Aku hanya terdiam. Ia memang mengesalkan, tetapi ia juga selalu benar. Aku angkuh, rasa-rasa telingaku tak ingin mendengarkannya. Namun, bagaimana aku akan bisa melanjutkan hidup jika terus-terusan menghindarinya.
"Ya, ya, ya, oke. Nanti kugelar dan kugunakan. Kau sungguh menyebalkan," kataku yang lantas menitikkan air mata.
"Apa kau tidak merasa bersalah sedikit pun telah mengabaikannya? Lembar kain itu bengkel manusia, tempat memperbaiki segala kerusakan yang ada dalam jiwa. Ingat itu baik-baik," pungkasnya dan berakhir menghilang begitu saja, sama seperti sebelum-sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H