Mohon tunggu...
Munawirsan Simatupang
Munawirsan Simatupang Mohon Tunggu... Mahasiswa Profesi -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tantangan Pendidikan Sistem Reproduksi dan Seks di Sekolah

25 Juli 2016   23:21 Diperbarui: 26 Juli 2016   18:46 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya bernama Munawirsan Simatupang, S.Pd

Saya bertugas di SMP Negeri 1 Fayit selama satu tahun melalui program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM-3T). Melalui tulisan ini saya akan bercerita tentang siswa-siswi saya di sekolah, tentang tingginya angka putus sekolah terlebih bagi siswi kami. Mereka putus sekolah dengan berbagai alasan, tidak ada sagu, tidak ada buku, hingga karena sudah hamil.

Beberapa waktu sebelumnya, beberapa bulan kami mulai mengajar di sekolah tersebut, kami terpaksa mengeluarkan dua orang siswi dari kelas VII di sekolah itu dan satu orang siswi dari kelas VIII, sekelasnya Marselina, karena hamil. Siswi yang hamil sering menjadi masalah di sekolah tersebut, menurut Kepala Sekolah. Hal ini yang membuat Kepala Sekolah terpaksa membuat suatu keputusan, suatu kebijakan dengan melarang siswa-siswi kami berpacaran, hal yang sedikit bertentangan dengan pikiran saya, bahwa mereka berhak untuk berpacaran di usia remaja ini. 

Itu normal, dorongan dari dalam dirinya sendiri dalam perkembangan biologis dan psikologisnya, begitu menurut saya. Namun bagaimanapun, kebijakan itu memang tepat, mengingat siswa-siswi kami belum memahami makna pacaran yang sesungguhnya, mereka rawan sekali mau dibujuk oleh pacarnya untuk disentuh bagian tubuhnya, berpikir tidak akan terjadi apa-apa.

Saya berpikir, mereka ini harus senantiasa dididik tentang reproduksi, tentang seks. Mereka harus memahami tubuhnya, mereka harus memahami perkembangan dan pertumbuhannya. Namun, bukan tanpa halangan, hambatan, banyak tantangan yang kami hadapi di sana, dan mungkin juga guru-guru di seluruh wilayah Indonesia. Meski dengan berbagai kasus yang telah timbul berupa pemerkosaan, perkawinan di luar nikah, dan lain-lain, namun sering sekolah ragu untuk mengambil peran dalam mengatasi masalah ini.

Menurut saya, ada beberapa hal yang menjadi tantangan dalam pendidikan reproduksi di sekolah, yakni sebagai berikut:

  • Keengganan Guru
    Pendidikan reproduksi manusia, pendidikan seks di sekolah adalah hal yang tabu di Indonesia, termasuk tempat saya mengajar. Guru-guru merasa malu kalau materi pembelajaran tentang reproduksi, tentang seks. Bagaimana tidak, kalau sudah mengajarkan reproduksi manusia, mengajarkan tentang seks di dalam kelas, mau tidak mau guru harus sering menyebutkan alat-alat reproduksi, baik alat reproduksi pada laki-laki maupun perempuan. Ini memalukan bagi guru jika harus mengucapkan itu di dalam kelas, terlebih di depan siswa-siswinya sendiri, terlebih jika sampai terdengar keluar kelas, didengar oleh guru yang lainnya, oleh kepala sekolah, apalagi masyarakat. Akibatnya, sekalipun telah memahami pentingnya pendidikan sistem reproduksi manusia, tentang seks di sekolah, namun kebanyakan guru enggan mengajarkannya, materi ini seringkali dilewatkan begitu saja.
  • Kosakata Guru dan Siswa
    Dewasa ini, memahami pentingnya pendidikan sistem reproduksi di sekolah, beberapa Guru di Indonesia bersedia mengajarkannya kepada siswa-siswinya melalui materi pembelajaran yang sudah ada di dalam buku. Namun kemudian masalah timbul lagi, yakni perbedaan penguasaan kosakata Guru dengan siswa. Banyak istilah, banyak nama-nama anggota tubuh pada manusia yang tidak diketahui oleh siswa-siswi di sekolah, sehingga memaksa Guru untuk sesekali menerjemahkannya ke kata dalam bahasa sehari-hari, yang bisa dengan segera memancing siswa-siswi tertawa, terlebih jika Guru tersebut menunjukkan bagian tubuh yang dimaksud.
  • Kekhawatiran Siswa Bertanya Lebih Jauh
    Hal ini termasuk yang sangat dikhawatirkan oleh Guru, nanti saya ajarkan mereka malah banyak bertanya, demikian pemikiran Guru tersebut. Sekalipun Guru berkenan untuk mengajarkannya, Guru malah berharap agar siswa untuk mendengarkan saja, pakai telinga saja.
  • Komunikasi Guru dengan Orangtua Siswa
    Bapa Mama, tadi Bapa Guru ada kasih kita pelajaran di sekolah tentang reproduksi, tentang seks. Tapi saya masih banyak yang belum mengerti tadi di sekolah, Bapa Mama bisa jelaskankah?
    Hal ini termasuk kekhawatiran Guru, akibat tidak selarasnya, tidak sepaham, akibat komunikasi antara Guru dan Orangtua siswa-siswi yang terjalin kurang baik.

Sebenarnya, kurikulum di SD hingga SMP telah menampung kebutuhan pembelajaran sistem reproduksi dan seks di Indonesia, namun kenyataan yang disebutkan diatas mengakibatkan tujuan pembelajaran tersebut tidak bisa tercapai dengan baik di sekolah.

Baik Guru maupun Orangtua seringkali mengabaikan kenyataan ini, bahwa bagaimanapun pembelajaran tersebut merupakan kebutuhan anak-anak mereka yang telah beranjak usia remaja, masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Guru dan Orangtua mengabaikan bahwa pendidikan sistem reprodukssi adalah kebutuhan yang sangat penting bagi remaja di Indonesia.

Pendidikan sistem reproduksi, pendidikan seks bukanlah pendidikan untuk mengajarkan anak-anak melakukan hubungan seksual, justru pendidikan seks di sekolah maupun di keluarga dapat membantu anak-anak agar memahami bagian-bagian tubuhnya, organ-organ reproduksinya sebagai alat vitalnya, dan pendidikan sistem reproduksi, pendidikan seks yang dibarengi oleh pendidikan moral diharapkan mampu mencegah mereka dari penyakit, juga mencegah mereka dari kehamilan di luar nikah, aborsi, dan lain-lain.

Sebagaimana saya memandang besarnya peran perempuan-perempuan Papua dalam pembangunan hingga saya tidak ingin kehilangan satu orang siswipun, demikian jugalah hendaknya Guru dan Orangtua siswa di seluruh wilayah Indonesia.

Mari kita bekali mereka dengan pendidikan sistem reproduksi, pendidikan seks yang dibarengi dengan pendidikan moral, agar kita mampu mengawal perjalanan mereka dalam meraih cita-cita mereka, dalam meraih masa depan mereka.

Dokumentasi Pribadi: Marselina kembali Sekolah
Dokumentasi Pribadi: Marselina kembali Sekolah
Marselina, saya merindukanmu, tulisan ini saya persembahkan untukmu, semoga suatu saat nanti kamu tidak sengaja membuka tulisan ini sebagai perempuan Papua yang luar biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun