Jelajah Jantung Swiss di musim dingin, Caper 2.
Menyeberang jalan di depan Bandara yang masih sepi. Kami 25 orang melangkah berurutan, berbelok ke kiri menyeret koper koper bawaan masing masing sambil menahan dingin. William tur leader, mengkoordinir menuju bus warna putih yang terparkir di kejauhan. Bus itu akan menjadi tunggangan kami beberapa hari ke depan.Â
Di kaca depan tertempel huruf besar warna biru bertulis G2. G2 adalah agen akomodasi terkenal, khususnya untuk wilayah Eropa. Entah singkatan apa G2 itu.
The Driver, Mr Ivan yang bertopi Cowboy bercelana coklat bersal rapi memasukan dan menata koper koper ke bagasi. Driver itu orang dari Lugano Swiss. Tampilan dan sosoknya sekilas seperti Clint Easwood yang berkumis. Dan nampak baik hati.
Berjalan sekitar seratusan meter di udara minus 2 , menjadi sensasi awal perjalanan. Udara ekstrim yang tidak pernah terjadi di Tanah Air. Wajah menjadi dingin kebas. Asap keluar dari mulut walau tidak merokok. Tubuh mulai bereaksi menyesuaikan diri.
Kami semua sudah di dalam bus. William ber welcoming di depan dengan Mik. Bus melaju menuju pusat kota atau Zentruum.
Jam 8. 30 pagi. Waktu Swiss adalah 6 jam lebih lambat dibanding Jakarta. Jakarta sudah jam 14.30.
Tanggal 27 Desember pagi, Zurich yang berpopulasi 400 ribuan orang itu masih lengang. Masih lelap terbuai sisa sisa Natal.
Lima belas menit melaju di jalan sepi, bus tiba di Danau Zurich. Di pojokan, di pinggiran muara sungai Zurich ke danau Zurich. Bus berhenti. Kami turun, akan berjalan kaki menyusuri Zentruum. Di samping Bus sepeda sepeda sewaan berderet diparkir. Tergembok ke pagar besi sungai. Untuk memakainya tinggal memasukan koin Swiss Franc.
Penduduk Swiss, 40% beragama Katolik, 40% Protestan dan 20% sisanya penganut Agama dan keyakinan lainnya. Bahkan konon mulai banyak pengikut Agnostik. Penganut Agnostik meyakini Tuhan itu ada, namun tidak menjalankan Ritual keagamaan apapun. Ibadahnya adalah sikap dan tindakan yang baik.
Menyusuri sungai Zurich, kapal kapal kecil di sungai terapung apung diparkir ber penutup kain terpal atau plastik biru penahan salju. Burung burung kecil bertengger di pagar. Bebek sungai berenang renang di permukaan sungai sangat dingin. Di kejauhan menara Gereja Katolik dan Protestan menjulang berdampingan.Â
Konon kehidupan beragama di Swiss sangat damai. Gereja Katolik berdampingan dengan gereja Protestan tak ada masalah. Masing masing beribadah sesuai tata cara dan keyakinan masing masing. Tidak ada yang memonopoli kebenaran. Demikian juga kehidupan beragama di kota Zurich.
Setelah hampir 20 jam lalu berangkat dari rumah kelelahan. Tubuh diterpa udara dingin namun gairah menjelajah tetap tak pudar. Kerudung penutup kepala sekaligus telinga dikenakan. Telapak tangan tertutup sarung tangan tebal, Kaki terus diayun, melangkah menyusuri Pedestrian di tepian sungai.
Melewati City Hall megah dengan Square nya yang masih lengang. Menyeberang jembatan bebatuan. Depan belakang menara menara gereja tinggi antik ikonik menusuk langit. Sekali kali Tram Tram mulai melintas berlalu lalang.
Hari baru pukul 9 pagi. Rombongan berlanjut menapaki kawasan Bahnhofstrasse. Kawasan pertokoan barang barang branded mahal di Zurich. Kawasan ini masih lengang, belum banyak toko buka. Rombongan masing masing berfoto foto sana sini dengan style dan gaya Chic, dengan sedikit menggigil.
Sebelum kembali naik bus, William menunjukan toilet untuk toilet time. Tujuan selanjutnya adalah ibukota Swiss Bern, sekitar 140 Km dari Zurich.Untung pagi ini toilet umum diseberang Danau itu belum jalan mesinnya. Buang air masih gratis. Kalau tidak harus memasukan koin 1 Euro atau  1 Swiss Franc terlebih dulu baru bisa masuk. Bakal menjadi Kencing termahal di dunia, Rp 16500,- sekali cuur.
Bus meluncur di High way bebas bayar menuju Bern. Kiri kanan jalan padang datar memutih. Salju masih rintik turun mesra membauri tanah, rumput dan apa saja. Harmoni putih semata merajai.
Duduk mencangkung di Bus. Teman teman di kiri kanan mulai terlelap, diayun laju lembut Bus dengan kecepatan maksimal 100 Km per jam ,sesuai peraturan.
Meninggalkan Zurich, saya teringat kisah nyata Mo Berg. Kisah tentang agen rahasia Amerika yang mengemban misi menentukan di Zurich pada saat Perang Dunia ke 2.
Kisah ini sudah di filmkan. Mo Berg diperankan oleh Paul Ruud. Bintang Amerika yang juga berperan sebagai manusia Semut di film Ant Man, produksi Marvel.
Mo diberikan tugas melakukan penilaian. Dan diberi kewenangan memutuskan membunuh atau membiarkan hidup Heisenberg kepala unit Bom Nazi.
     Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H