Mohon tunggu...
Gigih Mulyono
Gigih Mulyono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Musik

Wiraswasta. Intgr, mulygigih5635

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Kolonial Heritage Journey 2

27 Maret 2021   07:40 Diperbarui: 12 April 2021   05:06 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Galeri Nasional Gambir. Dokpri
Galeri Nasional Gambir. Dokpri
Galeri Nasional Gambir. Dokpri
Galeri Nasional Gambir. Dokpri
Meninggalkan jalan Surabaya merasa senang ada barang yang dibawa pulang. Entah bagaimana perasan presiden Amerika Bill Clinton kala itu ketika meninggalkan jalan Surabaya ini setelah membeli barang barang antik. Mungkin sama seperti awak juga, kerna sama-sama pencinta barang seni. Merasa lega dan gembira, sentimentil seni sejenak terpuaskan.


Mobil menyusur Cikini raya muncul disekitar Tugu Tani. Masuk jalan merdeka timur. Harus melewati stasiun Gambir dulu tidak bisa langsung belok kanan ke gedung tujuan yang berada di seberang.

Lewat stasiun disebelah kanan berdiri kukuh salah satu gedung heritage dan juga kenangan. Gedung tua megah peninggalan Belanda. Dulu adalah kantor Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Awal awal rantau di Jakarta, awak pernah blusukan di gedung itu mengunjungi senior kuliah yang telah menjadi pejabat disitu. Fasad gedung itu  tak berubah setelah hampir empat dasa warsa waktu berlalu. Barangkali memang sebaiknya jangan dirubah, termasuk heritage yang musti dipertahankan.

Di ujung jalan merdeka Timur mobil belok kanan, menyusur jalan samping masjid Istiqlal yang sedang di renovasi. Lurus mentok taman lapangan Banteng yang kini nampak rapi asri, hijau edum teduh. Taman yang menjadi oase kota.

Membayangkan tahun tujuh puluhan taman ini adalah terminal bis kota semrawut hiruk pikuk. Mengingat clingak clinguk disini menyimak kenek kenek meneriakkan masing masing tujuan bis kota PPD kuno berwarna biru. Memori pertama kali menginjak ibukota.

Tampak patung pria setinggi 35 meter di monumen pembebasan Irian Jaya masih tegak di plaza taman. Wajah berteriak dan rantai sangar yang terputus di kedua pergelangan tangan dan kaki masih ekspresif memberikan energi semangat kehidupan bagi siapapun yang menatapnya.

Konon patung perunggu itu di sket sendiri oleh presiden Soekarno tahun 1962. Dengan perancangan bidang oleh F Silaban arsitek masjid Istiqlal, serta pengerjaan oleh tim seni dari Yogya jadilah patung peringatan bergabungnya Irian Barat ke pangkuan RI itu eksis bergelora hingga kini.

Mobil belok ke kanan. Di pojokan kiri gerbang hotel Borobudur nampak serasa mengundang. Sudah lama sekali tidak ke hotel ini. Dulu waktu masih aktif betapa seringnya beracara disitu. Dari breakfast meeting, lunch, dinner dsb. Tentu saja yang langsung terkenang akan tempat itu adalah sop buntut legendaris andalan hotel ini. Memang empuk dan berasa.

Belum lama ini mas Jenderal teman sekolah di kampung mentraktir makan sop buntut di hotel baru samping mall Pondok Indah. Terjadi dialog serius, komparasi rasa antara sop buntut hotel Borobudur dan yang di hotel PIM mana yang lebih unggul. Menurut mas Jenderal, sop Borobudur lebih lembut empuk lekas hancur ketika dikunyah. Malah kurang menantang saat dikenyam, kurang memberi perlawanan. Sedangkan di hotel PIM sop buntutnya empuk, namun agak kenyal. Perlu sedikit perjuangan untuk menghancurkan nya di mulut. Mas Jenderal lebih suka yang ini, yang memerlukan perjuangan.

Bagi awak, sop buntut terenak se dunia adalah sop buntut goreng di club house golf Ancol puluhan tahun yang lalu. Dengan sawuran sambal cabe hijau yang digoreng setengah matang, menyantap sop Ancol yang hangat usai main golf 18 holes kepala klemun klemun merasakan mencecap sop buntut tak biasa. Dunia pun serasa kotak kotak tak lagi bulat. Sudah lama golf Ancol tutup dikonversi menjadi eco park, kehilangan jejak tak tahu lagi kemana koki sop buntut goreng Ancol yang luar biasa itu kini berlabuh.

Melewati hotel Borobudur mobil berada disamping gedung Pancasila, salah satu bangunan heritage yang lain. Dengan ikon gedung berkubah blenduk bergaya Eropa selatan. Klasik enak dipandang. Mobil belok kiri melewati gedung Timah, sampailah kami di tujuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun