Kejadian trauma (Tsunami) dipahami oleh banyak ahli akan sulit hilang dari ingatan individu atau bahkan dapat bertahan untuk waktu yang sangat lama (Latipun, 2015). Ketika sebagian besar masyarakat Aceh mengalami pengalaman yang tidak terduga seperti Tsunami, yang terjadi adalah ketakutan, perasaan tidak berdaya, shock, cemas, depresi dan sebagainya. Hal ini merupakan penyesuaian diri (well adjusted) dengan cepat mengambil pelajaran untuk mengatasi dan memperkuat ketegarannya.Â
Berdasarkan laporan dari Universitas Indonesia, 20-25% anak-anak di wilayah provinsi Aceh membutuhkan penanganan profesional untuk masalah psikososial (Carballo et. al., 2006). Tidak hanya itu, dampak psikososial lainnya seperti depresi dan gangguan psikosomatik menjadi masalah yang paling banyak terjadi saat itu. Para nelayan tidak mampu lagi untuk pergi ke laut selama berminggu-minggu setelah kejadian Tsunami tersebut. Mimpi buruk, kecemasan, panic attacks, ketidakpercayaan, survivor guilt, dan kemarahan juga dialami oleh komunitas yang terkena dan merasakan langsung bencana Tsunami (Carballo et. al., 2006).
Secara lebih khusus, Koentjoro & Andayani (2007) menyatakan dampak psikososial paska bencana Tsunami yang terjadi pada masyarakat meliputi:
- Kecemasan. Kecemasan adalah ketakutan dengan objek, sebab dan alasan, yang tidak jelas. Sebagian masyarakat mengalami kecemasan setelah mendengar isu dan kabar buruk dari korban bencana meskipun mereka tidak merasakan goncangan gelombang Tsunami secara langsung.
- Stres. Stres adalah kondisi yang dirasakan sangat menekan, mendorong dan menjadi beban psikologis yang sangat berat sehingga berdampak pada fungsi keseimbangan psikologis. Kondisi makanan yang tidak mencukupi, masalah ekonomi, pendidikan, iklim yang buruk menjadi beban pikiran masyarakat yang berkepanjangan paska bencana.
Trauma. Pengalaman dari peristiwa bencana alam yang dahsyat menimbulkan trauma di sebagian besar masyarakat.Â- Kecacatan anggota dan organ tubuh. Kecacatan yang ditimbulkan akibat peristiwa Tsunami memberikan dampak psikologis buruk bagi penderitanya. Korban yang kesulitan menyesuaikan diri akan cenderung lebih beresiko terkena dampak gangguan psikologis.
Pengalaman traumatik umumnya mengganggu individu. Namun demikian dengan pengalaman tersebut individu dapat banyak belajar mulai dari bagaimana menghadapi bencana Tsunami dan meningkatkan kesiapsiagapan dan kemampuan individu untuk melakukan penanganan atas pengalaman traumatik khususnya penanganan secara psikologis.
 Â
Penanganan psikologis untuk korban paska bencana Tsunami membutuhkan pemahaman konsep dan cara pendekatan. Yakni pemahaman akan dukungan sosial. Menurut Sarafino (1990) dukungan sosial adalah usaha mengarah pada peningkatan kesejahteraan individu yang menerima dukungan. Oford (1992) mengemukakan bahwa ada lima dimensi fungsi dasar dukungan sosial, yaitu dukungan materi, dukungan emosi (afeksi atau ekspresi), dukungan penghargaan, dukungan informasi, dan dukungan integritas (perasaan individu sebagai bagian dari suatu kelompok).Â
Penanganan dan pemulihan secara psikologis yang dilakukan oleh profesional setidaknya diharapkan mampu untuk mengurangi dampak negatif bagi mental korban paska bencana Tsunami. Tidak hanya memberikan intervensi namun juga memberikan pembelajaran dan solusi ke depannya apabila menghadapi situasi yang sulit seperti bencana alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H