Bagai tersedot medan magnet, kami ber 25 yang bertebaran di segala sudut pangkalan berjalan cepat ke arah teriakan yang mengabarkan keberadaan aurora, obyek buruan.
Kami berkerumun mendongak ke arah langit yang ditunjuk teman pengabar tadi. Langit di atas barisan pinus yang dedaunannya mulai rontok itu dihiasi bintang gemintang cemerlang.Â
Gelap dan bersih. Sulak tipis kehijauan samar menebar di wajah langit. Inikah wajah sang dewi aurora?
Serempak jepretan puluhan gadgetpun mengarah ke langit itu.
Hasil foto menunjukan, cahaya kehijauan itu menghias misterius di angkasa. Bentuknya runcing ke atas dan curam ke bawah. Tepat di atas pepohonan pinus kecoklatan.
Alhamdulillah, akhirnya bersua juga. Dengan fenomena langka alam raya.
Walaupun tak senyata dan seindah harapan, antusias bergantian kami berfoto dengan latar belakang dewi aurora.
Memakai gadget terbaru dan terganggih, kami bergantian berpose dengan berbagai gaya. Sendirian, pasangan dan juga kelompok.
Bergaya dalam kegelapan nan dingin di ketinggian bukit bumi belahan utara. Barangkali menjadi salah satu momen yang tak akan terulang.
Untuk beberapa saat di pangkalan ini, kami masih menunggu peruntungan. Barangkali indek KP akan meningkat.
Hampir pukul 11 malam, kembali membuka aplikasi. Indek KP belum beranjak jauh dari angka 2,5. Penasaran.
Aklamasi, sobats Lofoten sepakat menjelang tengah malam ini untuk tetap melanjutkan perburuan. Dahaga belum terpuaskan. Ingin jumpa cahaya utara yang lebih terang dan jelas. Michael pun tidak keberatan.
Bus putih tunggangan kami beranjak, meninggalkan pangkalan campervan. Michael menghela bus, menyusur jalan gelap, mendaki perbukitan lebih tinggi.
Jalanan bertabur es keras nampak lebih licin. Satu saat di tikungan tajam mendaki ke kiri, bus berhenti sejenak. Menggeram mengambil ancang-ancang, bus menggeremet pelan susah payah dan menikung lambat. Kami menahan nafas. Dengan kepiawaiannya, akhirnya Michael sukses melewati tikungan licin itu. Lega.
Setelah beberapa saat menguak kegelapan malam, bus berhenti di dataran tinggi perbukitan. Di bawah sana, pendaran lampu - lampu kota Abisko menerangi langit.
Turun dari bus, memencar ke segala sudut. Kami menjepretkan kamera gadget ke berbagai arah. Try and errors, mendeteksi keberadaan aurora.
Setelah sekitar lima belas menit mencoba dan penasaran, akhirnya kami mengakhiri perburuan. Hasil di ketinggian ini tidak lebih bagus dibanding perburuan di pangkalan campervan.
Pukul 11 malam, udara semakin dingin menusuk. Kami naik bus, berserah dan kembali ke resort. Bus putih meluncur pelan meninggalkan perbukitan. Menembus kegelapan menyusuri turunan.
Aurora hunting malam ini, apakah kami berhasil? Less expectation adalah sikap mental yang disarankan Anthony, saat kita akan mulai berburu sore tadi.
Ya harapan terlalu tinggi seringkali berakhir dengan kekecewaan yang besar pula.
Kalau dalam agenda ini target kita tinggi, yakni melihat aurora dancing di langit dengan mata telanjang, maka itu belum berhasil. Walakin ini sebenarnya  tergolong hasil cukup memadai dibandingkan cerita teman - teman yang pernah melakukan hal yang sama.
Lalu sebagai pengalaman, perburuan aurora adalah satu petualangan menarik dalam berwisata.
Saat mengikuti agenda wisata, ketika ada destinasi yang akan dikunjungi seringkali dalam perjalanan menuju obyek itu wisatawan bertemu dengan hal - hal unik tak terduga yang tak kalah menarik dengan tujuan utamanya.
Demikian juga dalam agenda aurora hunting ini. Perjalanan dan bergadang di malam sepi nan gelap menjadi pengalaman yang tak kalah menariknya dari tujuannya sendiri.
Ya, proses berburu  yang seru terlepas dari apapun hasilnya. Menjelang tengah malam kami  kembali, mengakhiri perburuan.
Sampai di resort, bulan tersaput kabut mengambang syahdu. Mendekati puncak langit. Sungguh panorama epik menjelang tengah malam yang hening.
Pintu utama lobi hotel telah terkunci. Kami kembali ke kamar masing - masing lewat lorong butulan.
Kembali di kamar mungil, berbaring di ranjang mungil di resort mungil, terlintas kembali perjalanan panjang hari ini.
Dari dini hari tergesa mengejar Arctic train. Lalu siang hari melewati perbukitan cantik dari dalam kereta. Berhenti di stasiun, bermain - main ceria bagai anak kecil dalam curahan hujan salju.Â
Dilanjutkan menikmati panorama amazing dari padang dan bukit yang putih semata. Sampai malam harinya mengejar persuaan dengan cahaya utara dalam kegelapan. Sungguh hari tak terlupakan.
Momen - momen itu melintas pelan. Slow motion yang mengantar ke dunia mimpi.
Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H