Narvik - Arctic Train
Netralitas Norwegia di kancah Perang Dunia kedua goyah. Antara lain karena konflik penguasaan jalur transportasi bijih besi di kota Narvik.
Negara - negara Skandinavia selalu tak ingin terlibat dalam konflik besar, karena hanya akan menyengsarakan rakyat. Mereka bersikap netral, tak berpihak dalam Perang Dunia I 1914 - 1918. Demikian juga saat PD II yang pecah tahun 1939.
Namun netralitas itu goyah di tahun 1940. Norwegia terpaksa berpihak kepada sekutu karena invasi Jerman ke negaranya.
Hitler yang ingin mengembalikan harga diri dan ekonomi Jerman paska kekalahannya di PD I. Dimana Jerman terpaksa harus menandatangani perjanjian Versailles yang memuat klausula pembatasan dan pelucutan kekuatan Jerman. Membuat negara orang - orang cerdas itu merasa dibodohi dan dipermalukan sekutu.
Hitler penguasa Jerman yang baru unjuk gigi. Ingin menunjukan bangsa Jerman sebagai ubermench, orang - orang perkasa. Merasa sangat digdaya, dengan partai Nazi yang solid dan militernya yang kuat Jerman menginvasi negara - negara tetangga.
Dengan strategi blitzkrieg atau serbuan tiba - tiba, Polandia menjadi korban pertama.
Haus kemenangan dan rasa percaya diri akan angkatan perangnya, april 1940 Denmark dan Norwegia negara netralpun diduduki.
Jerman berkepentingan pula menguasai Narvik, kota kecil utara Norway di dekat perbatasan Swedia.
Jerman menguasai tambang bijih besi bermutu tinggi di wilayah Swedia, berdekatan dengan Narvik. Antara lain di Abisko dan beberapa lainnya.
Bijih besi ini adalah komponen vital untuk produksi militer Jerman. Seperti tank, kapal, pesawat, senjata berat dll.
Untuk mengangkut ke Jerman via laut mereka butuh Narvik yang memiliki perairan bebas es, walaupun di musim dingin.
Pemerintah Norwegia tak mau kompromi begitu saja. Jerman terpaksa bermain keras, dalam rangka kelancaran supply Iron ore ke pabrik - pabrik senjata mereka di Jerman.
Netralitas Norwegia gugur. Bersama Inggris, Prancis dan Polandia, Norwegia melawan Jerman.
Salah satu episode mencekam adalah peledakan Jembatan jalur kereta. Hancurnya jembatan itu menghambat pasok bijih besi ke Jerman.
Pagi ini, kami rombongan Lototen tur akan napak tilas. Dengan Arctic train menyusuri jalur bahan tambang, dari stasiun Narvik ke utara. Antara lain akan melewati bekas jembatan yang diledakan itu.
     *****
Pagi masih gelap, rombongan terpaksa chek out meninggalkan resort cantik Hamn I Senja. Menuju kota Narvik, mengejar jadwal keberangkatan kereta api Arctic.
Sebenarnya berharap pagi itu kala langit sudah terang bisa berjalan - jalan mengeksplore resort ikonik ini. Resort bergaya modern, memanjang di tepian teluk.
Resort di tepian ini terdiri dari bungalow - bungalow yang berjajar. Ada 3 kamar dan satu join living room di setiap satu bungalow.
Dari jendela kaca living room menatap ke luar tersaji panorama cantik. Perbukitan tinggi mengelilingi, mengapit teluk yang melengkung.
Tepian air dan bungalow dipisahkan oleh dek kayu rapi cozy. Lebar dan memanjang, berpagar railing metal. Nyaman untuk berjalan dan berleha - leha menikmati lingkungan resort.
Tapi butuh waktu untuk sampai ke stasiun Narvik. Tak ada waktu eksplorasi resort. Pukul 7.30, masih gelap bus berangkat meninggalkan Hamn I Senja.
Kembali nuansa pagi musim gugur tersaji melankoli. Perpindahan dari gelap ke terang, pepohonan memerah tiba - tiba muncul di kiri kanan jalan. Perbukitan menjulang nongol masif. Barangkali mengucapkan selamat pagi kepada para pelancong berasal dari negeri nan jauh.
Michael, driver kita mantab memacu bus di jalanan mulus nan lengang. Tiba - tiba bus dipelankan, nyaris berhenti di tengah jalan.
Ternyata 50 meteran di depan bus, tiga rusa besar khas Norwegia disebut Moose atau Elk dalam bahasa lokal, santai menyeberangi jalan.
Elk coklat itu sebesar gibas. Dua ekor tidak bertanduk, satunya bertanduk. Yang bertanduk itu adalah Elk betina. Nantinya tanduk itu bisa memanjang sampai 1,5 meter. Bercabang - cabang bagai mahkota indah menghiasi kepala. Sedangkan 2 ekor elk yang tidak bertanduk itu adalah yang berkelamin jantan.
Â
Tiga elk itu menyeberang tenang, menuruni tebing ke sisi jalan yang lain. Inilah salah satu hewan khas belahan bumi utara. Yang terkadang dipekerjakan sebagai hewan wisata, menghela kereta kayu di padang salju, ditumpangi para pelancong.
Episode elk menyeberang jalan usai, Michael kembali menginjak gas. Meneruskan perjalanan.
Meluncur tak berapa lama, kembali Michael menginjak rem. Sepagi ini ada kegiatan alat berat di pinggir jalan. Rupanya ada beberapa pinggiran jalan longsor. Setengah jalan ditutup. Nona cantik bule berhelmet berdiri disamping mobil dinas merah, mengatur lalu lintas yang sepi.
Langit terang, namun mentari belum menunjukan batang hidungnya. Bus tiba di stasiun Narvik. Setengah jam sebelum jadwal kereta Arctic berangkat.
Dari Narvik kereta akan mendaki pegunungan menuju stasiun Bjornjfell, pemberhentian kami. Michael nanti akan menjemput kami di stasiun ini untuk kembali lagi ke Narvik.
Sebelum Bjornjfell, sepur akan melewati tiga stasiun. Di dua stasiun, kereta akan berhenti sekitar 15 menit. Memberi kesempatan kepada penumpang untuk turun sejenak, berfoto atau menikmati suasana.
Anthony menginfo, agar kita mengambil tempat duduk di sisi kiri. Viewnya lebih bagus dibanding yang di kanan.
Arctic beranjak pelan, masinis berhalo - halo dalam bahasa Norway dan Inggris, menjelaskan rute perjalanan.
Bergemeretak Arctic biru dengan empat gerbong menambah kecepatan, menjauhi stasiun Narvik.
Melewati rumah - rumah tipikal utara, warna warni di kiri kanan rel. Yang nampak cantik dilingkungi alam musim gugur. Kereta ke luar kota, mulai menapaki rel menanjak.
Paduan gunung di latar belakang, permukaan sound, tebing curam berwarna merah kuning coklat adalah lukisan alam tersaji memikat.
Mata tak berkedip, kamera ber klik - klik tak putus. Alam menjadi puisi panjang menyegarkan mata.
Berkilo - kilo meter panorama indah itu berkelebat. Bagai diorama lukisan pemandangan indie mooi Basuki Abdullah di pameran. Tak putus - putus.
Berlebihan metaforanya?
Tiba - tiba muncul dua pilar jembatan menjulang. Jembatan bergaya modern, mengangkangi sound.
Bertanya - tanya, apakah jembatan itu adalah versi baru dari jembatan yang dalam konflik bijih besi diledakan di tahun 1940?
Entahlah.
Sebenarnya masinis menjelaskan tentang jembatan itu. Namun bahasa Inggris dari speaker dengan dialek Norway susah untuk dipahami.
Rupanya hujan salju.
Terlihat ekspresi gembira terpancar dari roman muka teman - teman semua. Hujan salju di musim gugur, langka tak terekspektasi.
Di dua stasiun pemberhentian, kami turun antusias. Setengah berlari, menapaki putih salju yang menutupi seluruh permukaan.
Bangunan - bangunan berwarna merah bata, pepohonan yang meranggas berdiri diatas dataran salju memutih, menjadi arena euforia gaya. Entah berapa ratus jepretan foto telah terbidik.
Kurang 3 detik keberangkatan, para pelancong naik ke gerbong. Arctic kembali merayap. Tak lama berhenti di stasiun Bjornjfell.
Mestinya kembali ke Narvik naik bus. Ternyata kami harus kembali ke Narvik dengan kereta ini juga. Terinfo, disatu titik salju turun terlalu lebat. Jalanan tertutup. Bus Michael tak bisa melanjutkan, harus berbalik kembali ke Narvik.
Naik Arctic turun ke Narvik, saya tetap duduk di sisi kiri.
Di sisi ini, panorama memang tidak sedramatik sisi satunya. Namun hamparan putih semata yang melumuri bukit, bebatuan, padang dan perairan menyajikan lanskap begitu fantastik. Apalagi saat kereta melewati rumah kayu berwarna merah yang bertengger di atas karang. Indah...
Menikmati view putih, sambil membayangkan tahun - tahun 1939 - 1940, saat kereta api menyusuri jalur ini juga, mengangkut jutaan ton bijih besi. Dari stasiun Kiruna, Abisko turun ke Narvik. Lalu butiran curah coklat kehitaman itu dibawa ke pelabuhan Narvik.
Dari Narvik, dengan kapal curah atau tongkang besar, iron ore itu dilayarkan ke port of Hamburg atau Bremenhaven. Selanjutnya didistribusikan ke pabrik - pabrik seantero Jerman. Sebagai komponen utama pabrik Panzer, kapal selam, pesawat udara, meriam, pisau komando dan senjata - senjata pembunuh lainnya yang masif diproduksi saat itu. Untuk berperang total.
Kengerian perang. Homo homini lupus, manusia adalah serigala bagi manusia lain.
Akhirnya sekitar pukul 14.00 kami kembali tiba di stasiun Narvik. Perut kelaparan, lanjut makan siang menu lokal.Â
Usai makan siang, rombongan meneruskan perjalanan ke kota Abisko, Swedia. Yang berjarak kurang lebih 40 km dari Narvik.
Ke luar kota bus menanjaki pegunungan. Melaju di jalanan yang seolah membelah lautan salju. Dataran luas, yang sejauh mata memandang putih semata.
Ingin merasakan aroma salju, bus berhenti di tengah padang.
Di situ kami menjadi bercak - bercak coklat di tengah savana salju sangat luas. Tak terasa dingin. Paska salju turun biasanya udara memang menghangat.
Usai sejenak menghirup udara, menikmati padang salju, bus kembali meluncur ke Abisko.
Abisko adalah wilayah pinggiran Swedia yang berbatasan dengan Norwegia.
Abisko sering juga disebut sebagai ibukota Aurora Borealis. Nothern light, cahaya utara yang merupakan fenomena alam indah, yang hanya muncul di bumi belahan utara.
Dari pengalaman yang ada, Aurora paling sering menampakan diri di wilayah Abisko.
Nanti malam di Abisko, kami akan berburu Aurora Borealis. Apakah kami akan cukup beruntung?
Expect the best, prepare for the worst.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI