Departemen ini diasuh oleh Prof. Osman Bakar, yang berasal dari Malaysia. Kelas Islamic Studies ini mengkaji berbagai latar belakang agama. Osman Bakar memperlihatkan beberapa buku ke saya, salah satunya buku "Islam and Confusianism". Ini mungkin buku pertama di dunia yang mendialogkan peradaban Islam dan Konfusianisme. Ia ingin saya menterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia--- suatu amanah yang hingga sekarang belum bisa terwujud.Â
Tapi saya berharap buku ini sudah ada yang menterjemahkan. Prof. Osman mengajar tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia Islam. Menurutnya, al-Qur'an sebagai sumber sains harus terus digali isinya. Katanya lagi, banyak penemuan terbaru teknologi Amerika, termasuk penggalian situs-situs, bahkan juga produksi film-film, dilakukan oleh orang-orang yang menggali alQur'an.
Department Dalam Negeri AS juga rupanya punya Islamic Section atau Departemen Keislaman yang menangani urusan dengan dunia Islam. Hanya saja, berbeda dengan yang ada di universitas, Islamic Section ini lebih bersifat peran negara dan pemerintah dalam memantau, mengkaji dan menjalin kemitraan atau sebaliknya, bagaimana Amerika memposisikan diri dan berperan terhadap negara-negara Islam.  Saya memahami dari penjelasan beberapa pejabat yang kami  berbincang. Sebagian ada kaitan dengan bagaimana dominasi dan kepentingan AS atas negara tertentu.
Dalam beberapa kesempatan, saya menerangkan, perlunya pemahaman yang tepat mana Islam dalam konteks moral dan formal. Apakah Anda semua dapat membedakan antara beberapa narasi tentang Islam dan masyarakat Islam, dunia Islam, apakah Islam identic dengan Arab? Manakah yang disebut dengan negara Islam atau Islamic State, atau bangsa Islam, Islamic Nation, atau bahkan apa yang dimaksud dengan peradaban dan budaya Islam. Mengapa bermunculan istilah Islam fundamentalis, Islam radikal, Islam kanan-Islam kiri, atau Islam teroris? Seperti itulah kami berbincang sambil berdialog akrab Bersama para pemimpin muda dari Kawasan yang berbeda negara, bangsa dan agama serta keyakinan tersebut.
Akibatnya, meskipun yang dilakukan dengan menawarkan dialog, AS kerap menempatkan diri dan posisi yang tak sejajar dan berimbang dengan teman dialognya. Pilihan AS sebaiknya bersikap respek dan rendah hati, terbuka dan mau mendengar, serta membuka Kerjasama dengan semua pihak dengan tujuan dan hasil yang win win solution.
Saat itu, saya menyampaikan pandangan kritis, terbuka, tetap menjaga kesantuan khas Indonesia, karena sejak awal dari misi dan kujungan kami bersifat diplomasi publik dan perdamaian, bahkan mengedapankan dialog dan intelektual.Bersyukur, tradisi intelektual dan keterbukaan memang benar-benar dihargai, gak ada yang marah atau emosi dalam kami berinteraksi. Alhamdulillah, misi diplomasi publik yang mengesankan pun berhasil kami jalani dengan segala tantangan dan suasana yang tak mudah saya lewati, untuk beradaptasi cepat dalam segala situasi dan suasana.
Masih banyak jejak kenangan dan catatan yang tak terungkap dalam artikel ini. Juga tak sedikit tanda tanya tentang banyak hal sepanjangan berada di Amerika Serikat. Banyak Kerjasama dan kemitraan yang bisa dijalin dengan baik untuk manfaat dan kebaikan Bersama.Terutama, bagaimana segala yang baik menjadi model dan teladan, dan hal yang tak sesuai dan bertentangan, memang ada perbedaan dan keragaman.Â
Semua dapat kita petik pelajaran dan hikmah terbaik. Ada rasa persahabatan dan persaudaraan yang kerap terjalin dengan para delegasi lintas negara untuk  kelak menyambung hubungan baik dan kerjasama saling bermanfaat antar warga, antar negara dan bangsa yang saling manfaat dan menguatkan. Moga tragedi terorisme brutal itu tak kan pernah terjadi lagi, sehingga tatanan dunia baru lebih terisi dengan suasana bahagia, damai dan harmoni, adil dan berkemakmuran.
September, 11.09.2020