Mohon tunggu...
Gigih Mulyono
Gigih Mulyono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Musik

Wiraswasta. Intgr, mulygigih5635

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Norwegia Utara di Musim Gugur #14

24 Januari 2025   19:31 Diperbarui: 25 Januari 2025   00:18 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 OSLO

Usai menurunkan koper dan bawaan, di pintu masuk bandara kami melambai, bersalam sayonara.

Michael lewat pelan, membuka jendela bus melambai hangat sambil tersenyum ke arah kami. Klaksonnya ditekan beruntun bertelolet, seolah ucapan selamat jalan yang ceria. Kami melambai ke arahnya, selamat tinggal dan terima kasih Michael.

Baru kali itu kami melihat Michael tersenyum. Gembira, barangkali karena akan segera menemui anak istrinya di Belarus sana, yang telah ditinggal beberapa lama. Atau bisa juga gembira ada job baru, akan menjemput rombongan pelancongan lain yang akan segera datang. Entahlah.

Di balik wajah Michael yang terkesan datar, dingin, cuek tanpa ekspresi ternyata tersimpan kebaikan dan kepekaan. Tentu driver - driver seperti itulah yang selalu kita harapkan memandu saat berwisata. Thanks and good luck Michael.

Chek in pesawat, issued boarding pass dan proses bagasi berlangsung lancar dan cepat. Di Norway proses itu dilayani otomatis dengan mesin - mesin yang berjejer. Tidak perlu antri lagi di depan konter yang dilayani pegawai. Sudah diajari  Anthony caranya, saat terbang dari Oslo ke Tromso. Beres.

Di pesawat saya minta kursi di jendela. Benar saja perkiraan, saat di udara dari jendela panorama di bawah sana nampak fantastis. Alam liar Norwegia Utara dilihat dari ketinggian, menunjukan betapa bervariasi dan garang topografinya. Puluhan jepretanpun terambil susah payah melalui jendela kecil. Hasilnya cukup epik, menjadi koleksi kenangan yang akan dilihat - lihat kembali suatu saat nanti.

 

Bandara Norway Utara, dokpri
Bandara Norway Utara, dokpri

Norway Utara, dokpri
Norway Utara, dokpri
Autumn in Oslo

Musim gugur, konon merupakan musim paling romansa dibanding tiga musim lainnya.
Nuansa romansa itu juga terasakan saat sore itu kami menjelajahi jantung kota Oslo.

Siang itu, setelah menjalani penerbangan di ketinggian alam liar Norwegia, pesawat SAS mendarat di bandara Oslo. Dari bandara rombongan dijemput bus. Langsung berangkat menuju pusat kota tua ibukota Norwegia ini.

Tak berapa lama meluncur, bus menepi di area drop off depan istana. Rombongan turun disambut rintik gerimis musim gugur.

Anthony memandu kami berjalan kaki menyusur promenade depan isatana.

Tak lama berjalan, belok ke kiri sampailah kami di lapangan depan gedung balai kota Oslo yang megah. Balai kota ini akan menjadi tik mul dan tik pul ( titik mulai dan titik kumpul ) acara bebas hari ini.

Dari gedung balai kota, para Lofoteners menyebar menuju jalan paling ramai dan legendaris di kota Oslo. Yakni Karl Johan gate.

Belum beranjak masih di lapangan, saya memandangi gedung balai kota itu. Yang di tengahnya adalah bangunan utama tower kembar menjulang tinggi. Tower ini memiliki dua sayap, sedikit melengkung ke depan di kiri kanan. Ada fountain tegak klasik di depan tower. Di keredupan senja gedung megah ini nampak coklat kemerahan, anggun.

Di balai kota ini setiap tanggal 10 Desember diselenggarakan acara penganugerahan Nobel Prize kategori Perdamaian. Selain memperoleh diploma dari kerajaan Swedia, para pemenang nobel mendapatkan pula penghargaan finansial, dengan jumlah fantastis.

Kita semua tahu, pendiri dan pemrakarsa anugerah Nobel ini adalah Alfred Nobel. Orang Swedia, pengusaha produsen bahan peledak yang  berhasil dan kaya raya. Ketika wafat tahun 1895, Almarhum meninggalkan wasiat. Yakni agar disisihkan sebagian hartanya yang melimpah untuk penyelenggaraan anugerah hadiah Nobel.

Pada mulanya hadiah Nobel diberikan hanya kepada para kreator maha karya di bidang Fisika, Kimia, Kedokteran, Sastra dan bidang perdamaian. Lalu mulai tahun 1969 ditambahkan anugerah nobel bidang Ekonomi.

Hanya nobel bidang perdamaian yang dianugerahkan di Oslo. Di gedung di depan saya itu. Sedangkan bidang lainnya dianugerahkan di kota Stockholm, ibukota Swedia.

Sampai saat ini belum jelas alasannya, apa yang terlintas di benaknya, mengapa pak Alfred memilih Oslo ibukota negara tetangga sebagai tempat penganugerahan nobel perdamaian. Salah satu spekulasi yang beredar, karena Alfred Nobel beranggapan bahwa Norwegia adalah negara yang lebih demokratis dibanding dengan Swedia. Entahlah.

Para pakar, teknokrat, sastrawan, ekonom dan negarawan dari seluruh penjuru dunia tentu sangat bangga jika mendapatkan award prestisius ini.

Dari Indonesia pernah ada yang masuk sebagai nominator di bidang sastra. Namun tidak menang. Yakni Pramoedya Ananta Toer, lewat karya sastra epik tetralogi roman Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca. Nominator satu - satunya dari Indonesia itu belum beruntung.

Berharap mudah - mudahan dalam waktu dekat dari negara kita akan ada yang bisa memenangkan anugerah Nobel prestisius ini.

Usai menjepreti gedung balai kota megah ini saya berbalik. Memunggungi balai kota, melangkah mengikuti teman - teman yang sudah berjalan lebih dulu ke pusat keramaian.

 

Balai Kora Oslo, Oslo. Dokpri
Balai Kora Oslo, Oslo. Dokpri
Jalan Karl Johan Gate sekitar 150 meter dari balaikota. Menyeberang, melewati perempatan yang dilintasi jalur bus listrik, di sebelah kiri berdiri megah antik bergaya klasik gedung National Theater. Di sebelah kanan adalah taman kota rimbun yang dedaunannya berwarna kuning kecoklatan semata. Sejajar dengan jalur bus listrik, terparkir memanjang rapi puluhan sepeda sewaan untuk umum.

Rintik hujan reda, saya menginjak perempatan Karl Johan. Di sebelah kiri adalah pangkalan bus keliling kota hop on hop off, yang beroperasi dari jam 9.00 pagi hingga 16.00 sore.

Inilah jalan Karl Johan sepanjang 1,4 kilometer yang membelah pusat kota Oslo. Menghubungkan, di sebelah kiri saya adalah istana kerajaan Norway, dan lurus di ujung kanan adalah central station kereta api. Kalau kita berdiri di ketinggian plasa depan istana, memandang ke arah stasiun akan nampak jalan Karl yang memanjang lurus, cantik dan ritmik.

Istana di Oslo, dokpri
Istana di Oslo, dokpri

Di sepanjang jalan tak begitu lebar ini adalah pusat keramaian. Pertokoan, rumah makan, perkantoran, universitas, gedung pertunjukan, gedung parlemen. Dan tentu saja taman kota yang cantik.

Menyeberang perempatan, di pojokan jalan ujung bangunan adalah Sumo, nama salah satu restoran yang direkomendasikan Anthony untuk makan siang.

Berdua saya masuk oriental resto itu. Walaupun crew dan pramusaji hampir semuanya bule, namun menu Thailand dan masakan Jepangnya oke punya. Tak salah kalau direkomendasi.

Saya lupa kalau porsi di Eropa selalu besar - besar. Ketika pramusaji yang mirip Erling Haaland itu datang membawa segunung nasi goreng dan segunung pad thai di atas piring untuk kami berdua, merasa yakin pasti separuhnya akan harus kami bawa pulang ke hotel, take away.

Perut kenyang, berleha - leha sepanjang sore itu kami menikmati dan meresapi suasana musim gugur di Oslo.

Duduk di kursi taman yang bertabur guguran dedaunan kuning, di bawah naungan pepohonan rindang berdaun kuning kecoklatan kami larut dalam romansa autumn.

Memandangi pasangan muda, juga pasangan senior yang berlalu lalang mesra melangkah santai di promenade lebar, di bawah naungan pohon - pohon besar yang dedaunan kuningnya saling bertaut, suasana damai terasa.

Rasanya betah berlama - lama duduk di taman menikmati diri sendiri dan lingkungan sekitar. Namun waktu merangkak cepat. Ternyata sudah saatnya harus kembali ke tikpul, titik kumpul di balai kota.

Autumn di Oslo dalam nuansa kuning, merah kecoklatan menghadirkan nuansa damai, romantis dan syahdu. Alhamdulillah.

Oslo, dokpri
Oslo, dokpri
Vigeland Park

Taman Vigeland adalah a must visit saat kita bertandang ke Oslo. Destinasi wisata unik yang dikunjungi jutaan wisatawan setiap tahun.

Berada di pinggiran kota Oslo, taman ini memamerkan 212 patung. Karya satu orang pematung kelahiran Norwegia, yaitu Gustav Vigeland.

Patung berupa orang - orang tua, orang muda, remaja, anak - anak, juga bayi telanjang tersebar di seantero taman seluas 80 hektare. Hampir seluas satu lapangan golf standar 18 holes.

Taman Vigeland, dokpri
Taman Vigeland, dokpri
Patung - patung berbahan dasar besi, perunggu, batu dan granit itu sebagian besar berwarna hijau bronze. Beberapa diantaranya berwarna kelabu dan hitam.

Taman unik ini dibuka untuk umum sepanjang musim, dan tak berbayar.
Hanya toiletnya saja berbayar sangat mahal, setara dengan 30 ribu rupiah lebih. Tarif toilet termahal di dunia.

Masuk gerbang besi yang pengkuh, di depan kita terhampar taman dengan pepohonan tinggi di pinggirnya. Ditata bergaya taman renaisan, simetri. Konon taman ini dirancang sendiri oleh sang pematung, mr Vigeland.

Di musim gugur ini, pepohonan besar berderet itu bertudung daun merah kecoklatan. Membuat suasana begitu romansa dan hangat, walaupun tengah dikucuri gerimis tipis.

Patung - patung telanjang itu menggambarkan berbagai olah gerak dan ekspresi wajah dalam bermacam kejadian.

Promenade kiri kanan dinaungi pepohonan maple besar, membentuk lorong berlantai guguran daun kuning kemerahan. Romantis untuk berfoto.

Setelah melewati beranda taman yang terdepan kita berada di jembatan datar klasik. Di atas pagar kiri kanan jembatan, berderet jajaran patung dengan berbagai gaya. Sendirian, berdua atau berkelompok.

Di salah satu sudut jembatan ini berdiri patung anak kecil, ikon dari taman ini. Yaitu patung Angry Boy. Ekspresi kemarahan besar ditampilkan sempurna oleh patung anak gundul ini. Baik dari roman wajah, kaki kanan yang diangkat dan kedua tangan yang sedikit mengembang.

Patung Angry Boy, dokpri
Patung Angry Boy, dokpri

Kepalan tangan kiri Angry Boy sampai berwarna kuning emas, saking banyaknya digenggam dan dielus pengunjung - pengunjung saat berfoto bersamanya.

Dari jembatan terus melangkah ke depan kita akan menapaki lantai plasa labirin kehidupan. Lantai berornamen indah dan tak beraturan, layaknya seperti kehidupan kita.

Lalu kita akan bertemu dengan  satu fountain besar yang deras menyemburkan air mancur. Jembangan lebar fountain ini ditopang oleh orang - orang yang berdiri berkeliling dengan berbagai gaya dan lagak. Ada yang serius menopang, adapula yang berpura - pura. Dan ada juga yang sama sekali tidak berpartisipasi menyangga fountain. Fountain sebagai gambaran dari kehidupan nyata.

Konon patung itu memotret perilaku manusia, seperti kita - kita, ada yang serius dan menjaga dengan baik berjalannya roda kehidupan. Ada yang setengah - setengah, ada yang ogah - ogahan, adapula yang sama sekali abai. Bahkan tak sedikit yang merusaknya.

Terus ke depan, di ketinggian taman adalah klimak dan sentral dari keberadaan Vigeland Park. Di sana berdiri menara batu utuh masif, menjulang. Yang disebut sebagai Monolith statue, patung monolit.

Monolith ini adalah satu batu utuh setinggi 17 meter. Diangkut ke taman ini pada tahun 1920 dari  Iddefjord di pedalaman Norway.

Patung Monolith, dokpri
Patung Monolith, dokpri
Dari dasar sampai puncak Monolith terukir 121 patung manusia segala usia, dengan berbagai ragam gaya serta kegiatan. Bertumpuk - tumpuk, meliuk ekspresif melingkari batu masif itu.

Gustav Vigeland butuh waktu 14 tahun untuk menyelesaikan patung Monolith ini. Rancangan awalnya terbuat dari tanah liat yang dibentuk menyerupai batu bahan Monolith.

Konon patung Monolith adalah penggambaran proses spiritualitas perjalanan dan visi kehidupan manusia. Simbol kebangkitan kembali dan Reinkarnasi umat manusia.

Dari kejauhan Monolith menjulang mendominasi taman, gagah. Untuk sampai di plaza Monolith, pengunjung menapaki puluhan tangga granit.

Dari jauh nampak gagah mengesankan. Dan saat diamati dari dekat, Monolith itu begitu mengagumkan. Ukiran ratusan manusia yang saling menyunggi dan bertumpu dengan berbagai ekspresi tampil sangat hidup. Menunjukan aksi, juga misteri.

Taman Vigeland layak kalau disebut sebagai tujuan wisata paling menarik di Oslo. Menyambanginya, pengunjung tidak hanya menikmati keindahan namun barangkali juga pencerahan. Tentang tekad seorang pematung yang bekerja keras mempersembakan karya terbaik untuk negerinya. Bahkan untuk warga dunia.

  • Vigeland Park, dokpri
    Vigeland Park, dokpri
    Patung - patung itu diukir tidak hanya dengan tenaga dan energi. Namun juga dengan visi dan hati. Mengesankan.

    Bersambung episode terakhir

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun