Adanya kendala dalam pelaksanaan tradisi tentunya tidak dapat dihindari, mulai dari kendala yang terjadi antara masyarakat Baduy dengan pemerintah setempat, masalah-masalah tak terduga yang ditemui selama perjalanan, dan lain sebagainya. Namun hal ini nyatanya tak menyurutkan gelora semangat yang dimiliki masyarakat Suku Baduy untuk terus melaksanakan tradisi yang sudah dilaksanakan sejak puluhan tahun yang lalu ini.
Mungkin banyak dari kita yang bertanya-tanya, bagaimana interaksi yang terjadi antara masyarakat Suku Baduy dengan para penduduk setempat saat pelaksanaan tradisi Seba Baduy. Karena faktanya, meskipun mereka berasal dari Provinsi yang sama, namun mereka memiliki banyak sekali perbedaan, mulai dari perbedaan suku, budaya, bahasa, hingga agama.Â
Tetapi lagi-lagi kita dikejutkan dengan tingkat toleransi yang ada di Indonesia, bukan hanya tidak mengganggu suku Baduy dalam pelaksanaan tradisi adat. Namun, warga setempat juga ikut membantu pelaksanaan tradisi Seba Baduy agar tetap berjalan dengan khidmat tanpa adanya gangguan dari wisatawan lain. Nyatanya, bagi masyarakat setempat, perbedaan bukanlah sebuah pembenaran untuk melakukan tindak diskriminasi, justru perbedaan harus dinilai sebagai suatu hal yang dapat membuat kehidupan terasa lebih berarti.
Memiliki perbedaan kepercayaan terhadap suatu hal memang mungkin saja terjadi, tapi dapat menjadi masalah atau tidaknya hal tersebut pada akhirnya tergantung dari bagaimana cara kita melihat dan menanggapi. Meski mayoritas penduduk setempat tidak memiliki kepercayaan yang sama dengan apa yang masyarakat Baduy anut, tapi pada akhirnya satu-satunya solusi yang bisa dilakukan adalah dengan menerapkan sikap toleransi terhadap sesama. Terkadang, kita harus bisa menjadikan sebuah krisis sebagai peluang, menjadikan perbedaan sebagai keistimewaan, dan menjadikan masalah sebagai jalan untuk membuat sebuah terobosan.Â
Hal tersebutlah yang sedang dilakukan oleh para masyarakat setempat dan masyarakat Suku Baduy saat ini, mengubah prespektif masyarakat terhadap suatu kegiatan tradisi yang awalnya hanya dianggap sebagai kegiatan tahunan, menjadi ajang untuk mempererat tali persaudaraan dengan sikap toleransi. Mengesampingkan ego untuk berdebat mengenai kepercayaan siapa yang paling benar, dan membangun keselarasan dalam suatu ajang tradisi yang sering kita sebut sebagai Seba Baduy.
Terkadang, kita harus berani untuk sesekali melawan arus dunia. Layaknya masyarakat Suku Baduy yang terus berusaha untuk mempertahankan dan menjalankan seluruh tradisi nenek moyangnya, kita juga dapat membantu mereka dalam melawan arus dengan tetap membantu mengamankan serta menghormati kegiatan tradisi tersebut agar mereka dapat menjalankan seluruh prosesi tradisi yang dimiliki dengan khidmat.Â
Pada akhirnya, hal seperti Seba Baduy merupakan sebuah ajang bagi kita untuk menunjukkan sikap toleransi, moderasi beragama, hingga jiwa Bhinneka Tunggal Ika yang kita miliki. Sebagai penulis dari esai ini, saya berharap bahwa setelah membaca esai ini kita tidak lagi mengasumsikan tradisi budaya dan adat sebagai suatu hal yang kuno dan tidak cukup memiliki daya saing.Â
Malah sebaliknya, budaya adalah apa yang membuat kita beragam, dan keberagaman adalah apa yang membuat kita istimewa, karena dari keberagaman itu kita banyak belajar tentang bagaimana caranya memperlakukan satu sama lain, dan bagaimana caranya tetap berpegang teguh pada apa yang kita anggap benar tanpa menjatuhkan kepercayaan yang dimiliki oleh orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H