Meskipun ada sebagian teman-teman gerakan aksi yang menolak ragam dialog, saya termasuk yang mencoba berfikir positif dan masih menaruh harapan, semoga dialog bisa menjembatani titik temu dan menghindari korban. Dalam dialog Kemayoran yang dipimpin oleh Menhankam Pangab, Jenderal TNI Wiranto, juga didampingi para perwira tinggi militer seperti Letjen TNI SB Yudhoyono, Letjen TNI Fachrurrozi, Mayjend TNI Agus Widjojo, dan sejumlah pejabat penting lainnya. Para menteri utama pun hadir berjejer seperti sebuah sidang kabinet lengkap, kecuali Presiden Soeharto dan Wakil Preisden yang tak hadir.
Saya hadir mewakili Gerakan Pemuda Ansor/Banser. Kesempatan tersebut, di tengah kebuntuan dialog, ketegangan dan konflik, serta ancaman perpecahan, amatlah penting. Dalam tradisi pesantren, bertabayyun, menyampaikan pendapat, pandangan dan keyakinan serta meminta klarifikasi menjadi penting untuk melahirkan titik temu perbedaan dan mencoba menemukan kesepakatan.
Demikian juga, menjadi ajaran dari para guru mulia tentang spirit moderasi beragama dan berbangsa dalam lingkungan Ahlussunnah wal jamaah. Silaturahim kebangsaan tetap harus tumbuh meskipun banyak perbedaan kepentingan dan pandangan. Dengan silaturahim dan dialog, musyawarah, apa yang menjadi salah paham bisa menimbulkan paham yang salah pula, lebih banyak kesempatan untuk membangun konsensus.
Saat mendapat giliran menyampaikan pandangan, saya mulanya agak gugup jelang kena giliran berpendapat. Dialog terbuka, dihadiri para petinggi negeri, termasuk pejabat MPR/DPR RI. Sebelumnya, saya tak pernah berada dalam suasana formal dan terasa ada ketegangan seperti itu. "Bismillah, aja saya coba sampaikan sesuai dengan apa yang jadi suasana kebatinan rakyat", suara hati nurani berbisik lembut.
Saatnya tiba, saya menyampaikan sikap dan pandangan saya. "Kepada Presiden Soeharto, yang saat ini wakili pemerintah dan kabinet, terlebih ada Mbak Tutut sebagai Menteri Sosial, saya menyampaikan dengan tegas bahwa mahasiswa bersama rakyat, menginginkan adanya reformasi total. Bubarkan ABRI, Para Pejabat yang terlibat KKN harus mundur dan diusut tuntas kasus KKN nya, hukum harus ditegakkan seiring dengan upaya pemulihan krisis ekonomi harus segera diambil cepat. Rakyat tak bisa menunggu, karena kita mengalami krisis multidimensi, termasuk krisis kepercayaan terhadap pemimpin. Solusinya Reformasi total untuk perubahan yang lebih mendasar dan fundamental", demikian saya sampaikan dengan lantang dan tegas di hadapan pemerintah dan petinggi ABRI, termasuk Pimpinan POLRI di dalamnya.
Terus terang saat ini, termasuk usai menyampaikan pendapat, saya merasa panas dingin juga. Ada juga was was dan takut. Karena banyak teman-teman yang hilang, entah diculik atau dibunuh kabarnya. Sementara, arus kehadiran gerakan dan aksi mahasiswa terus meringsek ke Jakarta, entah terkonsentrasi di Semanggi, Slipi, Senayan ataupun Bundaran HI, semuanya mulai bergerak simultan.Tak terkecuali gerakan aksi dan demo di sejumlah kota pun kian merebak.
Saat itu, saya mencoba menyampaikan hal obyektif dan apa adanya dengan kebersamaan dan kekuatan kami yakini, karena apa yang saya sampaikan memang menjadi keresahan batin dan suara murni aspirasi rakyat. Saya gak tahu, apa yang akan terjadi setelah Dialog Kemayoran itu.Apakah saya akan ikut menghilang seperti yang dialami beberapa rekan aktivis gerakan.
 Usai Dialog Kemayoran tersebut, saat bubar beberapa perwira yang tak saya kenal sebelumnya mendekat. Ada yang mengajak kenalan dan ngobrol. Ada yang juga senyum dan sebagian serem, lumayan ngeri. "Jangan-jangan saya ikut hilang dan terancam", tetap saja ada kekhawatiran juga.
 Itulah awal saya berinteraksi secara terbuka dan intensif dengan para perwira ABRI (Di dalamnya termasuk POLRI). Tak disangka dari forum dialog formal tersebut berkembang ke jalinan komunikasi, saling kenal, secara dekat saat saling sapa, ngobrol dan bertukar pikiran, sebagian mereka menyatakan sependapat dengan pandangan saya dan teman pergerakan lainnya. Saya mulai mengenal dari dekat dan berinteraksi dengan sosok Menhankam Pangab Jenderal Wiranto, Kapolri Jenderal Pol Rusmanhadi, Letjen SB Yudhoyono, Letjen Agum Gumelar, Letjen Fachrurrozi, Mayjend Agus Widjojo, dan lainnya, termasuk Mayjend Probowo Subiyanto.
Di tengah suasana sebelum medio Mei 1997-1998, saat pimpinan GP Ansor/Banser diundang ke Markas Kopassus kami  sempat bertemu, berdialog penuh akrab dan kehangatan dengan Komandan Kopassus, Mayjend TNI Prabowo Subiyanto. Kami hadir untuk membangun silaturahim dan dialog jarak dekat ke Markas di Cijantung. Sosok pemimpin militer muda yang gagah, bersemangat, penuh harapan dan membanggakan; menjadi kesan para peserta dari Ansor/Banser dari seluruh Indonesia saat bertemu dan berdialog tentang kebangsaa bersama Komandan Kopassus.
Bahkan, menjadi kehormatan besar, saat Mayjend Prabowo memerintahkan para prajurit Kopassus menunjukkan atraksi dengan menerbangkan bendera Merah Putih bersama Bendera Ansor-Banser berkibar di angkasa dibentangkan para penerjun di atas langit Markas Kopassus. Kami semua takjub dan terharu, pasukan Kebanggaan Kopassus bersama Banser bersatu menjaga NKRI.