
Aku mengangguk-anggukkan kepala di dalam dekapan hangat Satoru. Suatu hari nanti, aku akan menceritakan pada Satoru jika sejak awal diri ini memang telah memilih dia. Aku yakin, Satoru akan bahagia mendengarnya. Di musim yang baru, Aki (Musim gugur) yang kira-kira tinggal dua minggu lagi, aku akan melihat pemandangan warna warni daun yang berguguran bersama kekasihku, Satoru. Aku berharap, Yumiko juga akan mendapatkan kekasih sesuai pilihannya sebelum memasuki musim gugur. Dengan begitu, kebahagiaanku akan lengkap karena bisa merayakan keindahan di saat musim berganti bersama seorang kekasih dan seorang sahabat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H