Sebelum mengetahui ajaran agama-agama, terlebih dahulu penting menyatukan pandang perbedaan antara agama samawi dan agama ardhi. Agama samawi adalah agama yang diturunkan (wahyu) dari Allah SWT melalui malaikat Jibril dan disampaikan oleh Nabi/Rasul yang telah dipiliholeh Allah SWT untuk disebarkan kepada umat manusia. Seperti nasrani, yahudi, dan islam.
Sedangkan agama Ardhi adalah agama yang berkembang berdasarkan budaya, daerah, pemikiran seseorang yang kemudian diterima secara global. Serta tidak memiliki kitab suci dan bukan berlandaskan wahyu. Adapun bentuknya bermacam-macam. Seperti budah, hindu, dan lain-lain.
Islam: Tidak (sempurna) iman seseorang kecuaki ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri (Al-Hadist)
Kristen: Perlakukanlah orang lain seperti kamu menginginkan mereka memperlakukannya terhadap kamu (Luke: 61)
Yahudi: Apa yang kamu anggap jahat, jangan lakukan kepada orang lain (Talmud, Shabbat: 31).
Budha: Jangan sakiti orang lain seperti apa yang kamu sendiri merasakan sakit (Udana Varga).
Hindu: Ini adalah total kewajiban. Jangan memperlakukan orang lain yang akan menyebabkannya sakit apabila ini dilakukan kepada dirimu (Mahabharata).
Confucian: Adakah sebuah kata yang dapat menjaga kita di jalan lurus sampai hari-hari akhir kita? Ya, keadilan. Apa yang tidak kamu inginkan jangan lakukan kepada orang lain (Analects).
Ini mengindikasikan betapa setiap agama samawi dan ardhi sama-sama mendambakan kedamaian, mengimpikan keadilan, dan mencintai kepedulian atas sesama. Maka bagi seluruh manusia yang benar-benar berpegang teguh pada kitab sucinya hendaknya bersedia mengimplementasikan esensi-esensi yang terkandung didalamnya.
Dan bila semua penganut agama konsisten terhadap ajaran-ajaran agama masing-masing mestinya tak ada pertumpahan darah dan atau percekcokan yang memancing 'adu-jotos' lintas agama. Kemudian kita tidak bisa membayangkan bagaimana keasyikan serta ketentraman hidup berbangsa dan bernegara. Bagaimana mungkin saling bertikai sedangkan masing-masing agama mengutuk segala bentuk tindak-tanduk kebiadaban.
Namun, ironi yang terjadi justru pertikaian merajalela. Akibatnya penganut agama satu dengan yang lain saling menghujat lantaran keegoan, keetnosintrisan, dan nafsu kehewanan dikedepankan. Pada kondisi ini sebenarnya mereka telah mangangkangi keyakinannya sendiri. Belum usai prihal Rongihiya, dunia disugihi konflik Palestina-Irael yang tidak henti-hentinya bergejolak mengiringi rotasi zaman. Tragedi ini bukan terjadi secara alamiyah tapi karena ulah manusia yang tidak mengindahkan seruan agamanya.
Lalu, masihkah ingin menyalahkan agama dan lingkungan ketika terjadi malapetaka pun bencana yang terus-terusan melanda? Namun, sebelum gegabah menyalahkan agama dan lingkungan, sudah benarkah kita menjalankan ajaran-ajaran agama masing-masing? Jika masing-masing belum merasa (dan harus merasa) mengimplementasikan seruan agamanya belum terlambat untuk membenahinya.
Melalui tulisan ini, kita berharap semoga seluruh pemeluk agama konsisten dengan esensi agama masingmasing. Sehingga tidak muncul konflik yang mengatasnamakan agama. Dan akhirnya kita bisa menyaksikan dan menikmati kenyamanan berbangsa dan bernegara. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H