Mohon tunggu...
Muqaddim Karim
Muqaddim Karim Mohon Tunggu... Freelancer - Direktur Kaukus Politik dan Demokrasi

Menuju manusia yang manusia

Selanjutnya

Tutup

Money

Anomali BUMN di Indonesia

10 Mei 2020   22:11 Diperbarui: 10 Mei 2020   23:09 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

JAKARTA -Indonesia dikenal sebagai negara yang menganut sistem demokrasi. Demokrasi yang diklaimnya adalah demokrasi Pancasila.

Namun, demokrasi Pancasila akhir-akhir ini mendapat banyak sorotan dari sejumlah tokoh nasional bahkan tidak jarang menjadi topik perbindangan publik. Berkaitan dengan itu, saya melihat bahwa memang Pancasila sampai saat ini belum menemukan jati dirinya, akibatnya berbagai model khsusunya di bidang perekonomian pun sering kali berlainan versi antara rezim yang satu dengan rezim lainnya.

Berkaca pada fakta di lapangan saat ini, saya menilai bahwa sistem perekonomian yang disebut dengan ekonomi pancasila lebih mirip dengan bentuk perekonomian di negara demokrasi liberal. Hal ini ditandai dengan diberlakukannya praktik ekonomi kapitalistik. 

Dimana pemerintah terkesan memberikan kewenangan kepada pelaku pasar secara penuh dalam manjalankan perekonomian termasuk menentukan harga. Meskipun dalam beberapa kondisi dan situasi pemerintah tetap hadir di dalam pasar sebagai "juru damai dan juru selamat".

Komitmen liberalisme yakni memenuhi kebutuhuan masyarakat akan persamaan kesempatan dan akses sebenarnya terlihat juga di dalam Pancasila, ini yang kemudian menjadi dasar klaim bahwa negara pancasila harus menjunjung tinggi kesamaan, kesempatan dan akses kepada seluruh masyarakatnya.

Hal ini sudah lumayan terlihat di lapangan bahwa diskriminasi ekonomi dan kesempatan berbisnis oleh masyarakat nyaris tidak ada masalah. Artinya masyarakat telah memanfaatkan komitmen pemerintah itu dengan cukup baik.

Data dari Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mengungkapkan bahwa sepanjang tahun 2010 - 2017, jumlah unit usaha dan PDB selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 jumlah UMKM adalah 52.769.426, dan pada tahun 2017 mengalami peningkatan signifikan yaitu menjadi 62.928.077.

Hal ini saya nilai sebagai pembuktian bahwa kesamaan, kesempatan dan akses yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat menjadi faktor utama yang mendorong peningkatan jumlah UMKM di dalam masyarakat.

Di tengah semangat pengembangan UMKM, penguatan BUMN juga terlihat sedang diupayakan secara maksimal. Mulai dari penunjukan tokoh senior urusan Ekonomi pak Erik Tohir sebagai Menteri BUMN sampai pada perombakan jajaran petinggi BUMN. Beberapa contoh yang sempat mendapat sorotan ialah pergantian Direktur Garuda Indonesia serta penunjukan Ahok sebagai salah satu komisaris di PT Pertamina. Yang terbaru, penertiban kepengurusan Jiwasraya yang tengah digenjot sebagai respon terhadap kasus korupsi yang merugikan negara senilai 16,8 triliun rupiah.

Kalau mundur sedikit ke belakang, kasus korupsi Jiwasraya itu bukanlah hal pertama yang terjadi di tubuh BUMN. Tercatat, kasus korupsi pernah terjadi di PT Nindiya Karya, Angkasa Pura II, PLN, Pelindo, Pertamina, Krakatau Steel, Garuda, Jasindo dan lain-lain dengan jumlah korupsi yang berbeda-beda. Kasus-kasus ini menjadi kemirisan tersendiri terhadap manejemen BUMN selama ini yang begitu tidak professional.

Jika dikaitkan dengan teori eknomi politik manapun, prkatik kerja BUMN di Indonesia sulit ditelaah, karena keterlibatan langsung negara dalam dunia bisnis sebetulnya bisa dikatakan sebagai sebuah kekeliruan.

Sebab negara pada hakikatnya harus bertindak sebagai fasilitator bagi rakyatnya agar bisa mendapatkan kesempatan dalam mengembangkan dirinya, khsusunya dalam dunia bisnis baik pada high level maupun UMKM. Bukan malah berbisnis dan bersaing dengan rakyatnya sendiri dalam memperebutkan pasar.

Teori ekonomi klasik, neo klasik, dan Keynesian tidak pernah memberikan konsep tentang peranan negara sebagai badan bisnis. Yang agak sedikit bersinggungan adalah, teori Keynesian dimana pemerintah diharapkan perannya di dalam pasar untuk melindungi konsumen dari kesewenang-wenangan pelaku bisnis, serta menghendaki negara untuk berfungsi dalam menjaga kestabilan pasar.

Tetapi, yang terjadi di Indonesia, BUMN-BUMN itu terlampau jauh ke dalam pasar. Akhirnya, kehadiran negara bukan hanya sebagai pelindung konsumen melainkan sama saja dengan pelaku pasar pada umumnya. Bahkan tidak jarang ikut menindas konsumen.

Penindasan konsumen oleh BUMN dapat dilihat pada kasus mahalnya tiket pesawat terbang beberapa bulan yang lalu. Sebagai BUMN yang bergerak atas nama negara, harusnya Garuda Indonesia berani memberikan harga yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat sebagai bentuk perlindungan terhadap hak-hak sipil.

Dengan begitu, bukan tidak mungkin, maskapai-maskapai swasta lainnya akan mengikuti langkah Garuda Indonesia itu. Dampaknya adalah masyarakat akan terselamatkan dari kesewenang-wenangan pelaku usaha dalam menentukan harga. Di BUMN bidang lain juga harusnya seperti itu, berperan sebagai penyeimbang pasar dalam rangka melindungi rakyat sebagai konsumen.

Arti dari semua itu adalah, BUMN seharusnya diperankan sebagai pelindung rakyat, penjamin kesempatan dan akses rakyat, serta yang paling utama mengurangi gap keuntungan antara produsen dan konsumen. Bukan malah berbisnis melawan rakyatnya sendiri. Akibatnya dukungan terhadap pembangunan UMKM tidak sejalan lagi dengan kebijakan pemerintah di lain sisi.

Padahal sudah menjadi rahasia umum, setiap keputusan yang diambil baik pemerintah maupun DPR tidak boleh tumpang tindih dengan kebijakan lainnya, apalagi jika kebijakan itu bermuara pada "pantai yang sama". Peran BUMN saat ini sebagaimana digambarkan dengan sangat sederhana di atas menjadi alasan utama saya menyebutnya sebagai Anomali keberadaan BUMN di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun