Rombongan tur dipersilakan jalan, menyebar bebas mau kemana sampai waktu yang ditentukan.
Merapatkan jaket, kami bertiga menyusuri tepian Danau indah disore hari yang dingin menyungkup. Tak banyak orang berlalu lalang di Promenade lapang nan panjang ini
Para pejalan kaki di Jenewa dimanjakan dengan penyediaan trotoar area berjalan yang lebar. Suhu di Jenewa sore ini nol derajat Celsius, lebih hangat dibanding saat berada di Montreux siang tadi, minus dua.
Mengamati kapal kapal putih di dermaga. Memandang deretan bangunan di seberang Danau yang satu satu mulai kelap kelip memijarkan nyala lampu, menghadirkan kehangatan dan pesona di sore ngrekes di musim dingin ini.Â
Sejenak mengitari sebagian taman di tepi Danau. Lalu kami memutar menuju Clock Flower yang bersisihan dengan penyeberangan pejalan kaki ke arah Old City. Kami ikut menyeberang bersama kerumunan ke kota tua Jenewa.
Deretan bangunan di sisi Old City sepanjanjang tepian Danau , adalah toko, Boutique berjejeran menjadi Etalase barang barang Branded. Kami menyusuri kawasan mahal itu, window shopping.
Merk merk dari jam tangan mahal, perhiasan, tas dan Boutique Boutique berpendar pendar, melambai mengundang para shophaholic untuk mampir dan bertandang. Kami melintasi tugu antik, pilar bergaya Romawi di tengah promenade pusat keramaian.Â
Beriringan , bersimpangan dengan para pejalan yang masing masing menguarkan berbagai jenis wangi parfum, segar. Ingat penjelasan tentang jenis jenis parfum dari seorang teman yang gemar mencoba tester parfum kalau di pertokoan.
Meskipun memiliki aroma dasar yang sama, seperti bunga bunga tertentu, aroma daun, getah, buah, kopi, coklat, mocca, bahkan aroma rumput dan tanah namun sebenarnya jenis jenisnya juga dibedakan untuk gender, umur maupun musimnya.Â
Misalnya ada parfum yang ditujukan untuk lady, mature, winter. Ada juga misalnya untuk lady, teen, spring. Dan seterusnya dan sebagainya. Entah apa bedanya.
Sore itu di keramaian kota tua Jenewa, aroma berbagai wangi parfum menguar menjadi wakaf udara yang menyegarkan.
Pusat keramaian adalah Boulevard lebar untuk pejalan kaki. Ditengahnya rel jalur Tram membelah pertokoan yang sifatnya lebih umum. Zara, H&M, C&A, dsb yang menggelar diskon cukup besar untuk pakaian pakaian musim panas.Orang masih ramai berbelanja, barangkali untuk menyambut acara tahun baru besok.
Sedangkan toko toko branded rata rata tidak begitu ramai. Karena memang hanya untuk segmen khusus. Ruangannya elegan dengan perangkat khusus menawan. Di balik pintunya berdiri tegak para penjaga berkostum jas lengkap, tegap, hand some, ramah namun berwibawa. Berkulit putih dan ada juga yang hitam. Penampilannya tak kalah keren dengan penampilan para pengawal pengawal Presiden Amrik.
Barang barang branded itu memang tidak lagi hanya sebagai barang fungsional dan seni. Namun telah menjadi simbol status yang memakainya. Bahkan kini telah menjadi barang Investasi yang harganya bisa naik pada masa yad.Â
Misalnya saat ini membeli jam Rolex, limited edition sekian ratus juta. Konon dua tahun kemudian harganya bisa naik separonya bahkan 100%. Demikian juga untuk tas Hermes atau LV. Itulah salah satu cerita sekitaran barang barang branded level atas yang kadang kadang tak terpahami.
Usai berkeliling, keluar masuk toko sekedar window shopping kami berjalan kembali ke meeting point di dekat Clock Tower. Malam ini kami akan menginap di hotel sekitar Bandara Jenewa. Bus beranjak dari meeting point. Menyeberang jembatan panjang yang mengangkang diatas Danau Jenewa kimplah kimplah tanpa atraksi Jet D'Eau.
Meninggalkan Danau, menatap permukaannya yang di beberapa tempat berkilat memantulkan sinar lampu dari gedung gedung yang mengepung. Teringat cerita seorang teman tentang impian seorang pejuang berasal dari Sumatera Barat dan keinginannya untuk menetap di Danau ini.
Sutan Sjahrir pahlawan Nasional dan penulis buku Perjoeangan Kita di tahun 1945, yang berisi analisa sosial ekonomi paska Perang Dunia II. Dan ulasan sistimatis tentang Road Map perjuangan bangsa Indonesia ke depan. Beliau juga pernah menjadi Perdana Menteri Indonesia di usia 36 tahun, PM termuda di Dunia.
Sayang di akhir akhir usianya, Sjahrir di penjarakan di Jakarta. Ketika sakit karena serangan Stroke, Sjahrir diperbolehkan berobat ke Zurich Swiss dengan biaya ditanggung Negara.Â
Ditunggui Poppy isterinya, konon dalam perawatan Sjahrir berkeinginan kalau sembuh ingin menghabiskan sisa usianya di suatu tempat di tepi Danau Jenewa. Sayang keinginan itu tidak kesampaian. Karena beliau wafat di Zurich kala dalam perawatan.
Danau Jenewa untuk sebagian orang menjadi kenangan yang indah, kenangan duka. Juga saksi kemenangan dan kekalahan dari negosiasi di gedung gedung Internasional itu.
Danau Jenewa juga menjadi tautan dari harapan harapan yang kesampaian maupun asa yang kandas di tengah jalan.
Danau Jenewa adalah sumur kenangan dan pengharapan.
Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H