nang omah bingung
Mung kudu weruh
Woting ati dhuh kusuma ayu
Apa ra trenyuh
Sawangen iki awakku sing kuru
Klapa mudha, leganana nggonku nandhang branta
Witing pari, dimen mari nggonku lara ati
Adhuh nyawa
Dhuh, dhuh, kusuma
Apa ora krasa, apa pancen tega
Mbok mbalung janur
Paring usada mring kang nandhang wuyung
Reff :
Klapa mudha, leganana nggonku nandhang branta
Witing pari, dimen mari nggonku lara ati
Adhuh nyawa
Dhuh, dhuh, kusuma
Apa ora krasa, apa pancen tega
Mbok mbalung janur
Paring usada mring kang nandhang wuyung
Dari lirik lagu di atas, kita dapati kata "klapa mudha", "witing pari", dan "mbalung janur" yang tampaknya tidak ada hubungannya dengan kalimat berikutnya. Namun dalam kennyataannya, kata-kata tersebut justru memiliki hubungan yang erat dengan kalimat berikutnya. Kata "klapa mudha", "witing pari", dan "mbalung janur" memang sengaja dipakai sebagai tebakan yang jawabannya terdapat pada kalimat berikutnya. Inilah yang dalam sastra Jawa disebut dengan wangsalan. Dengan kata lain, wangsalan adalah kata atau kata-kata yang mirip tebakan dan memerlukan jawaban, sedangkan jawabannya berada di belakang wangsalan tadi. Jawaban tersebut terkadang berupa kata, tapi kadang-kadang berupa penggalan kata.
Mari kita bahas wangsalan yang ada dalam lagu "Wuyung" di atas.
Pada bait ketiga baris pertama kita menemukan kalimat, "Klapa mudha, leganana nggonku nandhang branta" (Klapa mudha, legakanlah perasaanku yang sedang jatuh cinta). Kata "klapa mudha" atau kelapa muda adalah wangsalan atau kata yang mirip tebakan. Dalam bahasa Jawa, klapa mudha atau kelapa muda, biasa disebut degan. Dari kata degan inilah lalu muncul kata "leganana" pada kalimat berikutnya sebagai jawaban atas tebakan klapa mudha alias degan. Jawaban ini didasarkan pada kemiripan bunyi "gan" pada kata degan dan leganana.