Pendahuluan
Islam merupakan agama yang bersifat universal dalam artian ajaran-ajaran yang ada didalamnya mencangkup seluruh permasalahan dalam kehidupan manusia. Islam senantiasa mendorong umatnya untuk senantiasa berpikir guna mendapatkan ilmu pengetahuan.Â
Banyak ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits yang berisi perintah dan ajakan kepada umat manusia untuk menggunakan akal pikirannya. Pada dasarnya umat islam selalu dianjurkan untuk memperhatikan dan mempelajari kenyataan-kenyataan alam yang merupakan kekuasaan Allah.
Hal ini sejalan dengan hakikat filsafat yang menggunakan pemikiran akal untuk mencari suatu kebenaran dan hikmah atas dasar cinta pada kebenaran tersebut. Dengan demikian tidak heran apabila pada masa lampau umat islam mampu berjaya dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat, karena pada masa itu umat islam memiliki perhatian yang tinggi dalam memajukan ilmu pengetahuan dan filsafat.
Akan tetapi kejayaan islam tidak berlangsung selamanya, umat islam menghadapi goncangan ekonomi, sosial dan politik yang berdampak pada lumpuhnya keilmuan dalam dunia keislaman. Goncangan-goncangan tersebut meliputi faktor internal dan eksternal yang secara langsung mengakibatkan kemunduran umat islam (Nasbi, 2016). Artikel ini akan membahas secara khusus tentang dampak ditinggalkannya filsafat terhadap kemunduran umat islam.
Pembahasan
Kemunduran umat islam tidak semata-mata terjadi begitu saja tanpa adanya sebab. Faktor utama yang mengakibatkan terjadinya kemunduran umat islam adalah ditinggalkannya tradisi berpikir filsafat. Pada abad ke 12 M umat islam mulai meninggalkan tradisi berpikir filsafat, terutama filsafat sains. Mereka meninggalkan filsafat dan cenderung mengembangkan arketisme (Tirakat atau Zuhud) dan kesadaran mistis, mereka mulai berpindah dari dunia materi menuju dunia sufisme.
Tidak hanya itu, ayat-ayat Al-Qur'an yang ditafsirkan secara rasional akan dianggap haram, para mujtahid dilarang untuk melakukan ijtihad, orang yang melakukan kegiatan berfilsafat akan dihina dan dihujat, para filsof dicap sebagai orang yang kafir, dan islam mulai dibatasi hanya sebagai kegiatan ritual atau sebagai sarana pengajaran moral saja. Sejak saat itulah agama islam mulai mengalami kemunduran dan meredup cahayanya (Soelaiman, 2019).
Salah satu faktor internal yang menyebabkan kemunduran islam adalah umat islam tidak mau menerima kebudayaan Yunani yang telah mengenal filsafat terlebih dahulu. Umat islam menganggap bahwa kebudayaan Yunani mampu membahayakan agama mereka, karena itu kaum ulama bangkit melawan kaum Neo-Platonis islam yang ada pada masa itu.Â
Al-Ghazali dalam karyanya "Tahafut Al-Falasifa" menunjukkan bahwa ada 20 persoalan dalam karya para filosof yang dianggap dapat merusak ajaran islam. 17 diantara karya-karya tersebut dianggap bid'ah olehnya dan 3 lainnya dinilai menyimpang dari akidah sehingga membuat ketiga filsof tersebut dicap sebagai orang kafir.
Pandangan Al-Ghazali tersebut mendapatkan respon dari Ibnu Rusyd dengan karyanya "Tahafut al Tahfut". Selain menulis "Tahafut al-Fasilat", Al-Ghazali juga menulis buku yang bernama "Ihya Ulumuddin". Pandangan-pandangannya dalam kitab itu telah menjadikannya sebagai perekonsilasi antara dua kubu pandangan yang bertentangan dalam islam, yakni antara pandangan Eksoteris dan pandangan Esoteris (Hadi, 1986).