Mohon tunggu...
Muqaddim Karim
Muqaddim Karim Mohon Tunggu... Freelancer - Direktur Kaukus Politik dan Demokrasi

Menuju manusia yang manusia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Coronavirus dan Stupidity

25 Mei 2020   10:45 Diperbarui: 25 Mei 2020   11:03 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Muqaddim Karim -Direktur Kaukus Politik dan Demokrasi

Judulnya memang terlihat kontroversial dan bahkan bernada rasis. Tapi tidak begitu adanya, tulisan saya kali ini justru akan menyoroti kebijakan pemerintah yang terkesan masih kurang efektif. Di samping tetap menyayangkan sikap sejumlah masyarakat yang masih kurang disiplin.

Himbauan pemerintah yang disampaikan melalui Gugus Tugas Pemerintah untuk Covid-19 setiap sore pukul 15.30 WIB yang disiarkan melalui hampir semua TV swasta, belum mampu menjangkau semua kalangan. Masih banyak kelompok masyarakat yang belum menaati himbauan itu padahal sudah berbentuk hukum yang bukan lagi sekedar himbauan. 

Hal ini telah diberitakan di banyak media baik media mainstream maupun media sosial bahwa kasus-kasus pelanggaran PSBB masih marak terjadi dan hampir merata di seluruh tanah air khsusnya di daerah yang sudah menerapkan PSBB. Sebut saja tawuran pemuda/pelajar di Jakarta Barat pada Minggu, 10 Mei lalu, aksi balap liar oleh pemuda di Malang, Jawa Timur, pembagian sembako di kota Padang dan yang terbaru berita keramaian dan atrian di bandara dan pelabuhan keberangkatan, serta masih banyak kasus lainnya yang masih ngumpul-ngumpul di tempat umum.

Hal yang juga tidak kalah memprihatinkannya adalah masih banyaknya masyarakat yang terkesan tidak begitu peduli terhadap covid-19 ini, padahal para ahlinya seperti dr. Erlina Burhan, dr. Windi C. Sasue, dan dokter-dokter lainnya sudah berkali-kali mengingatkan bahwa jangan sampai ada yang menyepelekan wabah ini, namun jangan panik. 

Sikap peduli dan tidak panik ini hanya akan dapat dicapai jika masayarakat mendapatkan banyak informasi yang benar dan tidak menyesatkan. Karena salah satu masalah terbesar saat ini adalah banyaknya informasi tidak valid beredar dimana-mana. 

Ada yang menyangkut teori konspirasi, pengetesan sampel yang bukan dari manusia dan lain sebagainya. Informasi ini bisa saja ada benarnya tetapi jika masyarakat pandai memilih informasi, mereka akan mampu memilih informasi yang datang dari ahlinya dibanding memilih informasi yang tak tahu asal muasalnya.

Fenomena di atas terjadi bukan karena kesalahan masyarakat semata, bukan juga kesalahan tunggal pemerintah. Melainkan koordinasi dan sosialisasi yang belum tepat sasaran serta pendekatan yang dilakukan pemerintah belum sesuai dengan kondisi sebagian masyarakat. 

Akibatnya masyarakat yang kategori menengah ke bawah tidak mampu menyerap informasi secara seksama baik pada dampak kesehatannya maupun dampak ekonominya.  

Menurut saya, belum terlambat bagi pemerintah untuk mengevaluasi strategi sosialisasi bahaya corona ini. Ketika himbauan dan peringatan pemerintah terus dikampanyekan, pemerintah maupun LSM dan organisasi lainnya harus mengambil sikap edukatif bagi masyarakat luas. 

Edukasi yang dilakukan harus dilakukan secara terus menerus dan memilih pendekatan yang tepat. Contoh sederhananya adalah terus menyalurkan informasi-informasi bernada positif yang up to date melalui bahasa-bahasa sederhana kepada semua lapisan masyarakat. Selain itu, masyarakat harus tetap didorong untuk sadar akan perlunya informasi. Tentunya dengan menggunakan bahasa-bahasa yang sesuai dengan kondisi kelompok masyarakat tertentu.

Pembagian peran saya kira menjadi sangat penting untuk terus diefektifkan. Dokter dan tenaga medis lainnya melakukan penanganan pasien, pemerintah melakukan sosialisasi protokol kesehatan serta memaksimalkan kebijakan dan bantuan sosial, aparat keamanan melakukan pengawasan, 

LSM membantu pemerintah dalam memberikan bantuan, serta yang terpenting masyarakat harus saling mengingatkan melalui pendekatan yang sesuai dengan lingkungannya. Peran sesama masyarakat disini menjadi sangat penting pula mengingat komunikasi sesama masyarakat tidak bersifat kaku sehingga informasi bisa lebih mudah tersampaikan kepada masyarakat khususnya pada masyarakat kelas menengah ke bawah.

Selanjutnya, sikap anti informasi harus dihindari. Hal ini untuk menambah khasanah pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan sosial yang bukan saja berlaku pada masa pandemi ini, melainkan berlaku selamanya setelah pandemi. Kesadaran informasi akan menciptakan masyarakat yang disiplin jangka panjang. 

Harus diakui bahwa kedisiplinan dimulai dari kesadaran yang selalu berjalan beriringan dengan kekayaan informasi. Inilah yang saya maksud stupidity harus dilawan melalui kerjasama semua pihak. Kerjasama dapat dilakukan melalui evaluasi pendekatan sosialisasi yang tepat sasaran serta pembagian peran harus terus ditingkatkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun