Mohon tunggu...
Murdiyanti
Murdiyanti Mohon Tunggu... Administrasi - Perempuan

NIM: 55521120028 - Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak - Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kuis 11_Diskursus Peradilan Pajak

15 November 2022   11:03 Diperbarui: 15 November 2022   11:08 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama: Murdiyanti

NIM: 55521120028

Mata Kuliah: Manajemen Perpajakan

Dosen: Prof. Apollo

Kampus: Universitas Mercubuana

Diskursus Peradilan Pajak

Sistem Perpajakan di Indonesia menganut prinsip self assessment, sehingga wajib pajak memiliki wewenang untuk menghitung, membayar dan melaporkan pajaknya sendiri. Akan tetapi dengan kepercayaan yang begitu besar terhadap Wajib Pajak, Direktorat Jenderal Pajak memiliki kewenangan untuk menguji kepatuhannya melalui pemeriksaan pajak yang pelaksanaannya melalui pemeriksaan pajak yang pelaksanaannya diatur oleh undang-undang. Pengadilan pajak memiliki tugas dan wewenang memeriksa dan memutuskan sengketa pajak sampai kasus pajak tersebut mendapatkan kejelasan faktual dan hukum.

Sebelum mengetahui lebih lanjut mengenai Pengadilan Pajak, kita perlu memahami terlebih dahulu mengenai apa itu sengketa pajak. Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 angka 25 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan disebutkan bahwa " Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengelola data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan".

Yang menjadi sasaran pemeriksaan dan penyelidikan adalah untuk mencari: interprestasi undang-undang yang tidak benar, kesalahan hitung; penggelapan secara khusus dari penghasilan; pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya, yang dilakukan  wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Adanya pemeriksaan dan penyelidikan bisa jadi merupakan sampling dari pemeriksa pajak, atau dipicu dari adanya analisis sementara atas kecurigaan atas penghasilan Wajib Pajak dalam kurun waktu tertentu. Maka bagi Wajib Pajak perlu mempersiapkan dokumen-dokumen pendukung atas perolehan penghasilan serta dokumen pemotongan perpajakan yang lain yang mungkin dapat ditanyakan oleh pemeriksa dan penyidik dalam pemeriksaan dan peradilan pajak. Jika dokumen lengkap maka Wajib Pajak hanya perlu mengikuti prosedur pemeriksaan perpajakan yang berlaku.

Fenomena terjadinya sengketa pajak menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Peradilan Pajak yaitu antara Wajib Pajak (WP) atau penanggungjawab pajak dengan pejabat yang berwenang yaitu Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Direktorat Jenderal pajak. Misalnya pada jumlah kasus sengketa tahun 2011, di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus menerima 2.273 permohonan keberatan dan di tahun 2012 kemudian kasus sengketa naik menjadi 3.083 permohonan keberatan. Serta pada periode Januari sampai dengan Juni 2013, jumlah keberatan yang masuk telah mencapai 1.268. Hal tersebut menunjukkan bahwa kasus sengketa perpajakan terus menunjukkan peningkatan jumlah kasus setiap tahunnya.

Perlu menjadi perhatian baik dari sisi pemeriksa perpajakan, maupun pembuat kebijakan perpajakan terkait terus bertambahnya kasus sengketa perpajakan yang telah terjadi tersebut. Apakah kesalahannya murni terjadi di sisi Wajib Pajak karena tidak patuh, atau disisi peraturan perpajakan yang perlu dievaluasi kembali. Dengan adanya analisis timbulnya sengketa perpajakan tersebut, mungkin saja dapat membantu peradilan pajak untuk dapat memberikan perhatian dan tindak lanjut atas sengketa pajak yang mungkin lebih material mengingat petugas atau pelaksana pengadilan pajak juga masih memiliki keterbatasan.

Pengadilan pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutuskan sengketa pajak sampai kasus pajak tersebut memiliki kejelasan faktual dan hukum. Otoritas perpajakan dikabarkan pada artikel Kompas.com tanggal 19 Nov 2019 dalam beberapa kasus kalah dari Wajib Pajak di tingkat pengadilan pajak serta Mahkamah Agung (MA). Kekalahan tersebut berakibat pada restitusi pajak atau pengembalian pajak tersebut sebesar Rp22 triliun.

Sementara itu pada Undang-undang tahun 2007 Pasal 1 angka 25 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juga disebutkan bahwa definisi dari Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan Menghimpun dan Mengolah Data, Keterangan dan/atau Bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan.

Kritik antara self assessment dengan pemegang otoritas perpajakan, mengantarkan juga kepada kritik antara etika publik "Res Publica" dengan timbal balik "Res Privata" atau dapat disebutkan antara pemerintah dengan rakyatnya. Paradoks pajak dan pemikiran kritis, pada dasarnya pengenaan pajak dari orang kaya disetorkan kepada pemerintah untuk menciptakan keadilan bagi rakyat.  Kritik adanya beberapa kasus peradilan pajak dimana menunjukkan trend yang meningkat pada setiap tahunnya, maka mengharapkan adanya keadilan pajak yang tidak berpihak dan merugikan wajib pajak. Maka perlunya evaluasi kembali terdapat pengawasan perpajakan yang telah dilakukan, apakah murni kesalahan di sisi wajib pajak atau adanya faktor penyebab lain yang menimbulkan peningkatan sengketa pajak. Direktorat Jenderal Pajak perlu menciptakan program kerja lainnya,  supaya dapat meningkatkan kesadaran serta ketaatan wajib pajak dalam melaporkan kegiatan perpajakan sehingga dapat meningkatan penerimaan negara untuk keperluan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun