Jauh sebelum interaksi dalam suasana pra maupun gerakan reformasi, persinggungan saya dengan tokoh ABRI dimulai saat menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa FS IAIN Jakarta. Selain berkuliah, pada awal 1990-an, kritisisme dan idealisme mahasiswa mulai menggeliat. Beberapa kali saya terlibat aksi di jalan, termasuk pembelaan dan aksi kami atas kasus buruh Marsinah, advokasi petani Cimacan, hingga aksi anti perjudian Porkas sempat merobohkan pagar kantor kementerian Sosial RI.
Di tengah gerakan aksi-aksi itu, sebuah undangan Coffee Morning kepada para aktivis dan tokoh masyarakat dilayangkan Pangdam Jaya, Mayjend TNI AM Hendropriyono. Saya pun hadir, meskipun dengan niat semula, bagaimana saya bisa menyampaikan aspirasi, wacana publik, dan keresahan intektual dan moral atas situasi kebangsaan yang saya yakini menjadi BOM WAKTU yang siap meledak jika saluran aspirasi tersumbat dan solusi tak kunjung datang.
Pangdam Jaya, Mayjend TNI AM Hendropriyono sebagai tuan rumah menunjukkan sosok pemimpin yang ramah, simpatik dan cerdas, meskipun gestur dan garis wajah militernya tetap tampak tegas. Dengan hangat menyambut kami, sehingga terjadi pertemuan tanpa skat dengan para tokoh dan peserta Coffee Morning yang hadir.
Ada harapan besar bagi saya, sepanjang katup silaturahim dan komunikasi terbuka, masih terbuka jalan kolaborasi dan sinergi. Toh, undangannya juga minum kopi bareng, nyantai, dan kondusif buat ngobrol dari jarak dekat. Titik awal pertemuan itu mulai membuka pemahaman saya tentang adanya sosok- sosok penting para tentara dan polisi yang berjiwa nasionalis, terbuka dalam dialog dan juga punya idealisme dan pandangan kritis bagaimana membangun negeri lebih baik.
Sejarah tak terlupakan, memang banyak pemimpin militer, dari ABRI yang juga punya kecerdasan, nasionalis sejati dan berjiwa negarawan. Mereka juga punya keresahan yang sama. Termasuk, punya idealisme dan harapan bagaimana mengembalikan Indonesia ke jati diri sesuai cita proklamasi dan pembukaan UUD 45. Sepertinya, tak selalu tepat adanya pandangan dikotomis dan diskriminatif antara sipil-militer, elit-alit, arus atas-arus bawah, kaum santri, priyayi dan abangan, menjadi cair, untuk memungkinkan terjadinya rekonsiliasi, kolaborasi dan sinergi dalam spirit keindonesiaan.
Â
 Angin Reformasi dari TNI
Terpenting lainnya, saat ABRI membuka lebar, bahkan terbilang "radikal" dengan gelaran Seminar ABRI Abad 21 pada 1998 di Markas Sesko ABRI di Bandung. Ini amat moumemantal dan historical.  Saya terkaget karena mendapat undangan resmi untuk menjadi peserta. Entah apa  latar belakangnya kenapa saya diundang. Tentu saya berhasrat menggali lebih banyak perkembangan, apakah ABRI akan ikut dengan arus reformasi ? Saya berniat memanfaatkan ruang tersebut, bagaimana  untuk ikut berdialog, sumbang ide dan gagasan, dalam Seminar yang menurut saya sangat penting, keren, TOP, karena menjadi harapan bagi aspirasi kelompok kritis dan penggerak aksi.
Kesempatan terbaik bagi saya untuk menyiapkan beberapa pandangan, usai ngobrol bareng teman-teman aktivis, bagaimana suasana dialog tersebut dapat kita manfaatkan untuk menggoalkan aspirasi. Apakah ABRI, termasuk POLRI, di dalamnya ada niatan dan keseriusan untuk ikut arus reformasi atau mereka akan melawan arus.
Di hari Seminar ABRI Abad 21 itu makin memberi ruang dan kesempatan bagi saya mengenal dan berinteraksi dengan para petinggi militer dan Polri serta elita nasional. Tentu saja, dengan sangat terbatas dari perwakilan sipil, apalagi mahasiswa dan pemuda. Saya tak membuang kesempatan untuk belajar memahami lebih dalam suasana kebatinan, persepsi, pemikiran dan arah dari peran ABRI saat reformasi dan ke depannya.
Seperti momen sebelumnya, saat medio 1996-1998 hingga 1999, saya ikut menjadi bagian dari titik seimbang dari arus gerakan aktivis-kelompok kritis dengan para elit yang punya prekuensi sama : Reformasi dan Perubahan. Dari Seminar yang sangat monumental tersebut, saya bisa menyerap keaslian dan kemurnian, spirit dan ruh kenegarawanan para peserta yang bercampur tanpa dikotomi sipil-militer, beda agama, keyakinan dan latar ragam sosial dan budaya, semua sepakat reformasi ABRI dan kawal reformasi negeri. Deal.