Penyesuaian diri merupakan kebutuhan individu yang harus dipenuhi khususnya para remaja. Bahkan tak hanya remaja, Anda yang sudah bekerja atau sudah menikah perlu beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan tempat Anda bekerja atau lingkungan tempat Anda tinggal.Â
Penyesuaian diri sering kali disebut dengan adaptasi. Namun secara persfektif psikologi, penyesuaian diri tidak hanya bermakna adaptasi, ia ternyata memiliki tiga pandangan pemaknaan yang berbeda.Â
Jika saat ini Anda merasa ada yang salah dalam manajemen kehidupan Anda, mudah depresi, frustasi atau merasa ingin bunuh diri saja akibat permasalahan hidup yang tidak kunjung selesai, mungkin Anda belum tuntas dalam memaknai secara substansial dan mempraktekan konsep penyesuaian diri secara tepat pada masa remaja Anda berdasarkan tiga pandangan pemaknaan penyesuaian diri tersebut.
Kesalahan dalam menyikapi bentuk penyesuaian diri pada masa remaja setiap invividu terhadap diri dan lingkungannya dapat membuatnya gagal melewati masa-masa remaja dengan baik.Â
Dengan mengetahui perbedaan makna penyesuaian diri remaja ini diharapkan remaja cerdas dalam memilih solusi untuk setiap permasalahan hidup yang dihadapinya pada masa remaja dan masa dewasanya kelak.
Pada masa remaja, peranan orang dewasa dan lingkungan tempat tinggal remaja sangat berpengaruh untuk pencapaian keberhasilan dalam melakukan penyesuaian diri guna membangun jati diri yang baik.Â
Orang dewasa bertugas memberikan teladan dan mengawasi segala tindak tanduk remaja tetapi tidak mengekang semua kegiatannya dan kebebasan bereksplorasinya, serta memberikan kebebasan terarah kepada remaja untuk berinteraksi dengan lingkungan secara wajar.
Orang tua menjadi subjek pendamping yang memberi dukungan penuh dan pengawasan pada tindakan-tindakan remaja di masa penyesuaian diri.Â
Orang tua harus lebih teliti menempatkan remaja pada situasi yang mendukungnya menjadi karakter individu yang cerdas dalam memilih penyesuaian diri melewati masa tumbuh kembangnya hingga masa dewasa.Â
Agar ia menjadi individu yang cerdas dalam menghadirkan solusi bagi setiap permasalahan hidupnya kini dan di masa yang akan datang. Terutama kecerdasan sikap menghadapi era milenial yang berbasis percepatan teknologi seperti saat ini.
Ketidakhadiran orang tua sebagai subjek pendamping pada masa penyesuaian diri remaja menjadi faktor eksternal yang sangat rawan yang dapat memicu frustasi pada remaja dalam melewati sulitnya masa-masa penyesuaian diri.Â
Pada remaja yang telah melewati usia remaja namun tidak mampu melewati masa-masa penyesuaian diri remaja dengan baik, pada masa dewasanya akan sangat mudah sekali depresi dan frustasi jika berhadapan dengan kondisi-kondisi sulit dalam kehidupannya.Â
Bahkan pada sebagian orang akan memakai obat-obat terlarang atau minuman keras sebagai dopping (penguat) ketika mengalami masalah yang cukup berat dalam kehidupannya.Â
Buruknya perilaku orang dewasa sebagai akibat dari kegagalannya menjalani masa-masa remaja mulai dari mulai masa penyesuaian diri hingga masa tumbuh kembangnya secara keseluruhan.
TikToker Remaja asal India, Siya Kakkar yang meninggal pada 25 Juni 2020 setelah bunuh diri karena depresi adalah salah satu contoh kecil dari betapa banyaknya kasus bunuh diri yang dilakukan oleh remaja karena tidak mampu menyesuaikan diri baik dengan dirinya sendiri, 'dunia barunya', keluarganya, lingkungannya maupun faktor-faktor eksternal lainnya.Â
Persoalan hidup yang muncul setelah ia terkenal tentu saja akan sangat berbeda dari masa ia sebelum terkenal. Bunuh diri dianggap menjadi jalan keluar terbaik dari semua permasalahan yang dihadapi.Â
Tak hanya ketenaran, kondisi frustasi remaja juga bisa dipicu karena perceraian orang tua, hubungan lawan jenis, pertemanan, pelajaran di sekolah, bahkan hingga beratnya tuntunan pencapaian prestasi yang dipatokkan oleh orang tua dan banyak lagi  penyebab lainnya.
Penyesuaian diri yang dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment memiliki tiga sudut pandang pemaknaan.
Makna penyesuaian diri tersebut adalah:
1. Penyesuaian Diri sebagai Adaptasi (Adaptation).
2. Penyesuaian Diri sebagai Bentuk Konformitas (Conformity).
3. Penyesuaian Diri sebagai Usaha penguasaan (Mastery).
A. Penyesuaian Diri sebagai Adaptasi (Adaptation).
Penyesuaian diri ini pada  lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Seperti seseorang yang beradaptasi terhadap lingkungan tempat tinggalnya setelah ia pindah rumah. Dari sudut pandang ini, penyesuaian diri cenderung diartikan sebagai usaha mempertahankan diri secara fisik (self-maintenance atau surnival).
Namun, penyesuaian secara psikis juga penting untuk diketahui. Agar hubungan kepribadian individu dengan lingkungan tidak terabaikan.Â
Di sekolah misalnya, sebagai siswa yang baru masuk ke sekolah yang baru atau baru naik kelas, orang tua perlu secara berkala berdiskusi kepada wali kelas dan guru bimbingan konseling untuk selalu memantau anak-anaknya agar masih dalam tahap yang wajar dari tahap perkembangannya khususnya tahap penyesuaian diri.
B. Penyesuaian Diri sebagai Bentuk Konformitas (Conformity).
Penyesuaian diri ini adalah penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial ketika seseorang mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada. Contohnya ketika melihat orang sakit, orang akan membawakan buah atau makanan lainnya. (wikipedia.org)
Secara implisit, remaja seakan-akan mendapat tekanan kuat agar mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baik secara moral, sosial maupun emosional. Individu diarahkan untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma yang berlaku di masyarakat.Â
Dirinya terancam akan tertolak manakala perilakunya tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Karena norma yang berlaku pada suatu budaya tertentu tidak sama dengan norma pada budaya lainnya maka pada sebagian remaja akan merasakan kesulitan untuk menyesuaikan diri secara fisik dan psikis menghadapi norma-norma masyarakat tersebut.
C. Penyesuaian Diri sebagai Usaha penguasaan (Mastery).
Penyesuaian ini adalah kemampuan individu untuk merencanakan dan mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan, dan frustrasi tidak terjadi pada dirinya. Individu dituntut mampu menguasai dan  mengembangkan diri sehingga dorongan, emosi, dan kebiasaannya menjadi terkendali dan terarah.Â
Ia mampu  menyesuaikan diri dengan realitas yang ada berdasarkan cara-cara yang baik, akurat, sehat, dan mampu bekerja sama dengan orang lain secara efektif dan efisien, serta mampu memanipulasi faktor-faktor lingkungan sehingga penyesuaian diri dapat berlangsung dengan baik.
Berdasarkan pandangan tersebut maka Schneiders (dalam Ali dan Asrori, 2006) memberikan pengertian penyesuaian diri yaitu suatu proses yang mencakup respons-respons mental dan tingkah laku dimana individu berusaha menanggulangi kebutuhan-kebutuhan dalam diri, tekanan, frustasi dan konflik serta mempengaruhi tingkat keselarasan antara tuntutan dalam diri individu dengan tuntutan tugas dari dunia luar atau lingkungan dimana individu berada. (universitaspsikologi.com)
Jadi, secara sederhana penyesuaian diri dapat dipahami sebagai usaha individu untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungannya untuk memperoleh keamanan, kenyamanan, dan terpenuhinya kebutuhan hidup, baik secara fisik maupun psikis atau psikologis. (Ahmad Susanto, 2018:81)
Secara kesimpulan penulis, dalam era milenial ini yang sangat riskan dan sangat perlu diperhatikan para orang tua harus adalah penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity) yaitu penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Mengingat betapa sekarang kecanggihan teknologi dan penyebaran informasi yang sangat cepat yang lebih banyak mengandung hoaks daripada kebenaran membuat terjadinya perununan moral dan  budi pekerti pada kalangan remaja Indonesia.
Mengapa penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas? Karena disini peran orang tua sangat dominan. Tak hanya sebagai penyedia kebutuhan individu fisik remaja tapi juga sebagai teman, sahabat dan pendamping  yang harus selalu senantiasa ada saat ia mengalami gejolak maupun gangguan secara psikis.Â
Tak jarang remaja akan bertindak dengan pemikirannya sendiri saat ia tak mampu menyesuaikan diri dalam bentuk konformitas. Seperti penggunaan uang, kebebasan berpendapat, kebebasan memilih teman, kebebasan menjalani hobi dan kebebasan lainnya yang kadang membuatnya labil dalam mengambil keputusan.
Jika tidak ditemani, maka remaja cenderung akan depresi, frustasi bahkan dapat melakukan hal-hal negatif yang dapat membahayakan dirinya, orang lain dan lingkungan sekitarnya.Â
Seperti efek domino yang akan membuat kacau semua situasi kehidupan tak hanya kehidupan dirinya sendiri tapi juga kehidupan orang lain dan kehidupan bersama dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.Â
Bahkan bahayanya, remaja yang depresi dan frustasi bisa mengancam jiwa orang lain juga. Hal ini didukung dengan percepatan teknologi dan tren gaya hidup kekinian yang berkembang sangat pesat hampir membuat individu remaja tidak mampu mengimbanginya dengan baik dan dengan pemikiran yang sehat.Â
Orang tua perlu membangun fondasi komunikasi yang baik dengan para remajanya tentang hal-hal apa saja yang butuh penekanan dalam penyesuaian diri seperti penggunaan uang, waktu, pertemanan serta hal-hal  di luar rumah lainnya.
Jelas saja, manfaat yang dapat diperoleh dari memahami dan mempraktekkan konsep penyesuaian diri dengan baik pada masa remaja  adalah mereka semakin matang dalam menata hidupnya karena telah memahami bagaimana cara menyesuaikan diri. Contoh penyesuaian diri terhadap uang, di satu sisi mereka belum mandiri dalam mencari uang sehingga dijatah orang tua.Â
Sementara di sisi lain, mereka merasa uang yang dijatah orang tua tidak cukup untuk memenuhi keinginan mereka sebagai remaja. Disini mereka dituntut profesional dalam mengendalikan uang tersebut. Bisa dengan cara menghemat uang jajannya, atau mencari sumber pemasukan lainnya yang positif. Hal-hal seperti ini harus diajarkan orang tua dengan baik.Â
Tentang bagaimana memanejemen apa yang milikinya agar mampu berdayaguna dengan tepat dan efisien sesuai kebutuhannya sebagai remaja. Bagi remaja yang tidak mendapatkan pengajaran dengan baik, ia bisa saja mencuri, merampok, membegal atau melakukan tidak kejahatan lainnya demi memenuhi kebutuhan dirinya pada saat remaja. Sungguh ironi bukan? Kalau sudah begini siapa yang salah?
Sebaliknya jika seorang remaja mengalami hambatan dalam penyesuaian diri, maka tatanan hidupnya akan hancur dan tidak bisa meraih impian dan cita-citanya. Hidupnya akan tidak akan tertata dengan baik cenderung amburadul.Â
Contohnya, jika ia boros atau tidak pandai mengatur penggunaan uang pada masa remaja sampai dewasa pun akan terbawa-bawa dalam kehidupannya. Ia akan cenderung berfoya-foya dan menghabiskan uangnya untuk hal-hal yang tidak berguna. Tidak pernah memikirkan pentingnya menyiapkan keuangan untuk kesejahteraannya di masa depan.Â
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H