Selulus kuliah, sekitar 15 tahun yang lalu, beberapa teman kuliah berdjoeang, untuk menyiapkan Bahan Bakar Nabati, agar negeri ini lebih siap, saat nanti minyak bumi habis, saat kita menjadi net exporter natural gas pada tahun sekitar tahun 2020-an.
Rekan-rekan waktu itu membuat biodiesel dari minyak goreng bekas.
Tapi berhubung masih banyaknya kendala, diantaranya sustainability dari feedstock, kisah perdjoeangan itu belum berakhir manis.
Tahun 2006, Ikatan Alumni ITB 77 mencoba pabrik biodiesel dengan skala yang lebih besar, menggunakan minyak sawit sebagai feedstock.
Tapi sepertinya belum juga bertahan untuk jangka panjang.
Ada banyak PR besar, jika pemerintah ingin tetap memiliki industri bahan bakar nabati yang kuat, antara lain.
1. Memperbaiki ke-ekonomian industri biodiesel dengan mengintegrasikan kilang nabati ini, diantaranya dengan mengolah byproduct (glycerol) menjadi bahan kimia yang paling mahal dan paling ekonomis.
Makalah kami berikut ini mencoba merangkum, satu arah pengolahan glycerol menjadi acrolein.
A. Galadima, O. Muraza, A Review on Glycerol Valorization to Acrolein over Solid Acid Catalysts, Journal of the Taiwan Institute of Chemical Engineers, In Press,Â
2. Membuat kebijakan energi nasional yang 'memampukan', agar industri bahan bakar nabati (BBN) bisa bertahan. Minyak dan gas bumi saat ini masih oversupply, tanpa proteksi, industri bioenergi akan habis.Â
3. Menyiapkan suplai feedstock yang aman untuk jangka panjang
Untuk jangka pendek, besarnya produksi nasional minyak sawit dapat digunakan, tapi untuk menghindari konflik "food vs energy", mesti ada program nasional untuk budidaya tanaman yang bukan makanan, seperti Calophyllum inophyllum (Jatropha curcas/Jarak; Calophyllum inophyllum/Nyamplung).
4. Mengingat besarnya Indonesia, kita tidak perlu memiliki BBM yang sama di seluruh negeri, akan ada provinsi yang punya potensi lahan tidak produktif yang kurang subur, yang akan ditanami tanaman BBN, ini akan menjadi Idahonya Indonesia, atau Brazilnya Indonesia, yang punya kekuatan di bioenergi.
Mirip dengan makanan, tidak semua orang di negeri ini harus makan nasi, yang dulunya makan sagu, jagung, bisa kembali ke potensi masing-masing.
Dengan semangat diversifikasi food dan diversifikasi energy, diharapkan ketahanan nasional meningkat.
12-Agustus-2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H