Mohon tunggu...
Muqouwi Matul Adilah
Muqouwi Matul Adilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Learn from yesterday, life for now, and hope for tomorrow.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kemunduran Umat Islam Akibat Meninggalkan Filsafat

29 Oktober 2021   22:42 Diperbarui: 29 Oktober 2021   22:57 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pendahuluan

Islam merupakan agama yang bersifat universal dalam artian ajaran-ajaran yang ada didalamnya mencangkup seluruh permasalahan dalam kehidupan manusia. Islam senantiasa mendorong umatnya untuk senantiasa berpikir guna mendapatkan ilmu pengetahuan. 

Banyak ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits yang berisi perintah dan ajakan kepada umat manusia untuk menggunakan akal pikirannya. Pada dasarnya umat islam selalu dianjurkan untuk memperhatikan dan mempelajari kenyataan-kenyataan alam yang merupakan kekuasaan Allah.

Hal ini sejalan dengan hakikat filsafat yang menggunakan pemikiran akal untuk mencari suatu kebenaran dan hikmah atas dasar cinta pada kebenaran tersebut. Dengan demikian tidak heran apabila pada masa lampau umat islam mampu berjaya dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat, karena pada masa itu umat islam memiliki perhatian yang tinggi dalam memajukan ilmu pengetahuan dan filsafat.

Akan tetapi kejayaan islam tidak berlangsung selamanya, umat islam menghadapi goncangan ekonomi, sosial dan politik yang berdampak pada lumpuhnya keilmuan dalam dunia keislaman. Goncangan-goncangan tersebut meliputi faktor internal dan eksternal yang secara langsung mengakibatkan kemunduran umat islam (Nasbi, 2016). Artikel ini akan membahas secara khusus tentang dampak ditinggalkannya filsafat terhadap kemunduran umat islam.

Pembahasan

Kemunduran umat islam tidak semata-mata terjadi begitu saja tanpa adanya sebab. Faktor utama yang mengakibatkan terjadinya kemunduran umat islam adalah ditinggalkannya tradisi berpikir filsafat. Pada abad ke 12 M umat islam mulai meninggalkan tradisi berpikir filsafat, terutama filsafat sains. Mereka meninggalkan filsafat dan cenderung mengembangkan arketisme (Tirakat atau Zuhud) dan kesadaran mistis, mereka mulai berpindah dari dunia materi menuju dunia sufisme.

Tidak hanya itu, ayat-ayat Al-Qur'an yang ditafsirkan secara rasional akan dianggap haram, para mujtahid dilarang untuk melakukan ijtihad, orang yang melakukan kegiatan berfilsafat akan dihina dan dihujat, para filsof dicap sebagai orang yang kafir, dan islam mulai dibatasi hanya sebagai kegiatan ritual atau sebagai sarana pengajaran moral saja. Sejak saat itulah agama islam mulai mengalami kemunduran dan meredup cahayanya (Soelaiman, 2019).

Salah satu faktor internal yang menyebabkan kemunduran islam adalah umat islam tidak mau menerima kebudayaan Yunani yang telah mengenal filsafat terlebih dahulu. Umat islam menganggap bahwa kebudayaan Yunani mampu membahayakan agama mereka, karena itu kaum ulama bangkit melawan kaum Neo-Platonis islam yang ada pada masa itu. 

Al-Ghazali dalam karyanya "Tahafut Al-Falasifa" menunjukkan bahwa ada 20 persoalan dalam karya para filosof yang dianggap dapat merusak ajaran islam. 17 diantara karya-karya tersebut dianggap bid'ah olehnya dan 3 lainnya dinilai menyimpang dari akidah sehingga membuat ketiga filsof tersebut dicap sebagai orang kafir.

Pandangan Al-Ghazali tersebut mendapatkan respon dari Ibnu Rusyd dengan karyanya "Tahafut al Tahfut". Selain menulis "Tahafut al-Fasilat", Al-Ghazali juga menulis buku yang bernama "Ihya Ulumuddin". Pandangan-pandangannya dalam kitab itu telah menjadikannya sebagai perekonsilasi antara dua kubu pandangan yang bertentangan dalam islam, yakni antara pandangan Eksoteris dan pandangan Esoteris (Hadi, 1986).

Dalam dunia islam klasik terdapat dua golongan yang memilki perbedaan dalam memaknai filsafat ketuhanan, golongan tersebut adalah golongan Asy'ariyah dan Muktazilah. Golongan Asy'ariyah memiliki pandangan esoteris, golongan ini berpendapat bahwa alam dan manusia telah ditentukan Allah dan manusia tidak dapat mengubahnya. 

Artinya manusia tidak punya kemauan bebas untuk berbuat selain yang ditentukan. Golongan Asy'ariyah inilah golongan yang menentang adanya filsafat. Sedangkan golongan Muktazilah memiliki pandangan eksoteris, yang menganggap bahwa manusia tidak tergantung pada nasib tapi memiliki kebebasan untuk mengubah nasib. 

Dikarenakan ketertundukan manusia hanya berlaku pada fungsi manusia sebagai hamba, bukan pada fungsi manusia sebagai khalifah dan pemakmur kehidupan di dunia. Golongan Muktazilah ini memilki pandangan rasionalistis sehingga mendukung filsafat dan ilmu pengetahuan.

Perdebatan antara kedua golongan yang berkaitan dengan teologis-filosofis juga menjadi penyebab sejarah pemikiran islam kembali pada titik balik yang sangat serius pada abad ke 12 M. Dimana peradaban islam terus mengalami kemunduran dan ketertinggalan dengan bangsa barat, dan sebaliknya bangsa barat terus mengalami kemajuan sampai saat ini setelah menerima kehadiran filsafat dan memasuki era renaissance (Soelaiman, 2019).

Penutup

Dari uraian di atas dapat kita ketahui bahwa penyebab utama kemunduran umat islam dikarenakan umat islam meninggalkan filsafat dan memberikan batasan untuk berpikir. Padahal pada dasarnya baik Al-Qur'an maupu hadits memerintahkan agar umat islam senantiasa menggunakan akal pikirannya. Pandangan umat islam terhadap filsafat yang menganggapnya dapat membahayakan agama telah menjerumuskan islam dalam kemunduran dan ketertinggalan dengan bangsa barat yang mau berpikir terbuka dan mengembangkan filsafat.

Adanya tokoh-tokoh agama yang menentang filsafat juga menjadi salah satu penyebab terbentuknya perpecahan dan konflik internal antara golongan dalam islam, yang turut mengambil peran dalam menyebabkan kemunduran islam di masa kejayaannya. Untuk itu, agar islam mendapatkan kejayaannya kembali dibutuhkan refleksi terhadap penyebab kemunduran islam, mempersatukan perbedaan pendapat dalam memaknai filsafat dan senantiasa mengembangkan tradisi berpikir. Sehingga tercipta keselarasan antara fungsi manusia sebagai hamba dan fungsi manusia sebagai pembawa kemakmuran di bumi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun